SUDAH kesekian purnama mereka habiskan bersama. Kama sudah berani menautkan tangan mereka. Keterusan malah. Menggenggam tangan gadisnya seperti sudah kewajiban.
Malam ini, mereka berdua berencana ke taman kota. Saat di lampu merah, Kama selalu menyempatkan tangannya untuk mengelus dengkul gadisnya. Mengekspresikan rasa sayang.
Gak harus dengan ucapan, kan?“Nanti disana mau makan apa?” tanya Kama sambil menunggu lampu lalu lintas berubah warna.
“Lalapan, ya?”
Kama mengangguk sambil tersenyum kearah spion, yang dibalas senyum malu-malu oleh Sava.
“Masih malu-malu kadal rupanya.”
Ucapan Kama mendapat cubitan kecil di tangannya yang sedang mengelus gadisnya.
“Sakit, Va.”“Rasain!”
•
•
•JALAN bersisian dengan tangan yang bertautan. Tiba-tiba Kama merasa bangga, moodnya sangat indah malam ini. Apalagi selepas makan tadi.
“Kama.”
“Hm?”
“Senang bersamaku?”
Kama menoleh dengan kernyitan di dahi, mengalihkan pandangan lagi karena gadisnya tetap menghadap depan.
“Menurutmu?”
Kama memilih balik bertanya, ia ada firasat tak baik, tapi memilih mengkuti alur sang gadis.
“Ku harap selalu senang!”
Mendengar jawaban ceria gadisnya, tangannya tak kuasa menahan untuk mengacak lembut surai Sava.
“Kama,” panggil Sava lagi.
Kama tebak gadisnya pasti sedang gelisah.
“Kenapa, sayang?”
Batinnya geli sendiri mendengar kata sayang yang baru ia ucapkan.
“Kalau tiba-tiba aku pergi gimana?”
Tungkai Kama berhenti sebentar, lalu berjalan kembali.
“Kalau saya bisa nahan sih, nahan. Tapi, kalau gak ada pilihan, ya pisah.”
“Gitu ya.”
Tiba-tiba raut gadisnya terlihat murung.
“Kenapa, hm?”
Gadisnya menggeleng lalu tersenyum. Tapi, senyumnya tak sampai membuat matanya tersenyum juga. Kama mengeratkan genggaman mereka diikuti senyum tulus di bibirnya.
“Apapun yang terjadi nanti, kamu harus tau, kalau saya selalu mencintaimu, dan jika berpisah menjadi jalan kita selanjutnya, saya harap itu yang terbaik.” Kama tersenyum tulus.
“Lagian, yang suka sama saya masih banyak, kok!” lanjut Kama dengan muka songong.
Sava mendengus sebal.
“Yang mau sama saya memang banyak, tapi kalau saya maunya sama kamu terus, gimana?”
Gantian Sava yang lupa cara bernapas.
:)
KAMU SEDANG MEMBACA
ii. meluruh
Contoft. h a e c h a n, espoir series. ❝ kopi itu pahit kalau kita, rumit ❞ ©lenterasemu, 2020