(11) . kenangan manis

59 20 3
                                    

      NETRA Kama terus berkedip. Jantungnya berdebar sangat kencang. Tak percaya dengan manusia dihadapannya ini.

      Ia sang gadisnya dulu. Raut gadisnya terlihat lebih dewasa, semakin cantik pula.
Mendengar kata dulu kenapa sesak sekali?
Kama beberapa kali menggelengkan kepalanya. Sepertinya, ia sedang berhalusinasi.
Tapi semesta, kenapa terasa nyata sekali?
Alam raya, bercandamu tak lucu kali ini!

      Baru saja Kama menguatkan hatinya untuk bangkit, untuk memperbaiki, tapi kenapa Sava malah duduk dihadapannya saat ini. Mendengar suara tawa milik Sava, Kama tau ia sedang tidak berhalu.

      “Hai, Kama.”

      Kama masih membisu, tak tau ingin mengeluarkan kata-kata apa. Otaknya belum bekerja dengan baik. Terlalu tiba-tiba, walau hati kecilnya merasa bahagia.

      “Apa kabar?” tanya Sava dengan hati yang diam-diam sesak walau gembira.
“Aku harap baik,” lanjut Sava lagi mendengar tak ada jawaban dari Kama.

      “Tidak baik.”

      Sava yang mulanya menghadap jalan kini mengalihkan pandangannya ke arah sang pemuda.

      “Aku juga begitu,” lirih Sava.

      “Ayo, saya antar pulang!”

Deja vu.

      Sava bangkit mengikuti Kama yang sudah berjalan lebih dulu.



      MEREKA berjalan beriringan, namun dengan tangan yang tidak bertautan. Hanya bersisian. Yang bertautan itu sudah empat tahun lalu.

      “Aku pindah kesini,” ucap Sava sekedar ingin memberitahu. Namun, tak mendengar jawaban apa-apa dari sang pemuda membuatnya sedikit sedih. Semuanya memang tak sama lagi.

      Selama di jalan, mereka hanya diam. Semua terasa mengejutkan, isi dalam kepala masih sibuk mencerna akan segalanya. Sampai didepan rumah sang gadis pun, masih sama.

      “Aku masuk, ya?” bukan pernyataan tapi pertanyaan. Sava masih ingin bersama Kama, rindunya belum tersalur.

      Kama mengusap wajahnya kasar. Menarik lengan gadis dihadapannya, merengkuhnya dengan nyaman. Seperti dulu, rasanya terasa lengkap. Kama terasa memeluk dunianya.

      “Saya rindu...”

      Kama mendengar isakan dari sang gadis. Bahu Sava bergetar hebat. Kama semakin mengeratkan rengkuhannya.

Tuk sementara

Sampai berjumpa

Bersama-sama, bercanda lagi

Kenangan manis

Di hari ini

Jadi, alasan untuk kembali.” Kama bersenandung lirih di telinga sang gadis.

      Mereka melonggarkan rengkuhan, Sava tertawa mendengar lagu yang mengalun dari kedua belah bibir sang pemuda.

      “Mau mengulang kembali?”

      Pertanyaan Kama tentu saja langsung dijawab anggukan oleh Sava. Selama empat tahun ini ia tak pernah berpindah ke lain hati. Hanya pemuda yang merengkuhnya ini sang pemilik hati.

      “Aku kembali,” bisik Alsava.

      Kama tersenyum. “Jangan pergi lagi,” ujar Kama ikut berbisik di telinga sang gadis.

Semua pertanyaan pasti ada
jawabannya sendiri. Semua
rumah juga tentu punya
pemilik masing-masing.
Begitupun hati, tak peduli
berapa banyak orang akan
datang dan pergi, hati pun
punya pilihannya sendiri.

—kkeut—

minggu depan bonchap gengg—!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

minggu depan bonchap gengg—!

ii. meluruh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang