"Utiiiiiiii!"
"Ya Allah, Uti bahkan baru keluar dari mobil." Ketawanya yang anggun, membuat semua bebanku sirna. "Arum, tolong bawa masuk tasnya ya. Ohiya, Dino, masuk dulu istirahat. Nanti kalau mau langsung pulang boleh kok. Saya pulang biar diantar cucu laki kesayangan."
Aku memeluknya erat, membiarkan Santi berdialog khusus dengan Arum dan Dino untuk masuk ke dalam rumah. Meski menyebalkan, Santi sangat inisiatif dalam menyambut tamu.
Tak perlu khawatir.
"Ra, kamu begadang terus ya tiap malam?"
Aku mundur beberapa langkah. "Enggak."
Uti tersenyum penuh arti, menatap ke belakang ... tiba-tiba seseorang merangkul pundakku. "Gharda, Bora diajak begadang terus ya?"
Laki-laki itu tertawa. Maju tiga langkah untuk memeluk Uti dengan erat sambil mengatakan kerinduannya. Bogor-Jakarta memang tidak jauh, tetapi pekerjaannya yang padat membuat dia tidak mungkin sering datang ke sana.
Aku sudah lega karena ia melepas pelukan, tetapi ternyata salah. Tubuhnya kembali berdiri di sebelahku, merangkul bahu sambil mengecup sisi kepalaku. "Tanya sama Bora, dia yang ngajak Gharda begadang terus."
Aku mencubit pahanya kencang, dia hanya menggeliat, tetapi tertawa bersama Uti, seolah aku tidak ada di sini.
"Dasar kalian ini. Rajin kontrol dokter kan?"
"Rajin, Uti," jawabnya antusias. Begitulah, meski secara darah, Uti adalah nenekku, entah kepercayaan diri dari mana, lelaki ini merasa dialah yang paling berhak memonopoli. "Katanya sehat, memang harus sabar. Ada beberapa pasangan yang memang diminta Tuhan untuk berdua lebih lama, supaya indah tepat pada waktunya."
"Makin pinter kamu. Uti nggak disuruh masuk nih?"
Tangannya menepuk jidat. "Sampe lupa. Sayang, kamarnya Uti udah beres semua, kan?"
Aku tersenyum, "Udah."
Uti menggandeng tanganku, kami berjalan memasuki rumah. "Kamu nih, kalau ngomong sama suami masih seirit itu. Kamu beruntung banget dapetin dia. Di luar sana, bayangin ada berapa cewek yang pengen di posisimu."
Silakan. Ambil posisiku.
"Salah, Uti!" teriak Gharda yang sudah lebih dulu berjalan, karena langkahnya lebar. "Gharda yang beruntung dapetin Bora. Dia hadiah terbaik dalam hidup Gharda."
Uti tertawa, aku menahan mual yang menyiksa.
Sesampainya di kamar yang akan ditempati Uti, aku menemukan Arum dan Santi sedang memindahkan pakaian juga keperluan lain milik Uti. Aku tidak pernah menyesal mempekerjakan dua gadis itu.
Sama-sama memuaskan.
"Uti nginep berapa hari?"
"Lho, kok pertanyaannya gitu?"
Aku menelan ludah. Merasa sedang diperhatikan, aku melirik Santi dan ternyata benar. Dia pun sedang menatapku. Kami malah saling tatap entah untuk tujuan apa. Namun, dia jelas buru-buru memutus pandangan.
"Uti sih memang nggak bisa lama. Tantemu mau datang ke Bogor. Makanya, Uti sempetin ke sini. Seminggu mungkin."
Kenapa seminggu terasa lama sekali? Dalam seminggu itu, aku harus berbagi kamar dengan bajingan itu. Berbagi kamar mandi dan mungkin juga akan duduk di meja makan yang sama.
Kamar di sini tidak banyak. Pertama, jelas kamar utama yang kutempati. Kedua, kamar tamu untuk Uti. Ketiga, kamar yang—dulu rencananya—untuk calon anakku, sekarang ditempati Arum. Kemudian kamar milik Santi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beda Cerita
RomanceBora merasa keberadaannya disembunyikan sebagai istri Gharda, seorang penyanyi terkenal di Indonesia. Dengan semua kesalahpahaman yang terjadi, pertengkaran demi pertengkaran tak mampu dielakkan. Apakah perpisahan memang jalan terbaik untuk mereka? ...
Wattpad Original
Ada 3 bab gratis lagi