"I'm late, but i'm OK."
🌠🌠🌠
Sore itu, 16.54 pm kst.
Gugup dan sangat gelisah. Tentu saja perasaan seperti itu wajar sekali menyelimuti hati Yuri saat ini. Bagaimana tidak, di depannya sudah ada lelaki tampan yang jelas tidak asing lagi di hidupnya. Tersenyum dan menatapnya dengan hangat, seperti memaksa masuk ke dalam hatinya kembali tanpa seizinnya.
"B-bagaimana kabarmu, noona?"
Jantung Yuri seperti berhenti berdetak untuk beberapa detik, ia tersenyum— kikuk, "y-ya seperti yang kau lihat. Aku masih hidup, kan?"
Lelaki itu terkekeh kecil, "ya, benar. Persis seperti dugaanku. Kau pasti akan baik-baik saja sekarang," ucapnya.
"Terlihat baik-baik saja, ya? Sepertinya kalimat itu memang cocok diucapkan oleh si pembuat masalah sesungguhnya."
Langsung membuat lelaki itu tersenyum kecil, menggaruk lehernya yang tak gatal kemudian memainkan kuku jarinya di atas meja, "masih terlalu membenciku?" tanyanya dengan polos.
Yuri tersenyum miring, "masih bisa bertanya?"
"Ah! Ok! Sampai kapanpun kau memang tidak akan memaafkanku. Apa yang telah aku lakukan memang sangat brengsek. Aku tahu, makanya aku datang mencarimu."
"Sttttt— Jangan berbicara terlalu keras. Putrimu yang sedang tidur itu bisa mendengarkan rengekan Ayahnya kepada wanita lain selain ibunya. Kau bisa dibenci seumur hidup oleh putrimu jika sikapmu masih seperti itu," jujur saja, ketika mengatakan hal itu memang membuat hati Yuri sedikit bergetar. Rasanya masih sama— sakit yang ia rasakan masih ada.
"A-ah, baiklah—" lelaki itu menurut, mengelus kepala putrinya yang tengah terlelap di sebelahnya menggunakan stroller baby berwarna pink, "Putriku tidak boleh mendengar jika ayahnya masih sangat mencintai wanita lain dan bukan ibunya—"
"A-apa maksudmu?"
Lelaki itu— Park Jimin, menggelengkan kepala dan tersenyum sendu, sorotan manik matanya jelas menunjukkan jika lelaki itu sedang tidak baik-baik saja.
"Tak apa. Anggap saja kau salah dengar."
Yuri menghela nafas panjangnya, ia sebenarnya tidak mengerti apa maksud Jimin, namun ia terlalu takut untuk mencari info lebih lanjut— jelas karena takut kecewa, kenyataannya ia suami orang, seorang ayah dari bayi cantik yang tak berdosa. Meskipun memang mereka sebelumnya pernah sama-sama satu frekuensi selama empat tahun lamanya, namun itu sudah tidak lagi bisa dibanggakan karena sekarang sudah tidak ada artinya lagi.
"Park Jimin?"
"Ya?"
Yuri kemudian mengetukan jarinya di atas meja, "apa hidupmu sudah bahagia sekarang?" fatal, pertanyaan yang seharusnya tidak boleh ia tanyakan malah keluar begitu saja tanpa izin.
Lelaki itu jelas sekali terkejut, ia lalu melirik anaknya yang masih terlelap dan kemudian mengelus tangan mungil anaknya dengan lembut, "aku tidak tahu," gumannya pelan, masih belum bisa berpaling dari putri mungilnya itu, "tapi jika kau memang mau tahu jawabannya sekarang, aku bisa mencoba untuk mencari jawaban itu secepatnya." lalu Jimin berpaling menatap manik mata kecoklatan milik Yuri.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔️ I don't love you.
Fanfiction[COMPLETED] [SHORT STORY] [Park Jimin Version] Terima kasih pernah menjadi sebuah pelajaran hidup meskipun enggan untuk aku ulang kembali. Karena seharusnya tanpamu- aku tetap akan berjalan lurus kedepan, malas menoleh kebelakang lagi karena tahu; k...