I - Kedua (1)

11 2 1
                                    


Mataku terbuka, aku bangun dengan kaget di hari itu. Masih terduduk di tempat tidur, kutengok ke jendelaku – astaga. Sinar matahari mengintip dari sela-sela jendelaku yang tertutup kain gorden. Kalau sudah seperti ini.. berarti jam delapan atau sembilan...

Ah. Kepala pelayan apalah itu bilang lima hari dari kemarin, berarti ini H-4. Aku tak punya waktu banyak.. Aku harus bersiap-siap sekarang juga.

Dengan mata mengantuk yang belum kuat menerima cahaya, aku membuka gorden jendelaku dan tersilaukan meski sinar matahari tak langsung mengarah padaku. Tak lupa juga membuka jendela sebab kamarku terasa bau dupa sage putih yang kubiarkan semalaman. Aku mengambil pakaian ganti di lemari, lalu membuka pintu dan berjalan menuju kamar mandi.


Aku tak merasakan ada sesuatu yang berubah dari diriku. Aku menjadi antara ragu dan yakin dengan ritual semalam. Oh ya, katanya aku harus minum teh rosella itu setiap pagi.. teringat sikap ibu kemarin, bah, aku akan mengambil saja. Jika aku menunggu responnya aku akan tetap kecewa.

Daripada memikirkan itu, aku mencoba ingat hal-hal yang menyenangkan. Aku menengok ke arah kalung buatan tangan dari warga Florhein, seketika aku langsung tersenyum. Mengetahui bahwa kenangan di Florhein membuatku senang, aku makin mengisi otakku sendiri dengan kenangan Florhein itu; Gonera, Loudis, ibu-ibu kedai – semuanya. Seperti dugaanku, aku bisa tersenyum lagi.

Setelah mandi, aku menatap cermin yang ada di dekat pintu kamar mandi. Mataku bengkak karena menangis kemarin malam. Aku menepuk kedua pipiku, mengarahkannya ke atas agar terlihat seperti senyum. Sudah tidak apa-apa, aku masih punya empat percobaan dan empat hari lagi. Aku harus semangat.

Aku ke bawah untuk sarapan dan membuat teh rosella. Kulihat sudah ada makanan di meja, jadi aku langsung makan saja. Kali ini aku mengambil banyak nasi karena... entahlah, aku hanya merasa hari ini aku perlu energi yang banyak. Aku makan sambil merebus air untuk teh, tentu agar tidak buang-buang waktu.


Beberapa saat berlalu, aku sudah selesai makan. Aku tergolong orang yang makan cepat, sih.. Jadi tidak terasa, tiba-tiba saja semua telah masuk perutku. Setelah mencuci piring, air yang kurebus mendidih. Tepat waktu.

Aku mengaduk dan meniup teh itu, membawanya ke kamar. Teringat kalungku, aku langsung memakainya lagi. Kubuka buku Filterologi ke halaman yang sudah kutandai sebagai cara kedua. Kali ini yang kuperlukan adalah kayu manis, vanila, jeruk – tunggu, memangnya jeruk bisa digunakan sebagai bahan sihir..? Lalu ada rosemary, sari bunga Burnbell, dan hellebore.

OH! Mungkin ini guna dari rosemary meski di awal dia tak digunakan!

Aku membalik halaman, mencari apakah ada bahan yang sama lagi. Sesuai perkiraanku, aku menemukannya. Di cara ketiga dan keempat ada chamomile. Kali ini chamomile benar digunakan dua kali.

Kubuka halaman acak untuk sekadar mencium baunya. Bau buku sangatlah khas, aku menyukainya. Apalagi buku kuno seperti ini. Sampai perhatianku teralihkan pada selembar kertas yang terjatuh dari buku itu. Tampaknya kertas itu terselip di salah satu bagian buku.

Aku mengambilnya, membaca apa yang tertulis di sana.


"Semua akan sia-sia jika kamu tidak percaya pada diri dan usahamu sendiri."


Memandangi kertas itu, aku termenung sejenak. Aku mengingat tadi aku sempat ragu tentang ritual yang telah kulakukan, berhubung aku tak pernah berhasil tentang masalah sihir. Saat ragu aku berpikir, benar kata Mirah, sihir dasar saja tak bisa. Apalagi ritual.

You're Your FilterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang