- lima|

8 1 0
                                    

#empat: ketika kau bersikap tolol hanya untuk membuatku merasa baik-baik saja.

Saat acara pentas seni, aku diminta bernyanyi dengan mengenakan gaun. Aku sangat tidak percaya diri dan gaun membuatku sangat tidak nyaman. Kau melihatku gemetar di ruang band, bertanya aku sedang apa. Aku tidak menjawab. Kemudian saat aku berdiri kau tertawa puas, mengejek. Dan kau akhirnya tahu bahwa aku tidak tertarik memakai gaun itu.

Lalu saat di panggung, tiba-tiba kau sudah memakai gaun yang sama denganku. Kau bermain drum dan memakai gaunsangat tidak cocok. Apalagi bulu ketiakmu yang seolah sedang berteriak. Aku tertawa. Kau membuatku melupakan rasa tidak nyamanku.

Atau judulnya harus diubah jadi "ketidakwarasan"-mu? Kalau kau tidak suka judulnya, ubah sesukamu.

Ah, aku menulis ini sehari sebelum operasi. Kegelisanku cukup memudar. Aku tertawa kecil. Terima kasih, ya.

Aku ikut tertawa kecil, menyengir mengingatnya.

- • -

Saat SMP, aku tidak begitu beruntung. Aku tidak sekelas saat kelas satu dan dua. Jadi aku harus berusaha lebih keras agar bisa bertemu dengannya. Aku mulai mencari tahu ekstrakurikuler yang ia pilih. Band. Cukup mengejutkan karena kukira dia tidak bisa bernyanyi. Suaraku tidak bagus dan aku tidak bisa main alat musik.

Selama setahun, aku berlatih drum di rumah Paman yang letaknya tidak jauh dari rumahku. Aku mampir tiap pulang sekolah dan berlatih seharian saat libur. Akhirnya pada tahun kedua, aku masuk dalam ekstrakurikuler band sebagai pemain drum paling tampan. Karena aku satu-satunya.

Sekolah kami selalu mengadakan pentas seni tahunan. Biasanya dilakukan pada bulan Desember. Seperti biasa, band akan berpatisipasi. Ada aku sebagai drummer, Gerald sebagai gitaris, Panji sebagai keyboardist, Esha dan Hani sebagai vokalis. Pengurus band kami menyediakan pakaian khusus untuk tampil. Yang laki-laki memakai kemeja dan yang perempuan memakai gaun. Gaun biasa dengan warna krem kecokelatan. Sama sekali tidak mencolok.

Tapi mungkin tidak untuk Esha. Aku kembali untuk latihan sekali lagi. Hanya ada Esha di dalam karena yang lain sedang sarapan di kantin. Esha berjongkok sambil menelungkupkan wajahnya. Pinggangnya terlihat besar karena gaunnya naik. Aku memerhatikan. Berjalan mendekat dan berjongkok di sebelah kanannya.

Esha mendongak, mengembuskan napas lambat kemudian menoleh. Wajahnya terkejut. Sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku. Esha menarik napas dalam, mengembuskannya pelan-pelan. Cewek Kanul itu berdiri. Aku menahan tangan kirinya.

Cewek itu menoleh sembari menaikkan kedua alis heran. "Apa?"

"Apa kau tidak menyukai gaunnya?" tanyaku, memandang matanya dengan kening mengerut.

Esha mendesah pelan. "Aneh. Aku tidak cocok mengenakan gaun. Lihat? Bahuku lebar dan tubuhku tidak nyaman saat memakainya. Warnanya agak gelap sampai membuat wajahku terlihat seperti badai." Esha menunduk, menarik sedikit gaunnya lalu menggeleng. "Sangat tidak aku."

Aku terkekeh kecil. "Memang sangat tidak cocok." Kemudian tawaku makin puas. Bukan karena aku menganggapnya konyol. Tapi ekspresi tidak sukanya benar-benar imut.

"Sekarang kau tertawa. Haha. Bagus." Cewek Kanul itu memutar bola matanya malas, tertawa pahit. "Hanya tiga lagu dan semuanya akan berakhir. Setelahnya kau bisa tertawa puas." Esha menepis tanganku lalu keluar dari ruangan.

Sepertinya dia sangat tidak percaya diri. Padahal tubuhnya cantik—aku mengatakan ini dari sudut pandang manusia, bukan laki-laki. Aku menunduk, menghela napas panjang lalu berdiri. Tidak jadi latihan. Aku memilih meminjam pakaian dari pengurus band, Bu Ratih.

16 Mengapa Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang