Pagi ini Jaebeom tersenyum menatap sebuah sample majalah yang nantinya akan memperlihatkan persaingan ketat dua ahli make up di Seoul itu. Sebenarnya senyuman Jaebeom memiliki arti menjatuhkan karena Yuri adalah rekan bisnisnya.
"Aku hanya menunggu hari dimana kau jatuh, Park Jimin."
Saat ini Jimin benar-benar tidak bisa fokus. Tatapannya selalu saja mengarah pada layar komputer yang menampilkan beberapa berita Seulgi. Dia tahu, seharusnya dia tak melakukan hal seperti ini. Apalagi dia ingin sekali melupakan soal wanita itu.
Jimin menyandarkan tubuhnya, mengusap kasar wajahnya. Dia benar-benar lelah menampik beberapa hal yang terus saja mengganggu pikirannya. Dengan cepat dia mematikan komputernya dan berjalan keluar. Dia sungguh membutuhkan udara segar sekarang.
Jimin membulatkan matanya kala mendapati ruangan yang biasanya menjadi tempat Dahyun bekerja terbuka. Dia mengintip dan sungguh terkejut saat melihat Dahyun dan Taehyung yang saat ini sedang berbincang ringan.
Sial, kenapa aku harus melihat ini?
Jimin memutar tubuhnya, mencoba melupakan apa yang baru saja dia lihat.
"Kenapa kau tidak masuk?" Jimin mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, menghindari tatapan Seongmin yang merupakan gurunya itu. "Jimin, kau tidak akan menjawabku?"
"Aku rasa itu bukanlah sebuah pertanyaan yang harus ku jawab." Jimin langsung saja berlalu dan membuat Seongmin penasaran, mengintip ke arah ruangan itu. Dia kemudian menutup mulutnya tak percaya melihat interaksi akrab antara Taehyung dan juga Dahyun di dalam.
"Ah Jimin sepertinya sedang sangat kesal."
"Kau sungguh akan mengakhiri kontrakmu?"
"Eoh, aku sudah tidak nyaman berada disana. Tapi tenang saja, Yuri noona sudah menemukan agensi baru untukku." Dahyun hanya mengangguk. Dia paham, perasaan Taehyung karena dia yakin agensi tak sepenuhnya memperlakukan dia dengan baik. Buktinya, agensi itu tak berusaha mempertahankan Dahyun dan memilih untuk menyingkirkan Dahyun. Dia tahu, ini bukanlah kesalahannya. Tapi tetap saja dia masih merasa bersalah karena dia tak berhasil mewujudkan mimpi ibunya.
"Hey, kenapa kau melamun?" tanya Taehyung yang seketika membuat Dahyun langsung tertarik kembali ke dunia nyata.
"Tidak."
"Dahyun, apa kau menyembunyikan sesuatu?" tanyanya yang kemudian menegakan duduknya. "Apa kau kembali mengingat kejadian itu?"
"Hanya sedikit."
"Andai aku bisa membantumu, aku pasti akan membantumu."
Dahyun tersenyum. Dia memang sangat ingin meminta bantuan Taehyung. Tapi rasa bersalah karena dia menolak perasaan Taehyunglah yang terus saja menghalangi niatnya itu. Dia sungguh bersyukur karena Taehyung tak memilih untuk menjauhinya setelah penolakan itu.
*
*
*"Cheoseonghamnida." Sudah beberapa kali Jimin melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Padahal ini sungguh hal yang jarang Jimin lakukan karena dia sangat berkomitmen dalam pekerjaannya itu.
"Kau tahu sajangnim kenapa?" bisik Baekjin yang hanya membuat Jinhyuk mengangkat kedua bahunya. Dia kemudian menghampiri Jimin dan menyentuh bahunya.
"Sajangnim, apa aku perlu memanggil Seongmin seonsaengnim?" bisiknya yang kemudian membuat Jimin mengangguk. Dia tahu, pikiran yang kacau seperti saat ini hanya akan membuatnya tak fokus.
Jimin memutuskan untuk pergi menuju ruangannya. Dia yakin istirahat sejenak akan membuat pikirannya lebih tenang.
"Sajangnim." Jimin yang sebenarnya sedang melamun langsung saja menghentikan langkahnya saat seseorang memanggilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch!✔️
Fanfiction"Aku tidak tahu sentuhanmu bisa merubah takdirku" Terinspirasi dari drakor dengan judul yang sama