-Adelleisa Timrita-
Dua hari lagi akan dilaksanakan ujian akhir tahun ini. Bu Toria tidak mengizinkanku berada di perpustakaan sepulang sekolah sejak kemarin. Karena itulah, teman-temanku mengajakku pergi ke rumah Kia sepulang sekolah. Sekarang kami berada di ruang TV nya.
"Aku hanya ingin melompati waktu hingga pesta akhir senior". Aron menyimpan tasnya di sofa dan berbaring disitu. Kia membawakan beberapa makanan ringan dan minuman dari dapur. Digar berbaring di karpet dengan menjadikan tasnya sebagai bantal. Fara dan aku duduk di dekat Digar.
Kia meletakkan makanan dan minuman yang ia bawa di depanku. Ia kemudian duduk di siku sofa sebelah kanan. "Berpindahlah, Aron". Aron duduk dan Kia menggesernya.
Fara mengambil minuman. "Tidak sampai setahun lagi, lalu kita akan masuk ke universitas. Apa kalian memikirkannya?".
"Haruskah kita memikirkannya?" tanya Digar dengan memejamkan mata.
Aron mengangkat bahunya. "Aku tidak akan memikirkan ujian dan universitas. Kita akan bersenang-senang di pesta setelah ujian".
Digar mengacungkan jempol. Aku menoleh ke Aron. "Pesta itu hanya omong kosong. Maksudku, kita bahkan tidak mendapatkan apa-apa dari itu".
"Kau selalu datang, Timi". Fara mengangkat alisnya.
Aku menghela nafas. Kia melihatku sambil tertawa kecil. "Dia tidak akan datang jika aku tidak memaksanya. Jan selalu mendukungku untuk membawanya."
"Dan aku tidak akan membiarkanmu tidak datang ke pesta tahun ini". Kia mengedipkan sebelah matanya kepadaku.
Aron meletakkan kedua tangannya di kepalanya dan memejamkan matanya. "Kita akan melihat para gadis menggunakan gaun mereka dan menata rambut mereka. Kalian tahu....".
Digar memotong bicara Aron. "Kau bilang kau men...".
Fara dengan cepat menutup mulut Digar dengan tangannya. "Digar kau tahu, tadi..mmm..ada, ada sesuatu yang, yang masuk ke mulutmu". Fara mengatakannya dengan terbata-bata. Digar mencoba melepaskan tangan Fara dari mulutnya.
Kia menatap mereka berdua dengan heran. Fara melepaskan tangannya. Aku mengangkat alisku dan mencoba menahan senyum.
Fara melihatku. "Aku mencoba menyelamatkan mulutnya".
Aku mengangguk.
Aron membuka matanya.
Digar duduk, lalu mengambil makanan ringan. "Aku merasa teraniaya. Oh, aku rasa aku harus mengatakan ini". Digar memakan makanannya.
"Jangan bilang". Aron menutup matanya dan bergaya seolah-olah membaca pikiran Digar. "Kau akan bilang, hmm... kalian menyadari sesuatu tentang Tobias".
Digar berhenti mengunyah dan menatap Aron penuh pertanyaan. "Bagaimana kau...".
"Kalian sepupu. Ayolah". Kia memotong Digar.
"Aku bisa membaca pikiran kalian semua". Aron menoleh ke Kia. "Dan kau, Kia. Kau berpikir akan menikahiku".
Digar, Fara dan aku menatap Kia. Ia melihat kami berempat bergantian. "Ayolah".
"Dia serius". Fara memukul punggung Digar.
Digar terkejut.
Aron menghadap Kia dan menatapnya dengan, memelas mungkin. "Kau tahu, Kia. Kau itu penuh semangat dan berbeda. Kau, aku tidak tahu akan berkata apa lagi".
Fara membuka mulutnya, menutupnya, membuka lagi. Seakan tidak tahu akan berkata apa. Digar mengangkat alisnya dan aku kehabisan kata-kata.
Kia melihat kami bertiga. "Jangan mencoba, baik. Ini bukan ulang tahunku. Mengerti?".
Aron kembali duduk seperti semula dan menyandar. "Tidak ada yang bilang ini hari ulang tahunmu".
Aku menggeleng pelan. "Aku tidak percaya kau mengungkapkan perasaanmu".
"Dan setelah ini, kau juga akan tidak percaya". Digar kembali berbaring dengan tasnya sambil melihatku. Aku memberi isyarat kepadanya, katakan ada apa.
"Tobias. Dia menyukaimu"
"Apa?!" Fara dan Kia serempak.
Aron melihatku. "Tidak mungkin, dia menyukaiku. Apa sekarang kau sudah mengendarai motor?".
Aku memukul dahiku. "Bagaimana kau...". Digar memotongku.
"Sederhana. Setiap dia berada didekatmu, dia akan mencuri pandangan kepadamu. Jangan lupakan senyumnya dan kau, kau akan membalasnya karena kau juga menyukai mata hijaunya itu". Digar melihatku dengan senyum lebar. "Betul?".
Bagaimana dia.. tidak. Tidak mungkin.
Fara melihatku sambil tersenyum. "Dan aku juga menyadari itu".
Aku tidak tahu harus bicara apa.
Aron meminta Fara mengambilkannya makanan ringan. Fara mengambil dan memberikannya. Aron memakannya. "Selama ini, kau...kau...mmm". Aron bicara sambil mengunyah.
"Tidak bisakah kau habiskan makananmu dulu" Kia menatap Aron.
Aku melihat ke Kia. "Apa kau percaya ini?" tanyaku.
Kia mengangkat alisnya. "Aku tidak akan meragukan Digar. Kau?" tanyanya balik.
Aku menggigit bibirku.
"Lihat. Sudah kubilang". Digar mengeluarkan ponsel dari saku celananya setelah mendengar bunyi notifikasi. Dia membaca pesan dan duduk. Dia mengambil tasnya.
"Saatnya pulang, dari ibuku tersayang". Digar berdiri.
"Aku akan pulang nanti saja". Aron mengeluarkan uang dari sakunya, melipatnya dan melemparkan ke Digar. Digar menangkapnya. "Belikan telur dan susu cokelat".
Digar melihat Aron dengan sedikit kesal. "Ibumu menyuruhmu. Baiklah nanti akan kubelikan". Digar memasukkan uang tadi ke sakunya. "Kau akan pulang denganku?" tanya Digar kepada Fara.
Fara mengangguk. Meminum minumannya dan berdiri. "Sampai jumpa".
Mereka berdua berjalan ke pintu, membukanya kemudian menutupnya. Terdengar suara motor yang baru dihidupkan dan kemudian melaju.
"Apa kalian tidak berpikir Digar menyukai Fara?" tanyaku.
Aron dan Kia saling bertatapan. Kemudian Aron melihatku. "Kau mencoba mengalihkan topik, Nyonya Pride".
Kia tertawa. "Nama itu cocok untukmu, percayalah".
Aku memakan makanan ringan.
"Kau juga menyukainya kan?" tanya Aron dengan nada mengejek.
Aku menggeleng. "Tidak. Pertama, aku TIDAK menyukainya. Kedua, aku BUKAN Nyonya Pride dan ketiga, JANGAN panggil aku dengan panggilan itu".
Jantungku berdebar. Aku merasa gugup ketika mendengar nama 'Pride'. "Apa kau mencampurkan sesuatu ke makanan ini, Kia? Perutku mual memakan ini".
Kia tertawa. "Kau tidak mual. Hanya gugup karena Tobias Pride".
Aku menatapnya dengan tatapan marah.
Kia dan Aron saling bertatapan dan tertawa. Kemudian mereka berdua tos.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear
HumorSeorang gadis yang harus tegar karena ditinggalkan banyak orang tersayang. Semuanya berubah ketika seorang laki-laki datang ke kehidupannya dan menemaninya. -Kau akan memeluknya dan mendengarkan detak jantung didadanya. Disitulah kau tahu kau tidak...