Chapter 5

239 7 0
                                    

Pagi ini aku terbangun dengan jantung berdebar keras. Aku masih terbayang ciuman semalam, bukan berarti aku menginginkannya atau ah..sudahlah.

Setelah peristiwa kemarin itu, aku merasa agak canggung dengan Damian, sementara pamanku yang satu itu bersikap seolah tidak terjadi apapun. Aaaaaahhh...aku bisa gila.

Sial..sudah jam setengah enam. Aku harus segera siap-siap. Aku mandi  dan keramas dengan praktis. Hari ini aku memakai jeans cokelat gelap dan sweter berwarna beige dengan kerah putih mengintip di baliknya. Rambut ikal hitamku kubiarkan tergerai di bahu, aku hanya akan menyematkan beberapa pin untuk membuatnya kelihatan rapi. Yup..aku sudah siap.

Aku bergegas ke dapur dan menyiapkan sarapan. Hmmm..hari ini roti bakar, sosis, dan telur. Aku mengoleskan mentega di atas roti dan  memasukkannya ke toaster kemudian mulai memanaskan mentega di atas pan. Aku memecahkan dua butir telur di atas pan semetara aku membuka bungkus sosis.

Bunyi 'ting' menandakan bahwa roti panggangku sudah matang. Aku menaruh keduanya di atas piring yang berbeda. Setelah dua telur mata sapiku matang, aku mulai menggoreng sosis.

Damian baru saja turun dari lantai dua ketika aku tengah menuangkan jus jeruk ke gelas.

"Selamat pagi Magenta" Ia tersenyum.

Aku mencoba tersenyum dan bersikap biasa, "Selamat pagi Dam, sarapan sudah siap,"

Ia mengangguk dan mulai duduk di depan meja makan. Kami makan dalam diam. Tanpa sadar, aku memperhatikannya saat makan.

Entah kenapa aku memperhatikan bibirnya yang bergerak sensual saat mengunyah sosis...Membayangkan bibir itu di atas bibirku seperti kemarin. Gila. Aku pasti sudah benar-benar kehilangan akal!

"Kenapa kau mengantukkan kepalamu ke meja seperti itu?" Damian bertanya, alisnya bertaut menunggu jawabanku.

"Eh....ini hanya efek dari murid senior yang akan menghadapi ujian. Doakan aku" Aku menjawab seadanya, mulutku melontarkan tawa garing.

Hah...jawabanku sangat menyedihkan.

Damian tergelak melihat ekspresiku. Hah..tertawa saja terus sampai puas. Aku mencibir dalam hati.

"Aku sudah selesai sarapan. Aku berangkat duluan, Dam"

"Tunggu, kau berangkat bersamaku," Damian berdiri dan mengambil tas kerja serta kunci mobilnya.

"Eeehhh..tidak usah. Kantormu dan sekolahku kan tidak searah Dam. Kau bisa terlambat kerja nanti," Lagipula tumben sekali ia ingin mengantarku. Biasanya dia kan selalu membiasakanku agar mandiri.

Damian menyeringai, "Kau lupa siapa CEO-nya?"

"Ya ya...terserah kau saja," Aku menepuk jidatku sendiri secara mental. Bagaimana aku bisa lupa kalau pamanku ini adalah seorang CEO. Dia kan yang mengelola perusahaan kakek sejak ayah meninggal dulu. Tapi biasanya dia tidak sesumbar mengenai posisinya itu dihadapanku. Mungkin Damian sudah mulai pikun. Aku terkikik dalam hati memikirkan kemungkinan itu.

Kami sampai di sekolahku dalam waktu yang relatif singkat.

"Jadilah gadis yang baik dan belajarlah dengan sungguh-sungguh, oke?" Damian tersenyum dan menepuk-nepuk kepalaku.

Aku balas tersenyum tulus padanya, "Jangan khawatir. Aku tidak akan mengecewakanmu. Sampai nanti, Dam," Aku mengecup pipinya dan keluar dari mobil.

Mobil Damian baru saja menjauh dari halaman sekolah saat sebuah tepukan mendarat di bahuku.

"Hey Mag..kudengar kau pergi ke prom bersama Ben,"

Oh..itu Sharon. Mata birunya yang berapi-api melihatku penuh selidik.

Aku mengangkat bahu,"Wow..kabar menyebar dengan sangat cepat ya..."

Sharon mendengus,"Aku tahu dari Arman. Kemarin."

Aku menoleh padanya. Kami berdua berjalan di koridor sekolah.

"Mengapa kau terlihat sangat terkejut, Sharr?"

Ia cemberut,"Kau tidak pernah cerita padaku kalau kalian berdua berkencan!"

Aku melongo padanya,"Kami tidak pernah berkencan, Sharon."

Bel masuk berbunyi. "Oke..kita akan bicara saat makan siang,"

Aku mendesah hebat. Dasar. Darimana si pirang itu dapat ide kalau aku dan Ben berkencan sih. Itu kan mustahil sekali.

Jam pelajaran berlalu dengan begitu cepat, padahal hari ini aku berharap sebaliknya. Aku harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan konyol dari Sharon. Inilah salah satu sifatnya yang agak membuatku kesal. Silly Sharon.

Aku melenggang santai menuju kafetaria. Di meja ujung kanan kafetaria, semua sahabatku sudah menunggu.

"Hai, guys..." Aku melambai pada mereka.

"Duduk!" Sharon menunjuk pada kursi di hadapannya.

Aku menampakkan ekspresi memelas,"Aku lapar..aku belum beli makanan."

Jane terkekeh di sampingku,"Aku sudah membelikanmu lasagna dan green tea," Ia menoleh ke setumpuk makanan di depannya.

Aku duduk di sampingnya dengan ekspresi terharu. Aaahh...Jane malaikat penyelamatku.

"Oke..pertanyaan pertama. Apa kau dan Ben berkencan?" Tanya Sharon.

Aku menggeleng," Tanya saja Ben kalau tidak percaya."

Semuanya menoleh pada Ben yang tengah memegang buku di tangannya,"Itu benar. Kami tidak berkencan. Aku hanya mengajaknya ke prom," Ia mengangkat bahu.

"Tapi kenapa harus Maggie?" Sharon bertanya dengan gaya yang dramatis.

"Hey...aku tidak seburuk itu tahu!" Sahutku.

Ben terkekeh,"Apa salahnya jika aku pergi ke prom bersama sahabatku sendiri? Lagipula diantara kita yang belum punya pasangan prom kan hanya aku dan Mag.. Jadi, sekalian saja."

"Lagipula jika kakakku mengencani seorang gadis, aku akan jadi orang pertama yang tahu,"Arman menambahkan dengan acuh. Ben tertawa dan meninju bahu Arman main-main.

Aku meminum green teaku dengan nikmat,"Lagipula kenapa kau heboh sekali sih, Sharon?"

Arman mendengus,"Seolah ini yang pertama saja."

Sharon menekuk wajahnya,"Yaaahhh...sayang sekali. Kupikir kalian benar-benar berkencan. Kalian berdua kan keren sekali. Kau si Magenta James kami yang manis dan Benjamin Sanders si bintang pelajar sekolah..Aaaahhh...."

Aku menjitak kepalanya keras sampai ia mengaduh,"Dasar..kau kebanyakan nonton reality show."

Ben dan Jane terkekeh sementara Arman tergelak keras. Ah..dasar mereka.

"Kurasa daripada kau memikirkan soal prom, lebih baik kau mulai mempersiapkan diri untuk ujian akhir," Aku tersenyum simpul.

Ben mengangguk,"Itu benar."

"Yup..meskipun aku tidak sepintar Ben, aku akan meraih hasil yang baik tahun ini!" Jane menyahuti dengan antusias. Aku memberikan cengiranku padanya.

"Aaaahhhh..kalian tidak seru," Sharon memberengut, sementara kami semua menertawakan ekspresinya.

***

A little bit filler this time..
prepare yourself for the next chap..

My Dear MagentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang