Nggak papa masih ada waktu dua puluh menit sebelum bel sekolah berbunyi, pikir Lani.Jarak antara rumahnya dengan sekolah hanya sepuluh menit kalau naik angkot. Jadi kemungkinan telat ngga terlalu besar. Namun setelah menunggu delapan menit di halte, angkot yang ditunggunya tidak kunjung muncul.
"Duh, gimana nih? Bisa telat gue!" gumam Lani jadi panik sendiri. Gadis itu celingak-celinguk memperhatikan jalan siapa tahu ada angkutan umum yang lain lewat.
"Pesen gojek aja ya?" pikir Lani. Sampai dua detik kemudian ia teringat kalau tak punya kuota. Sialllllll!
Jadi apa boleh buat, kalau Lani ingin sampai sekolah dia harus sprint. Lani berjongkok seraya mengencangkan tali sepatunya. Setelah itu ia kembali berdiri, mengambil ancang-ancang dan mulai berlari.
"Oke, Lan lo pasti bisa." katanya sambil menyemangati diri sendiri.
Pernah jadi atlet lari jarak pendek sewaktu SMP membuat Lani optimis bisa mengejar waktu buat sampai ke sekolah. Gadis itu semakin mempercepat laju larinya. Karena semalam hujan, jalan jadi lebih licin dan menyisakan genangan air. Oleh karena itu Lani harus hati-hati.
Tapi memang takdir baik tak selalu berpihak pada Lani, di tengah jalan Lani malah terpeleset. Sialnya ia jatuh di dekat orang yang baru saja turun dari bus. Sakitnya sih gak seberapa, tapi malunya itu yang bikin Lani pengen hilang dari muka bumi.
"Aw," ringis Lani setelah berhasil mendaratkan bokongnya lebih dulu. Dengan posisi jatuh yang ngga estetik, rok putih yang dikenakannya sempurna basah.
Saat Lani mencoba bangkit. Sebuah tangan terulur. Lani langsung mendongak melihat Zidni membungkuk di atasnya. Lani menggigit bibir, tambah malu aja dirinya sekarang.
Zidni memberi gestur dengan alisnya agar Lani menerima uluran tangan Zidni. Mau tak mau Lani menggapai tangan Zidni. Akhirnya ia berhasil berdiri lengkap bersama sisa harga diri yang tipis.
"Makasih." ucap Lani. Zidni mengangguk saja. Lalu tanpa aba-aba ia melilitkan jaketnya di pinggang Lani. "Rok lo tembus pandang." jelas Zidni.
Lani tersentak tapi tak memberi reaksi apa-apa. Setelah mengikat jaketnya di pinggang Lani, Zidni kembali menegakkan badan. Ia menatap Lani sebelum berkata, "Cuci dulu, baru balikkin."
Zidni berlalu begitu saja, meninggalkan Lani yang speechless.
*
"Ih, gentle man banget Lan."
"Dih, apaan dia ninggalin gue. Gue jalan ke sekolah nahan sakit Ci. Kaki gue ke kilir kayanya." sela Lani sambil memperhatikan kakinya yang membengkak.
Lani berhasil datang ke sekolah hanya telat lima menit. Karena keadaan Lani yang memprihatinkan, Lani tak jadi dihukum Pak Hamdillah. Sekarang ia tengah berada di UKS, dan roknya sudah diganti menggunakan celana olahraga. Ditemani Aci yang tengah istirahat sehabis mata pelajaran olahraga.
"Tapi seenggaknya dia gak ninggalin lo dalam keadaan rok yang tembus pandang. Harusnya lo bersyukur ditolong dia."
"Nolong si nolong Ci tapi setengah-setengah."
"Iya juga sih. Yaudah yuk ke kantin." ajak Aci dijawab anggukan dari Lani.
Begitu tiba di kantin, Aci langsung memesan makanan. Sementara Lani disuruh untuk menjaga tempat duduk karena kakinya masih sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temen Curhat (On Going)
Teen FictionAwalnya cuma teman. Ya teman curhat. Tapi kenapa ada rasa lain yang timbul dibalik itu?