PART 4

210 28 36
                                    

PART 4

Mobil Albar berhenti disebuah restoran seafood diperempatan jalan. Syafa langsung melompat keluar begitu Albar membukakan pintu untuknya. Gadis cantik berpakaian kaus lengan panjang dengan garis pink-putih yang dipadukan celana boyfriend itu tampak riang.

Bergelayutan manja di tangan Albar. Menarik abangnya masuk dengan tergesa-gesa. Lonceng diatas pintu berbunyi nyaring menyambut kedatangan Syafa.

Dia tersenyum saat bau masakan khas rempah-rempah dengan berbagai jenis biota laut menyeruak. Membuat cacing di perut Syafa berteriak minta makan.

Sadar akan tingkah Syafa yang seperti monyet kelaparan, Albar segera menariknya untuk mencari meja. Disaat matanya tengah sibuk menyapu pandangan, dia menemukan sesosok manusia jangkung tengah duduk sendirian, khusu menatap ponselnya sambil berpangku kaki.

Albar berjalan mendekat dengan Syafa di sisinya yang tak bisa diam menatap menu milik orang lain. Sampai dia tidak sadar berada dimana dirinya sekarang.

Suara bariton khas orang yang sangat dia kenal masuk ke telinganya. Refleks, Syafa menoleh. Mata mereka bertemu, mendadak Syafa tegang.

"Bang Albar, Syafa, makan disini juga?" tanya Langit. Menunda ponsel yang berisikan banyak tulisan itu di meja.

Ragu-ragu Syafa mengangguk.

"Duduk bang, Fa," titah Langit.

Dengan santai Albar duduk, sedangkan Syafa duduk saja harus pakai acara slowmotion. Sangat lamban. Masalahnya dia takut dan cukup gemetar untuk duduk berhadapan dengan pacarnya sendiri.

"Udah pesen?" tanya Albar sambil tangannya melambai ke salah satu pelayan supaya menghampiri mereka.

"Udah kok."

"Mau pesan apa kak?" Pelayan itu memberikan buku menu kepada Albar dan Syafa.

Tanpa pikir panjang, Syafa dan Albar kompak menjawab, "Nasi goreng seafood toping udang. Minumnya jeruk peras."

Dapat mereka lihat, pelayan itu menyunggingkan senyum kecil. "Kakak sama pacarnya kompak banget. Hehehe."

"Dia adik saya, mbak," ralat Albar.

"Dia pacar saya, mbak," ralat Langit yang hampir bersamaan dengan Albar. Bahkan, untuk menunjukan kepemilikannya, Langit sampai menggenggam jemari Syafa lalu mengecupnya.

Sontak saja itu membuat si pelayan malu dan langsung pamit undur diri. Bukan hanya si pelayan, melainkan Syafa yang jantungnya berdegup tak karuan. Mendengar Langit mengakuinya sebagai pacar di muka umum saja sudah senang apalagi mendapat bonus kecupan di tangan.

Albar yang melihat interaksi kedua orang ini mencebikan bibir kesal. Dia bergumam, "Tau gitu gue nggak duduk disini jadi nyamuk."

"Siapa suruh gue titah duduk di sini mau?" Langit tertawa.

Albar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hahaha. Iya juga ya." Lalu berimbuh setelah tawanya reda. "Lo ke sini sendiri, Lang?"

"Iya."

"Kenapa gak ngajakin si Syafa, kasian dia di rumah nganggur nggak ada yang mau ngajak jalan."

Syafa menginjak kaki Albar dengan penuh minat. "Enak aja! Yang ngajak jalan malem ini, kan, Abang. Kok jadi Syafa!" seru Syafa tak terima dengan celotehan abangnya.

"Yeu, itukan karena abang ngerasa kasian sama kamu. Jarang ada yang ngajak jalan, pacarnya aja takut ngajak kamu jalan. Makanya jadi cewek jangan gahar-gahar, Fa."

"Iiih, abang. Enggak kok," bela Syafa. Bibirnya mengerucut tak suka.

"Gue bukannya takut ngajak dia jalan, cuma takut ganggu waktu belajarnya. Jam-jam seginikan biasanya Syafa belajar," sanggah Langit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang