AIR muka gadis yang menjadi fokus netra Kama terlihat tak baik, wajah gadis itu murung sejak tadi. Namanya Alsava. Kata temannya begitu. Kama juga tidak tahu betul, raganya masih malu untuk mengajak berkenalan lebih dulu. Tapi, mungkin untuk yang kali ini alam raya sedang memberi kesempatan untuk berkenalan dengan gadis manis itu. Walau sebenarnya, Kama masih ragu.
“Kama. Shift kamu sudah selesai,” peringat temannya, pemilik kedai ini.
Kama bekerja paruh waktu untuk menambah uang saku, ia tak ingin orang tuanya merasa terbebani, apalagi ia anak pertama dari empat bersaudara.
Kama bersiap-siap untuk pulang kerumah, netranya menangkap gadis itu lagi. Akhirnya, tungkainya memilih menghampiri.
Oke. Ini gila!
Duduk dihadapan gadisnya yang melamun, bahkan ia masih tak sadar ada Kama didepannya. Kama juga tak berniat menyadarkannya, ia masih menganggumi pahatan indah milik Tuhan didepannya.
Sadar ada yang memperhatikan, gadis itu mengalihkan pandangan. Dalam iris coklatnya ada sedikit keterkejutan yang berhasil ia kendalikan. “Maaf?” begitu kalimat pembuka dari gadis ini.
Kama tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya juga kurva matanya, sedikit membuat gadis didepannya tertawa, terkesima.
“Saya Kama,” ujar Kama tenang, walau dalam tubuhnya riuh tak ketulungan. Biarkan ia sok kenal, bukannya kesehariannya memang suka memalukan?
Tapi baru kali ini Kama benar-benar malu akan tingkahnya.Gadis didepannya tertawa. “Alsava,” begitu katanya.
Ternyata benar namanya Alsava.
“Ada yang bisa dibantu?” tanya Sava, melihat sosok didepannya ini terlihat tiba-tiba menghampirinya.
Kama mengernyit. “Tidak kebalik? Seharusnya saya yang bilang gitu.”
Alsava menggeleng bingung.
“Rautmu yang berkata begitu, Sava.”
Alsava tertawa, anggun sekali. “Memperhatikanku, hm?”
Kama mengalihkan pandangan asal jangan menatap mata gadis di depannya ini kepalang malu. Berbeda dengan Sava yang malah tertawa dengan tingkah pemuda yang baru dikenalnya.
“Aku hanya ada sedikit masalah,” jelas Sava.
Kama mengangguk, kembali mencoba tenang. “Ingin pulang bersama?”
Kama tau mereka satu komplek perumahan, ia pernah melihat gadis ini waktu itu, dan dari kedai ini jalan dengan kaki tak masalah.
“Rumahku dekat sini.”
“Saya juga, ayo!”
Sava mengangguk. Mungkin pemuda dihadapannya ini dikirim oleh alam raya yang sedang berbaik hati untuk mengembalikan moodnya yang tadi hilang. Apapun itu, jujur Sava senang walau ia tak tahu akankah bertahan berapa lama.
Nikmati apapun selagi ada, bahagia selagi bisa. Sebelum semuanya terenggut tanpa aba-aba, dan akhirnya hanya bisa menyesalinya. Ingat! Alam raya punya banyak sekali rencana rahasia.
tbc~
KAMU SEDANG MEMBACA
ii. meluruh
Short Storyft. h a e c h a n, espoir series. ❝ kopi itu pahit kalau kita, rumit ❞ ©lenterasemu, 2020