Kalau ditanya apakah Zidni sudah melupakan Niar, jawabannya adalah belum. Zidni masih sering memikirkan Niar. Karena di hatinya masih ada nama gadis itu.
Tapi Zidni tak bisa melakukan apa-apa. Pemuda itu hanya bisa melepaskan Niar. Buat apa bertahan kalau akhirnya akan saling menyakiti?
Mereka sama-sama sakit.
Meskipun dari sudut pandang Niar, Niar lah yang jadi korban. Niar yang paling tersakiti disini. Katanya Zidni kurang perhatian, sibuk dengan dunianya sendiri, tak pernah ada jika Niar butuhkan.
Niar tak tahu betapa sakitnya Zidni yang selalu ingin ada untuknya tapi tak bisa. Niar tak tahu apa yang sedang dihadapi Zidni sekarang ini. Zidni butuh teman, butuh didengarkan. Namun Niar selalu menuntut Zidni agar mengerti dirinya. Sedangkan dirinya sendiri tak pernah berusaha mengerti Zidni.
Zidni masuk ke dalam rumah, lalu terdiam mengamati banyak pecahan beling yang berserakan.
Sepi. Iya karena kedua orang tuanya selalu sibuk bekerja. Sesekali di rumah itu pun hanya untuk bertengkar.
Zidni melangkah masuk ke kamarnya. Pemuda itu segera mengganti baju seragamnya lantas keluar lagi. Zidni menelepon Dean, bertanya dimana posisi pemuda itu.
"Gue di rumah Gaska. Kenapa?"
Zidni tak menjawab, pemuda itu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Tanpa tahu kalau disebrang, Dean sudah mengumpatinya.
Bagi Zidni tak ada yang bisa di sebut rumah. Rumah tempatnya untuk pulang memang tak pernah ada. Hanya bangunan megah yang hangatnya tak pernah tercipta.
Zidni tersenyum miris, kemudian menjalankan vespanya keluar halaman rumah.
**
Lani sedikit tersentak ketika bahunya disenggol, membuat ia keluar dari antrean. Gadis itu menatap pemuda kurus yang seenaknya menyerobot tempatnya. Dilihat dari seragam olahraga yang dikenakan pemuda itu Lani tahu bahwa ia adalah kakak kelas.
"Kak, itu tempat saya." kata Lani berusaha tenang dan sopan.
"Gue dulu lah lagi buru-buru." pemuda kurus itu menoleh, tampak keringatan setelah berolahraga.
Lani menggeleng, "Gak bisa gitu, kakak harusnya ngantri di belakang."
"Bawel lo, pendek. Gak usah sok cantik."
Lani terdiam, kata-kata itu begitu menohoknya. Sampai Lani tak bisa berkata-kata lagi.
"Bu, es tehnya dua." teriak Zidni tiba-tiba saja datang menyerobot lalu memandang ke arah Lani. "Lo mau apa?"
"Ha?" Lani mendongak bingung melihat Zidni telah merebut posisi yang di tempati Kakak kelas rese tadi.
"Lo mau beli apa?" ulang Zidni.
Akhirnya Lani menjawab, "Gue, es jeruk."
"Bu, sama es jeruknya satu." seru Zidni kepada ibu kantin.
"Eh, kok lo nyerobot sih." seru pemuda kurus itu kepada Zidni tak terima.
"Lo aja gak bisa ngantri, gak usah ngeluh kalo disalip." sahut Zidni kalem.
"Lo siapa sih hah?" si pemuda kurus itu menyalak marah.
"Gue Zidni. Berisik lo kaya nenek gue." jawab Zidni lantas mengambil es jeruk pesanan Lani. Ia pun mengasurkan es jeruk itu ke arah Lani. "Punya lo."
Lani dengan ragu menerima minuman itu, "Makasih."
"Sama-sama," Zidni menepuk kepala Lani pelan. Ia mengambil es tehnya, kemudian pergi darisana setelah membayar pada ibu kantin.
Lani memandangai es jeruknya sesaat, lantas menatap Zidni yang kini bergabung bersama teman-temannya. Lani menggelengkan kepala, mengenyahkan gelenyar aneh yang melingkupi dadanya.
"Lah, katanya mau beli batagor. Kok bawa es teh?" tanya Jaka menatap Zidni bingung.
"Batagornya rame." Zidni menyahut asal lantas duduk di samping Ruben.
"Rabun nih anak, orang kosong gitu." tunjuk Dean pada stand batagor membuat Jaka, Ruben ikut menoleh menatap ke arah yang sama.
"Salah jalan kali," komentar Ruben kembali memakan tahu gorengnya.
"AKU TERSESAT DAN TAK TAHU ARAH JALAN PULANG." sambar Jaka mulai menyanyikan lagu butiran debu.
"Aku tanpamu butiran debu."
Zidni menggeleng-geleng melihat tingkah Jaka. Kemudian teringat dengan es tehnya. "Buat lo aja." kata Zidni menunjuk es teh menggunakan dagunya.
"Gak suka teh ngapain dibeli sih, aneh emang." Dean menggeleng tak paham.
"Yaudah gue buang aja."
"Eh-eh, jangan dong. Tadi katanya buat lo." cegah Dean segera menahan.
Zidni memutar bola matanya seraya menunda kembali es tehnya di meja.
**
Bumi, 14 Januari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Temen Curhat (On Going)
Teen FictionAwalnya cuma teman. Ya teman curhat. Tapi kenapa ada rasa lain yang timbul dibalik itu?