Baju Tidur

5.4K 58 16
                                    

Aku memutuskan menunggu Mas Zaenal pulang. Tidak sanggup kalau harus menyusul ke rumah janda itu. Bagaimana kalau setibanya di sana, yang kulihat adalah tindakan tak senonoh mereka. Aku berteriak di bawah bantal agar tidak didengar oleh para tetangga.

Istri mana yang rela melihat suaminya boncengan dengan perempuan lain? Semua perempuan ingin jadi ratu di hati sang suami. Bukan selir, tempat singgah atau apa pun sebutannya. Satu masalah belum tuntas, ia buat lagi masalah baru. Sebenarnya, Mas Zaenal menganggapku manusia apa bukan?

Aku tersedu sampai matahari condong ke barat. Cahayanya menerobos celah jendela dan jatuh di lantai kamar yang terbuat dari marmer. Mas Zaenal belum pulang juga padahal aku sudah tidak sabar hendak menumpahkan duka.

Haruskah aku menggugat cerai? Jangan segegabah itu. Aku harus mengingatkan Mas Zaenal dengan segala cara, kalau tidak mempan baru minta pisah. Perceraian harus menjadi jalan terakhir.

***

Seperempat jam sebelum maghrib, suamiku masuk kamar dengan menenteng plastik hitam. Ingin marah, tapi aku nyaris kehabisan tenaga.

"Kenapa kamu nangis, Sayang?" tanyanya sambil mengusap pipiku.

Aku tak menjawab, malah kembali tersedu.

"Hust, jangan nangis. Ini aku belikan baju tidur buat kamu. Nanti malam dipakai, ya. Aku pengen kamu tampil seksi," bisiknya.

"Setelah kau selingkuh dengan Rukmana?"

Mas Zaenal menatapku tajam. Lalu, sorotnya melembut. Ia belai-belai rambutku yang kumal karena tiduran sejak tadi.

"Pasti kamu salah paham. Tadi Rukmana ketemu mantan suaminya di jalan. Dipukuli gitu, jadi ya aku tolong. Terus anter pulang. Cuma itu. Sumpah Demi Alloh," terangnya meyakinkan.

Mau tidak mau, aku percaya karena dia sudah bersumpah. Kuusap air mata dan menjatuhkan diri ke pelukannya. Mas Zaenal memelukku erat dan mengelus-elus punggungku. Tiba-tiba aku merasa sedang bersama Iskandar. Lalu, dekapannya di teras tadi siang kembali terasa.

"Sudah, kamu mandi, ya. Pakai ini lingerie warna merah menyala. Aku cari makan malam dulu untuk kita, ya," ucapnya.

Ia letakkan bungkusan plastik di ranjang. Aku mengambilnya seraya berjalan menuju kamar mandi. Mas Zaenal pun bangkit. Ia keluar kamar, mungkin ingin membeli makan seperti yang baru dikatakannya.

***

Sudah setengah sepuluh malam tapi Mas Zaenal belum pulang juga. Terhitung sudah tiga kali aku mengoles lipstik merah muda dan menyemprot parfum selama menunggunya. Apa salahnya aku menggoda suami sendiri? Toh, dia yang mulai dengan membelikanku baju tipis berbelahan dada rendah.

Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu kamar. Kalau pintu depan baru akan ditutup menjelang tidur, seperti kebiasaan orang-orang di kampung ini. Biar rumah tidak seram katanya.

Dengan antusias, aku membukanya. Tak sabar ingin bermanja dengan Mas Zaenal. Namun, aku terperanjat begitu tahu yang datang adalah Kang Ujud. Ekspresi pria berkumis lebat itu seperti kucing melihat tikus.

Segera kututup kembali pintu karena sedang tidak menutup aurat. Namun, tangan kekar Kang Ujud menghalanginya.

"Tidak usah malu begitu. Zaenal sudah bilang padaku kalau kau bukan perempuan pemalu saat di ranjang."

Selaksa cemeti mendera kesadaranku mendengar ucapan itu. Mas Zaenal membicarakan hubungan intim kami dengan orang lain? Sungguh sangat sukar dipercaya.

Kang Ujud memaksa masuk. Aku tak sanggup mendorong pintu karena tenaga yang tak seberapa dibanding pria itu. Punggung ini hampir membentur dinding saat Kang Ujud berhasil masuk.

MENYUSUI SURGAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang