Es Serutnya Cair

23 3 0
                                    

Dari kecil, Lani terbiasa dengan pertengkaran Ayah dan Ibu. Ibu selalu mengeluh tentang gaji Ayah yang pas-pasan. Padahal Ayah sudah bekerja keras. Namun bagi Ibu itu tidak cukup. Dan akhirnya meminta cerai.

Ayah tidak bisa melakukan apa-apa. Jika memang itu keinginan Ibu. Jika memang hal itu yang membuatnya bahagia. Maka Ayah harus merelakan Ibu pergi. Karena bentuk terdalam dari mencintai adalah merelakan.

Lani tahu ayahnya terluka. Lebih daripada Lani saat kehilangan sosok ibu. Karena sampai sekarang Ayahnya masih mencintai Ibu. Tak pernah berkurang, bahkan saat Ibu menikah dengan yang lain.

Lani mengambil selimut dari kamarnya, lantas menyelimuti ayah. Ayahnya bahkan ketiduran di ruang tamu gara-gara menunggu Dani. Gadis itu melirik jam, sudah jam 12. Namun Dani belum juga pulang.

Saat mendengar suara pintu terbuka Lani segera menoleh. "Abis darimana aja kamu?"

"Main."

"Jangan dibiasain main sampai jam segini." tegur Lani sambil mendelik.

"Iya iya, bawel deh." sahut Dani kemudian melenggang menuju ke kamarnya.

Lani menghela napas. Tidak tahu lagi gimana menghadapi adiknya yang nakal itu. Lani khawatir Dani bergaul di circle yang buruk. Apalagi adiknya kini sudah kelas sembilan. Harus banyak belajar. Bukannya keluyuran sampai malam.

**

Nyaris sempurna. Zidni mendapatkan nilai 98 di lembar ulangan ekonominya. Dean berulang kali menatap kertas ulangan Zidni takjub. Padahal kerjaan Zidni di kelas hanya membaca novel roman, atau selebihnya tidur. Tapi tiap ada ulangan, atau PR Zidni selalu mendapat nilai sempurna. Gimana bisa?

"Wah, andai otak gue sama kaya lo." kata Dean.

Zidni mendengkus, mencabut kertas yang ada di tangan Dean lantas meremasnya. Dengan mudah laki-laki itu membuang gumpalan kertasnya ke tong sampah.

"Eh, anjir. Itu kertas ulangan lo, ngapa dibuang!?" seru Dean syok, matanya melotot menatap Zidni tak percaya.

"Gak penting elah." sahut Zidni malas semua yang didapatkan Zidni tidak ada artinya.

"Ya Allah, kalo gue dapet nilai segitu udah gue pajang dah di ruang tamu." Dean berkata sambil membayang bagaimana reaksi Mamanya. Mungkin Mama Dean bakal bangga, langsung ngadain syukuran dan mengundang ustad solmed.

"Yaudah kertas ulangan gue buat lo."

Dean menggeleng, "Otak lo aja kasih ke gue. Kita barter."

"Goblok." Ruben menoyor kepala Dean. Pemuda berambut keriting itu tahu-tahu sudah ada di sisi Dean. "Makanya belajar yang bener, bukan ngelantur."

**

"Bang, es serutnya satu." ucap Lani kompak dengan orang yang ada di sebelahnya. Hingga membuat keduanya saling menoleh memandang satu sama lain.

"Kompak banget, kaya paduan suara." komentar tukang es serut. "Mau rasa apa nih?"

"Melon." lagi-lagi Zidni dan Lani berucap serempak.

"Ih ngikutin mulu lo." tuding Lani pada Zidni sambil memicing.

"Dih, lo kali." balas Zidni tak terima.

Temen Curhat (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang