04

66 18 32
                                    

"Raaaaaaa, kau harus dengar ini."

Fira terjengit kaget saat mendengar teriakan Aileen dari pintu rumah, nyaris tersedak potongan ayam yang dikunyahnya. Matanya memicing ke arah Aileen yang masuk tanpa dosa dan duduk di depannya.

"Barangmu di sofa, ambil sendiri sana. Aku mau makan." ucap Aileen dan mengambil sepiring bubur ayam yang tersaji di atas meja. Yakin bahwa itu miliknya.

"Telat. Keburu dikasih tante tadi." Fira berucap dengan ketus. Aileen hanya mengangguk dan memakan bubur ayamnya.

"Omong-omong, aku sudah mendapatkan nama tetangga itu." kata Aileen yang mencairkan atmosfir. Rasanya, ganjal jika tidak dikatakan sama sekali. Fira juga sepertinya penasaran, lihat saja wajahnya yang penuh penasaran terpampang jelas di depan wajahnya.

Aileen menelan bubur ayamnya, "Vino. Namanya Vino."

"Nama mencerminkan karakter. Aku menebak, tetanggamu pasti ganteng dan tinggi. Perrrrr- fect!" balas Fira dengan santai. Ia mengambil piring kosongnya untuk dicuci, meninggalkan Aileen bergumul sendiri dengan sarapannya. Begini-begini, Fira masih tahu sopan santun.

"Ngasal mulu. Tar jelek dan pendek. Gimana?"

"Ya ... sia-sia perjuanganmu." sambil mencuci piringnya, Fira melirik ke arah Aileen yang tampak terdiam sebentar. Gadis yang telah berganti pakaian dengan pakaian milik tuan rumah hanya mengangkat bahunya, membiarkan Aileen melamun.

Paling juga tidak bermanfaat mikirnya, batin Fira yang terbiasa dengan sikap Aileen yang makin aneh dari hari ke hari.

Aileen mendorong kursinya, membawa piring kotor untuk dicuci dengan bibirnya yang tidak mau berbicara. "Ra, gak mungkin kan, si Vino tidak memunculkan diri karena jelek?" tanya Aileen tiba-tiba. Fira tersenyum kecil, ia sudah menebak isi pikiran Aileen dan- gotcha! Sesuai dengan tebakannya.

"minder jadi orang berarti. Tapi, itu kelewatan sih. Sepertinya bukan karna itu, pasti ada alasan lain." sambung Aileen sembari mencuci piringnya yang terselimuti sabun. Fira mengangguk setuju. "Kau masih penasaran, Lin? Mau melintasi rumahnya lagi?" ajak Fira dengan penuh semangat.

Aileen menggeleng, "Tidak. Terima kasih. Memangnya aku penguntit?"

"Kurang lebih sih begitu."

"Minggat dari rumah. Sekarang!" Aileen membludak, sedangkan Fira tertawa kencang di sebelahnya.

Pagi hari yang menenangkan.

♧ ♧ ♧

Besoknya,

Aileen mendengus kesal, Fira meninggalkannya tadi pagi dengan sebuah sticky notes yang berisi bahwa gadis tersebut harus cepat datang ke sekolah untuk melaksanakan tugas piketnya. Ia berjalan sendiri ke sekolah kalau begitu. Saat ia melintasi rumah Vino, ia memilih untuk berhenti sebentar.

Rumahnya tampak sedikit berantakan di halaman, banyak daun gugur berserak di sana. Ayunan tersebut terlihat basah, karena seingatnya kemarin malam hujan turun dengan lebat. Tirai hitam itu belum lagi tersibak, ia belum tahu apapun tentang tetangganya ini selain gender dan namanya.

Aileen menghela napas sebelum kembali melanjutkan perjalanannya. Kemarin, ia sempat melintas rumah Vino lagi dengan Fira, bukan karena disengaja, tetapi Fira merengek untuk ke minimarket tersebut untuk membeli jajan yang ia ingini. Gadis itu hanya beralibi untuk mengamati rumah tetangganya itu, Aileen tahu pasti. Kantung plastik yang digantung di pagar rumah biru muda tersebut menghilang, Vino pasti mengambilnya beserta sticky notes yang ditempel oleh wanita tersebut. Fira kembali pulang dengan wajah yang cemberut, karena tirai hitam itu lagi-lagi tertutup rapat seolah tidak mau siapapun melihat apa yang ada di dalamnya.

The Side Neighbour ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang