Chapter 7

250 8 0
                                        

A/N: Awas, chapter ini rada panjang. Siap2 bantal-guling sama snack yah.

***

"Apa yang kau bilang barusan?"
Suaraku bergetar.

Damian memegang kedua lenganku,
"Kubilang, aku mencintaimu."

Aku menatap matanya, mencoba mencari sesuatu yang salah. Namun aku hanya melihat ketulusan dan kejujuran di mata zamrudnya.

Tunggu..apa ini april mop?

Tidak..tidak..ini masih bulan Februari.

"Aku...tidak tahu..ha-harus bilang a-apa, Dam." Akhirnya aku menemukan kembali suaraku.

Damian memejamkan matanya dan menghela napas, ia kemudian menatapku, "Kau tidak perlu mengatakan apapun, sayang. Kau tidak harus melakukan apapun. Tidak ada yang berubah, sayang. Aku akan memastikan itu. Tidak ada yang berubah."

Damian tersenyum lembut. Jenis senyum yang biasanya akan membuatku meleleh. Namun senyum itu tidak menyentuh matanya.

"Ta-tapi.."

"Tidurlah..sekarang sudah jam 12 malam. Ayo...waktunya gadis kecil untuk tidur." Ia menarikku bangkit dan menggiringku ke tangga menuju lantai dua.

"Damian.." Bisa kurasakan air mata yang mengancam turun dari kelopak mataku.

Damian meletakkan telunjuknya di bibirku,"Ssstt...lupakan yang aku katakan sebelumnya. Tidurlah dengan nyenyak. Tidak ada yang berubah. Selamat tidur, sayang." Ia mengecup keningku lembut.

***

Sial....aku sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Kata-kata dan ekspresi wajahnya masih terngiang di kepalaku.

Aku mencintaimu.

Aku mencintaimu.

Aku mencintaimu.

Aaaaaaahhh...aku bisa gila. Aku mengacak-acak rambutku frustasi.

Aku masih berdebar-debar mendengar ucapannya tadi. Tuhan..apa yang harus lakukan. Damian bilang tidak ada yang akan berubah. Tapi tetap saja.

Meskipun kami memang tidak ada hubungan darah, tapi selama ini aku  menganggapnya sebagai pamanku. Seseorang yang selalu menjagaku.

Memang terkadang aku merasakan sesuatu yang aneh saat ia tersenyum atau memandangku dengan intens. Tapi bukan berarti aku juga merasakan...ah, aku bingung. Ibu, ayah, apa yang harus aku lakukan?

***

Tuhan..aku kelihatan seperti zombie. Dengan mata panda, muka mengantuk, dan rambut macam singa seperti ini, aku tidak akan menyalahkan siapapun jika cermin di kamarku pecah. Aku harus segera mandi dan membereskan wajahku.

Saat aku turun ke dapur, di sana sudah ada Damian. Ia meminum secangkir teh di atas meja makan. Ia kelihatan segar dengan celana khaki dan polo shirt berwarna hitam.

Melihatnya mau tidak mau aku teringat peristiwa semalam juga.

"Selamat pagi, Magenta"

"Ehm.. Selamat pagi, Dam. Mau sarapan apa?" Aku harus bersikap biasa. Ya, bersikaplah seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Dia tersenyum simpul, "Apa saja tidak masalah."

"Baiklah, tunggu sebentar ya. Aku akan membuat pancake."

"Oke."

Aku segera turun ke dapur dan mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat pancake. Sambil memasak, aku melihat Damian dari sudut mataku. Ia kelihatan santai, seolah tidak terjadi apapun.

My Dear MagentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang