PART 3
Langit membukakan pintu depan mobilnya.
Syafa maju karena dia pikir Langit membukakan pintu itu untuknya. Namun, tiba-tiba dia berkata, "belakang." Dengan lirikan mata tajam.
Astaga, Syafa lupa kalau disini dirinya bukan hanya berdua tapi bertiga dengan Abel. Pelan-pelan Syafa melangkah mundur, membuka pintu mobil sendiri dan masuk.
Dia baru akan duduk santai saat melihat Langit mencondongkan tubuhnya ke hadapan Abel. Deg, deg, deg. Apa yang Syafa pikirkan, Langit cuma memasangkan seatbelt kok.
Syafa menutup wajah malu. Gimana kondisi hatinya berada dalam satu mobil dengan mereka berdua yang terus bermesraan ini?
Huft, perjalanan pulang ke rumah jadi serasa lebih lama dan jalannya jadi seperti makin panjang saja. AC mobil menyala, tapi kenapa Syafa tetap merasa kegerahan disini.
Dia bergeser ke dekat pintu mobil, membuka kaca jendelanya sedikit, membiarkan udara di luar masuk ke dalam dan menerpa wajahnya. Sangat disayangkan, karena tiba-tiba ada petir yang menyambar di dada Syafa begitu mendengar suara tawa Langit dan Abel.
Ah, apa yang harus Syafa lakukan sekarang? Suasana baginya terdengar canggung tidak seperti keduanya yang tampak bersenang-senang dengan obrolan mereka.
Dia memutuskan bermain ponsel meski tak dapat dipungkiri suara tawa keduanya masih bisa Syafa dengar. Jengah dengan semuanya, Syafa mengeluarkan earphone tanpa kabel, menyalakan musik dari ponsel ber-merk Iphone.
Tubuhnya dia tegakan dan dia sandarkan ke punggung kursi. Rasanya, momen seperti ini akan mendapatkan feel lebih jika dia kembali melanjutkan cerita yang dibuatnya di Wattpad.
Itu dia salah satu hobi Syafa selain berkutat dengan buku-bukunya. Menulis menjadi ajang menuangkan perasaan yang selama ini dia rasakan. Bagi Syafa, menulis untuk dibagikan lebih menyenangkan seperti akan ada orang yang memahami keadaannya juga. Syafa mulai menulis 5 bulan lalu, followers-nya di Wattpad sudah mencapai 137 ribu, ada 2 cerita yang Syafa buat tapi hanya 1 yang sudah tamat. Pembacanya sudah sangat banyak, di cerita yang sudah tamat saja, dia mendapat 14 juta pembaca yang mungkin sekarang sudah bertambah dan di cerita satunya yang belum lama dia publish sudah mendapat lebih dari 3 juta pembaca.
Antusiasme mereka membuat Syafa senang sekaligus bahagia. Apalagi, jika banyak yang menebarkan komen baik tentang ceritanya. Bahkan, belum lama ini Syafa ditawari oleh salah satu penerbit yang tertarik dengan karya Syafa. Namun, Syafa masih menimang-nimang untuk menerbitkannya atau tidak.
Banyak ide muncul di kepala Syafa, membuat Syafa lupa akan Langit dan Abel yang sekarang diam. Sesekali Langit melirikan matanya ke kaca yang ada diatas dashboard, mungkin kepo sama apa yang Syafa lakukan, terlebih Syafa senyum-senyum sendiri.
"Fa," panggil Langit.
Tampaknya, Syafa tidak mendengar panggilan itu saking asyiknya dia menulis. Membuat Langit harus memanggilnya sekali lagi.
"Fa."
Syafa masih tidak menjawab.
"SYAFA!" bentak Langit.
Syafa langsung tersentak hingga memundurkan kepalanya. Degup jantungnya berpacu cepat. Langit marah? Ah, Syafa tidak ingin Langit marah kepadanya lagi.
Buru-buru dia melepas earphone-nya. Seketika mata Langit terbuka lebar. Batinnya berkata, pantes gak nyahut, orang disumpel earphone gitu.
"Kenapa?" tanya Syafa kemudian.
"Pindah depan," titah Langit. Menunjuk kursi penumpang yang tadi diduduki Abel sudah kosong. Beralih menatap ke sisinya, justru Abel duduk disana.
Syafa langsung sinkron dan pindah ke depan sambil membawa tasnya.
Ini sudah lumrah terjadi, setiap sampai di gang kompleks perumahaan dekat rumah Syafa, Langit akan memintanya bertukar tempat dengan Abel. Setiap kali Syafa tanya alasannya, Langit pasti menjawabnya dengan kedikan bahu.
Tapi, Syafa tahu pasti kalau Langit tidak ingin kena marah abangnya karena membawa Syafa duduk di belakang sementara gadis lain duduk di sampingnya. Ya, segala hal baik yang Langit lakukan adalah karena dia takut pada abangnya—begitu sih pikir Syafa.
Mobil Langit berhenti di depan rumah berpagar putih yang menjulang tinggi. Rumahnya tidak terlalu luas, yang ada malah halamannya yang dibuat luas. Terdiri dari dua tingkat dengan cat putih semua. Ada 2 mobil terpakir di garasinya, Maserati Grandcabrio hitam dan Jazz putih yang diyakini milik Syafa.
"Makasih," ucap Syafa sebelum turun. Kepalanya terputar ke belakang. "Duluan ya, Bel. Kalian hati-hati." Seukir senyum dia berikan untuk Abel, lalu menutup pintu mobil dan berdiri di depan pagar, menyaksikan mobil Langit mulai berjalan setelah Abel pindah kembali ke depan.
Syafa membuka pagar saat sebuah klakson motor sport yang sangat dia hafal bunyinya menerobos masuk ke indra pendengaran Syafa.
Tiiinnn!!!
"ABANGGG!" marah Syafa seraya memelototi Albar—abangnya.
Usai memarkirkan motornya, Albar turun dan langsung mengamit kepala Syafa ke ketiaknya.
"Iih, bau bang! Lepas, lepasin, lepasin bang iih!!!" Syafa terus memberontak sampai keduanya masuk kedalam rumah.
Albar tertawa puas saat melihat wajah Syafa merah padam. Tangan adiknya itu mengepal, bersiap meninju dirinya.
Kyak!
Meleset.
Albar menjulurkan lidahnya.
"Nyerah aja sih, Fa. Dari dulu sampai sekarang kamu nggak pernah berhasil nonjok abang," ejek Albar. Menuangkan air kedalam gelas, lalu meneguknya hingga tandas.
"Tahu ah." Syafa mencebik sebal. Dia mengambil segelas air yang disodorkan Albar padanya. "Kok tumben jam segini udah pulang, biasanya nongkrong dulu sama temen-temen abang."
"Lagi bosen nongkrong sama mereka. Kali-kali, abang pengin ngabisin waktu berdua sama kamu," ujar Albar. Mengelus lembut puncak kepala Syafa.
"Ayo ah mandi, abis ini abang mau ajak kamu keluar soalnya."
Syafa mengangguk, menurut.
Albar merangkul adik tercintanya itu menuju kamar mereka yang ada di lantai 2. Dia membukakan pintu kamar untuk Syafa, setelah memastikan adiknya masuk barulah Albar ke kamar samping yang merupakan kamarnya.
Suatu perhatian inilah yang kadang kala membuat Syafa merasa hal yang dia ingin Langit melakukan padanya terbalaskan oleh perlakuan Albar.
Syafa terdiam diujung kasur. Menerawang ke langit-langit kamar yang bernuansakan pink-biru-putih itu. Dia merogoh ponselnya, membuka roomchat-nya dengan Langit. Syafa tersenyum kecut sesaat melihat pesan yang dia kirim pagi tadi belum Langit balas.
Semakin Syafa men-scroll isi percakapan mereka, semakin Syafa terluka menyadari Langit tidak pernah membalas pesan-pesannya. Hanya ada beberapa pesan yang Langit kirim, berupa suruhan-suruhan untuknya.
Syafa :
Udah sampai?
Jangan lupa sholat ashar.
Jangan lupa makan juga.5 menit menunggu, tapi Langit tak kunjung membalas pesannya. Dia mendesah sebelum akhirnya meletakan benda pipih itu diatas nakas dan sesegera mungkin menuju kamar mandi. Tubuhnya sudah lengket penuh keringat. Terlebih abangnya itu tadi bilang akan mengajaknya pergi dan Albar adalah tipikal cowok yang tidak sabaran. Sangat tidak memungkinkan untuknya menunggu Syafa mandi, bisa-bisa Albar tidak jadi mengajaknya pergi.
***
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Secret
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [WAJIB SPAM KOMEN, MINIMAL 10 KOMEN UNTUK 1 ORANG DALAM 1 PART] [WAJIB KLIK BINTANG DIPOJOK KIRI BAWAH] *** LANGIT Ada 3 ketakutan Langit di dunia : 1. Identitasnya terungkap sebagai k...