8. Pulang

2.4K 368 161
                                    

Kucing hitam itu terlelap dengan damai dan aku tidak tega untuk membangunkannya, apalagi menggendongnya. Aku hanya bisa menatap buntalan bulu itu meringkuk dengan isi kepala yang campur aduk. Semua ini tidak bisa kuterima dengan logikaku.

Aku bahkan memeriksa semua akses keluar, tapi tidak ada satu pun yang berhasil membuatku meyakini bahwa Sugar telah keluar menggunakan jendela atau pintu yang ada di rumahku. Satu-satunya akses keluar yang terbuka hanyalah pintu utama, dimana aku berada sebelumnya. Namun, dia tidak keluar lewat pintu itu.

Sugar sungguh-sungguh berubah menjadi sosoknya yang semula.

Tanganku terjulur menyentuh kepalanya, turun menyusuri punggungnya. Semua ini nyata. Aku tidak bermimpi, tidak pula berada di negeri dongeng.

Sugar menggeliat, kemudian semakin mendekap dirinya dengan kedua kaki depannya, merasa terusik karena kusentuh.

Aku menarik tanganku dan memeluk lututku sendiri.

Apakah aku sudah melakukan kesalahan? Satu pertanyaan itu menemaniku dalam beberapa jam sembari terus memperhatikannya.

Dia tidak juga bangun, atau memang rasa bersalahku membuat semua ini terasa begitu lama.

Berusaha menenangkan diri, aku pun menyiapkan makanan untuknya. Aku menuang dalam jumlah yang sangat banyak, tidak lupa susu yang kuletakkan berdampingan dengan mangkuk dry food. Suasana rumah ini mendadak sunyi. Aku mendadak merasa kesepian dan ganjil.

"Sugar...." Aku menyentuh kepalanya. "Kenapa belum bangun juga?"

Dia menggeliat, tapi tidak membuka matanya.

"Sugar marah, ya?"

Kali ini dia tidak ada reaksi. Dia diam, napasnya teratur. Aku masih belum terbiasa melihat Sugar dalam wujud kucing tertidur pulas.

"Cheonsa?" Suara ketukan dari pintu depan membuatku menoleh. "Cheonsa?"

Suara Jinyoung.

Aku melirik Sugar yang masih tertidur, lalu membereskan baju Jungkook yang masih menutupi sedikit bagian tubuhnya dan menaruhnya ke keranjang baju kotor.

Saat aku membuka pintu, Jinyoung menyambutku dengan senyuman.

"Apa kabar?"

Aku mengerjap. "Ba-baik. Masuklah."

Jinyoung pun masuk dan aku salah tingkah. Kehadiran Jinyoung di rumahku membuatku bingung untuk bersyukur atau malah sedih.

"Bagaimana kucingnya?" tanya Jinyoung.

"O-oh... dia sedang tidur, tapi sejak tadi belum bangun."

"Bukannya kucing kalau tidur memang lama?"

"I-iya, sih, tapi ini sangat lama."

Begitu masuk ke ruang tengah, pandangan Jinyoung tertuju pada Sugar yang meringkuk di pojok.

"Apa kau baik-baik saja merawatnya? Tidak sulit, 'kan?" tanya Jinyoung seraya mendekat pada Sugar. Ia berjongkok dan mengelu-elus Sugar.

"Ti-tidak, sih," jawabku.

"Cheonsa...." Jinyoung menoleh padaku. "Kenapa badannya lemas sekali?"

"Hah?" Dengan panik aku mendekat pada Jinyoung, ikut jongkok di dekatnya. Jinyoung menggerakkan tubuh Sugar, tapi tubuh kucing itu begitu lemah seperti jelly.

"Kau sudah memberi makannya?" tanya Jinyoung lagi.

"Sudah, kok. Sudah."

"Kenapa badannya lemas sekali?" Jinyoung mencoba membuka mata Sugar, tampak selaput putih menutupi matanya. Sugar pun tidak terpengaruh sama sekali, tetap memejam setelah tangan Jinyoung berpindah dari matanya.

CATNIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang