Bau obat-obatan tercium jelas dihidungnya, perlahan Jaezha membuka matanya, pandangan pertama yang ia lihat adalah punggung seseorang yang nampak tak asing dimatanya.
"Sshh, sakit banget anjir." Umpat Jaezha sambil mencoba bangun.
"Masih sakit?" Tanya seseorang sambil menghampirinya.
Jaezha menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya menatap tak percaya seseorang yang ada dihadapannya sekarang.
"Agra?" Gumam Jaezha tak percaya.
"Kenapa?" Tanya Agra saat Jaezha memanggil namanya.
"L-lo ngapain disini?" Tanya Jaezha.
"Nolongin lo," jawab Agra singkat.
"Jadi elo yang nolongin gue tadi?" Tanya Jaezha masih tidak percaya.
Agra mengangguk. "Gimana kepala lo? Masih sakit?"
Jaezha berdecak didalam hatinya. 'Pliss jangan keliatan bego ya Jaezha.'
Agra melambaikan tangannya dihadapan wajah Jaezha. "Hei,"
"Eh, kenapa?" Jaezha kembali ke alam sadarnya.
"Masih sakit?" Tanya Agra.
"Enggak kok, cuma agak nyeri aja." Jawab Jaezha.
Agra mengangguk. "Yaudah, gue anterin lo pulang."
Jaezha hanya mengangguk pelan kemudian mengikuti Agra dari belakang, namun tak lama Agra berhenti dan menoleh.
"Ngapain dibelakang gue? Sini." Agra menyuruh agar Jaezha disampingnya.
Dengan gugup Jaezha mengangguk dan berjalan disamping Agra.
"Emm, dompetnya ibu tadi gimana?" Tanya Jaezha teringat dompet.
"Udah gue kembaliin," sahut Agra tanpa menoleh.
"Copetnya gimana?" Tanya Jaezha lagi.
"Kan udah lo pukulin," sahut Agra.
Jaezha mengangguk paham. "Awas aja kalo gue ketemu lagi sama tu copet, bakal gue abisin deh."
Agra tersenyum tipis. "Gausah diperpanjang, ntar lo kek gini lagi."
"Hihh, gue sebel tau, mereka kroyokan padahal udah tua, masak nglawan bocah kek gue harus kroyokan, cemen banget." Omel Jaezha.
"Masuk," Agra membukakan pintu mobilnya.
Jaezha mencoba menahan senyumnya kemudian masuk sedangkan tangan Agra melindungi kepala Jaezha agar tidak terbentur.
"Emm, Agra, makasih ya lo udah nolongin gue." Celetuk Jaezha ditengah keheningan.
"Iya." Sahut Agra.
"Emm lo kenapa nolongin gue? Padahal lo kan orangnya pendiem, nggak mau berbaur sama orang-orang kayak gue," tanya Jaezha langsung ditatap oleh Agra.
"Kata temen-temen sih, kalo menurut gue sih enggak." Dengan cepat Jaezha meralat perkataannya agar tidak menyinggung perasaan Agra.
"Aduhh, lupain aja deh omongan gue tadi, anggap aja kaya angin lewat." Tambah Jaezha kemudian mengalihkan pandangannya keluar jendela.
'Bodoh banget sih mulut gue!' Decak Jaezha didalam hati.
20 menit kemudian sampailah mobil hitam Agra dirumah Jaezha, sebenarnya rumah Jaezha dan rumah Agra hanya berdekatan, bahkan mereka berdua tetangga, namun Agra jarang keluar rumah jadi Jaezha hampir tidak pernah bertemu dengan Agra kecuali di sekolah.
"Makasih ya, gue masuk dulu." Jaezha keluar dari mobil Agra.
Tak lama Agra keluar dari mobil dan memberikan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanted
Teen FictionTerpikat dengan tatapannya, membuatku bertekad Tapi ternyata takdir tidak berpihak Harusnya aku tau, bahwa kamu bukan miliku