(08) . alsava itu

48 23 14
                                    

      PETANG ini, Kama baru saja selesai mandi. Mencuci mobil bersama sang Ayah baru selesai ia lakukan tadi. Raganya ia istirahatkan diatas ranjang kesayangannya. Rasa lelah baru datang setelah mandi. Kama mengambil gawai diatas nakas, berniat menghubungi gadisnya.

Pacar:)

misi |

      Dalam jarak waktu sepuluh menit baru mendapat balasan dari sang puan.

| dalem
| aku di toko buku

padahal mau ketemu
mbak pacar dulu |

| gembel, dih
| mau nitip sesuatu?

sekotak rindu yang akan
sembuh kalau sudah
ketemu |

      Lalu, tak ada balasan apapun dari Sava. Tulisan online pun hilang. Mumpung tidak ada sang puan, mari Kama dongengkan. Tentang gadisnya.

      Alsava itu hanya gadis biasa dengan segala hal unik miliknya. Pernah Kama tanya apa arti hidup baginya. Sava menjelaskannya begini,

      “Hidup itu, mengalir. Seperti air di sungai, semuanya punya arus sendiri-sendiri,” jelas Sava dengan arah pandang ke depan. Surainya terlihat hitam kecoklatan saat terkena bias sang surya.

      Tiba-tiba Sava mengalihkan pandangan, melihat kearah prianya. “Mungkin kita bisa melawan arus, tapi harus paham dengan konsekuensi yang ada. Akan terpelanting jauh, keras, susah. Bahagianya hidup kita gak akan monoton gitu-gitu aja.”

      Kama tersenyum paham mendengar tuturan gadisnya. “Keluar dari zona nyaman, maksudmu?”

      Sava mengangguk. “Terkadang hidup keluar zona nyaman itu perlu.”

      “Bagaimana jika ada yang tidak menyukaimu?” Kama bertanya spontan.

      Sava tersenyum miring sekilas, arah fokusnya kembali kedepan. “Anggap aja kita lagi jalan, kalau jalan gak fokus kedepan, toleh kanan toleh kiri, bisa nabrak, kan. Bisa kesandung. Yang ngerasain sakit tetep kita. Jadi, biarin aja kalau ada yang membenci. Tetep fokus dengan tujuan, tetep jalan lurus walau samping kanan kiri setan semua.” Sava mengucapkannya dengan tawa di akhir.

      Kama tidak punya alasan untuk tidak jatuh dengan gadis ini.

Bunda... Calon mantunya udah ada!

      Edan yang terakhir. Kama cekikan sendiri, apa-apaan.

      Alsava itu, punya cita-cita yang tak pernah Kama pikir akan keluar dari kurvanya.

      Sambil menggenggam tangan gadisnya, Kama bertanya, “Cita-citamu apa?”

     Sava menjawab dengan lantang, “Polisi!”

      Kama sampai tertawa mendengar sahutan semangat Sava. “Kenapa?”

      Sava terlihat berpikir sebentar, mengukir jawaban yang akan dikeluarkannya dari dalam kepala. “Kenapa, ya? Mungkin karena keluarga juga banyak yang profesinya Polisi, Bunda dulu juga nyuruhnya begitu.”

      “Aku juga minatnya ke baris-berbaris gitu. Aneh, ya?”

      Kama buru-buru menggeleng. Bahkan, tadi ia sempat takjub mendengar jawaban Sava. “Itu keren.”

      Sava tertawa sebentar. “Benarkah?”

      “Tentu saja. Semoga mimpi itu bisa kamu genggam, ya. Semoga alam raya mengabulkannya. Nanti saya bilangin ke alam raya, supaya ia mau memberi tahu kepada tuan jagat raya untuk mengabulkan mimpimu.”

      Kama terkekeh pelan mengingat itu. Alsava yang akan selalu memerah pipinya saat tangannya ia genggam. Alsava yang tak pernah absen untuk membuat status wa setiap harinya. Alsava juga pernah tidak percaya diri tentang dirinya. Tak apa, Kama akan selalu membuat Sava sadar bahwa ia pantas untuk dicinta.

      Ah, Kama jadi semakin rindu! Ponsel Kama berbunyi menandakan ada pesan masuk.

Pacar:) : yasudah, mari bertemu
Pacar:) : yang disini juga rindu

Dah lah. Mau mati aja Kama. Lupa cara bernapas.

Bucin bucin bucin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bucin bucin bucin

ii. meluruh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang