SEBELAS

1 0 0
                                    

-Adelleisa Timrita-

"Dia buta" jawabnya.

Aku melihat ke wajahnya. Matanya yang hijau itu, rambutnya yang pirang dan bibir tipisnya. Dia sangat mempesona.

Jangan lupakan harum spesialnya.

"Kau cantik. Bagaimana dia bisa mengatakanmu buruk rupa. Dia benar-benar sudah buta". Tobi tersenyum.

Tatapannya sangat membuatku luluh. Maksudku, dia punya mata yang indah dan ketika menatapnya, kau akan melihat sesuatu yang terdalam dari situ. Jantungku berdebar dan aku rasanya ingin pergi, tapi tidak bisa.

"Biarlah dia berkata apa. Aku, aku tidak peduli". Aku menatapnya. Menatap matanya seperti membuatku seakan sudah mengenalnya sejak lama.

Tidak, jangan.

"Kau selalu berkata begitu, kan. Sebenarnya kau peduli. Kau bersikap seakan tidak peduli dengan Anita tapi sebenarnya, kau ingin membantunya".

Bagaimana..?!

Aku tersenyum heran. "Apa kau mendengarkan kami berdua?".

Tobi menyandarkan dirinya di kursi. "Jadi aku benar?".

Aku mengalihkan pandanganku ke lilin yang ada ditengah meja. Aku tersenyum lalu mengangguk. "Ya, kau benar. Tapi dia tidak ingin aku menolongnya, aku tidak bisa memaksanya".

Tobi membungkukkan badannya. "Hei, lihat aku".

Aku menoleh.

Dia tersenyum menatapku. "Kau bisa membantunya. Hanya soal waktu. Suatu saat dia akan menerima bantuanmu. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, kan".

Ya, kau benar. Mungkin bukan sekarang.

Aku tersenyum lebar. "Ya, kau benar".

Dia tertawa kecil dan kami berdua saling bertatapan.

Jantungku berdebar, tapi aku tidak gugup. Entah mengapa kali ini aku tidak gugup ketika berada didekatnya.

"Hei, kalian..."

Kami berdua spontan menoleh ke asal suara. Aron, Kia, Digar dan Fara sudah datang dengan membawa makanan dan minuman.

Mereka sepertinya terkejut melihat kami berdua.

Tobi bangkit dari kursinya. "Ah, sepertinya aku harus pergi. Nikmati pestanya".

Aku spontan memegang pergelangan tangannya. "Bergabunglah dengan kami".

"Ya, duduklah dengan kami, Tobias" Aron memintanya duduk kembali.

Aku melepaskan tangannya.

"Tidak, tidak. Aku harus kembali bersama teman-temanku, terima kasih" Tobi melihatku lalu mengalihkan pandangannya.

Aron mengangguk. "Ya, baiklah".

Tobi tersenyum. "Tuksedo yang bagus, kawan". Dia menunjuk ke Aron.

Aron tertawa. "Yeah! Kau memang idolaku!".

Tobi tertawa kecil kemudian meninggalkan kami.

Mereka berempat kemudian meletakkan yang mereka bawa di meja lalu duduk. Digar duduk disebelah kananku dan Fara disebelahnya. Kia disebelah kiriku dan Aron disampingnya. Tentu saja, masih ada tiga kursi kosong. Fara dan Kia menyimpan tas mereka di salah satu kursi kosong.

"Aku tahu kau tidak ke toilet, jadi kubawakan ini untukmu". Digar memberikan sepiring beef steak dengan beberapa kentang goreng.

"Siapa yang membuatnya?" tanyaku sambil memotong steak.

My DearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang