ditulis oleh sang gadis bulan satu.
namanya Kama.
satu pemuda yang
selalu melukis semua
dengan adiwarna-nya.hai, kamu
dengan sukacita yang teramat
'ku ingin mengucap selamat,
atas segala sinarmu yang hangat.
yang selalu mencoba dekat,
yang pernah mengikat,
walau sempat bersekat.seberapa jauh jarak kala itu,
segala sinarmu masih mampu
menghangatkan segala
lukisan pilu milikku,
masih mampu menghangatkan
sampai tempatku terduduk
kala itu.kamu memang se-berpengaruh
itu, Kama.dan aku beruntung,
masih diberi waktu
untuk kembali merakit
segala warna baru
bersamamu.
segala dekap erat,
bisik hangat,
bersamamu.nyatanya alam raya tak sejahat itu,
alam raya baik,pada mereka yang mau mengerti
bahwa tak semua hal baik
bisa didapat tanpa diiringi hal pelik.percaya saja pada tangan magis
milik pencipta segalanya.with love,
Sava.••
KEDUA netra Kama fokus melawan musuh dalam komputer miliknya, mulutnya sesekali mengeluarkan umpatan saat kejadian dalam game tidak sesuai perkiraannya. Deringan ponsel Kama tak diindahkan oleh sang pemilik. Selepas komputernya menyatakan game over, Kama menghela nafas dan baru menjawab telpon yang ternyata dari gadisnya.
"Dari mana sih!"
Kama terkekeh. "Salam dulu, sayang."
Terdengar Sava di sebrang menghela nafas keras-keras. "Nasgor, kuy! Lagi ngidam ini."
Kama membulatkan matanya. "LOH, YANG! KITA KAN BELUM SAMPE TAHAP ITU!!" heboh Kama sendiri.
"Kama..."
Kama segera menetralkan rautnya, menegakkan badan. "Siap adinda! Kakanda melucur kesana..."
"JIJIK!!!"
Kama terkekeh sendiri saat Sava mematikan panggilannya sepihak. Beranjak dari tempatnya duduk, bersiap kencan bersama gadis kesayangannya.
••
"Mau beli nasgor dimana?" tanya Sava dengan kepala yang sedikit dicondongkan ke depan agar Kama mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ii. meluruh
Short Storyft. h a e c h a n, espoir series. ❝ kopi itu pahit kalau kita, rumit ❞ ©lenterasemu, 2020