4. BAU

2.3K 343 138
                                    

🙈 Lil bit dirty

"NUNA! NUNA! NUNA!" Sugar melompat-lompat sambil memelukku, tubuhku ikut bergoncang karenanya, pelukannya erat sekali sampai aku sesak napas. Aku tidak bisa mendorongnya, tenaganya begitu kuat, tidak singkron dengan ukuran tubuhnya. "KANGEENN! KANGEN SEKALI!"

"HA-HA-HA." Aku tidak tahu harus bereaksi apa. Mengapa dia bisa pulang ke rumah? Bukankah dia kucing?

"Nuna, baik-baik saja, 'kan?" Dia mengendorkan pelukan dan menatapku lekat. "Dompetnya sudah ketemu?"

"Hahaha, su-sudah, kok...."

"Pasti susah sekali mencarinya. Sugar saja mencari ke mana-mana tetap tidak ketemu." Manusia jelmaan kucing itu mengerucutkan bibir. Wajahnya terlihat kotor dan badannya pun bau. Jangan-jangan dia juga tidak tahu caranya mandi. "Nuna, tahu tidak? Sugar mencarinya sampai jauh sekali. Untung saja ketemu Paman baik hati ini!"

Pada saat itulah aku baru menyadari kalau ada seorang pria paruh baya di ambang pintu. Pria itu tersenyum penuh arti padaku. Kepalaku semakin berdenyut karenanya.

"Nuna, paman ini yang mengantar Sugar ke sini! Pamannya tidak tahu tapi Sugar yang memberitahu jalannya. Untung saja Sugar ingat!" Rasanya aku ingin pingsan mendengar penuturannya. Aku benar-benar tidak menyangka kalau ingatan siluman kucing ini sangat tajam sampai jalan yang berkelak-kelok pun masih bisa dihapalnya dengan baik. Padahal, aku dan Jungkook sudah mencari jalan yang paling jauh untuk ditempuh menuju Gwangjang. Namun, siluman yang satu ini tetap tahu alur perjalanan kembali.

Pria paruh baya yang masih berdiri dengan sopan di ambang pintu hanya menyengir pada kami, tanpa memerlukan kalimat basa-basi pun aku tahu apa yang tersirat di balik wajah santunnya itu.

"A-aahh, iya... maafkan Nuna, ya?" kataku.

Sugar tersenyum lebar dan kembali memelukku. "Sugar lega melihat Nuna baik-baik saja. Padahal Sugar mengira Nuna diculik orang."

Mendengar itu aku jadi tidak enak hati padanya. Aku ini sudah berniat jahat dan dia masih mencemaskanku. Dia ini polos sekali.

"Sugar takut sekali, lhooo...." Aku menghela napas, merasa semakin bersalah saat dia mengusakkan hidungnya yang basah ke bahuku. Jangan katakan dia menangis!?

"Ehmm, anu...." Menegakkan pandangan, aku pun langsung melepas pelukan Sugar susah payah. Canggung sekali dipeluk lelaki tapi dilihat oleh orang lain. "Nona, benar kakaknya pemuda ini, ya?" ucap pria paruh baya itu padaku.

Aku menggeleng, tapi saat melihat mata berbinar Sugar gelenganku berganti menjadi anggukan ragu-ragu. Apa makhluk ini memiliki sihir supaya aku terus mengikuti keinginannya, ya? "Y-ya, dia saudara jauhku."

Pria itu menggaruk kepalanya salah tingkah. "Ah, aku bisa menceritakannya pada Nona berarti."

"Cerita apa?" Kulirik Sugar yang kini memainkan telunjuknya, bibirnya manyun dengan pandangan menunduk. "Apa... anak ini membuat masalah?" Anak, ya? Anak apanya? Sudah dewasa begini malah kusebut anak. Apa, sih, yang sedang kulakukan sekarang? Rasanya ingin menangis saja.

Sebagai pembuka atas jawaban pertanyaanku, pria itu mengangguk. "Dia dipukuli oleh beberapa pedagang di pasar karena tidak sopan. Kalau boleh tahu...." Pria itu menggerakkan tangannya, memberi isyarat padaku agar mendekat. Ragu, aku pun mengikuti instruksinya dan pria itu berbisik padaku. "Adikmu ini ada kelainan, ya?"

"HAH?" Aku membelalak. Bukan. Bukan karena terkejut. Sugar memang sudah berbeda sejak awal pertemuan, tapi suara pria yang sedang berbicara padaku ini sama sekali tidak mengisyaratkan sesuatu yang baik. Maka, otakku yang liar ini pun sudah berpikir yang macam-macam.

CATNIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang