Tak ada yang mudah bagi Jimin saat dia harus melakukan segalanya sendiri. Akhir-akhir ini dia merasa jika dirinya benar-benar mudah merasa lelah baik itu lelah fisik maupun mental. Tapi dia sangat beruntung sebab beberapa karyawan lamanya sudah menemuinya 2 minggu yang lalu.
Sudah hampir 2 bulan ini Dahyun berada di rumah sakit karena pemulihannya dan Jimin merasa senang karena perkembangan Dahyun yang begitu cepat. Dia berharap Dahyun akan segera pulih dan bersama dengannya lagi.
"Kau memikirkannya lagi? woah." Seongmin begitu takjub sebab Dahyun membuat Jimin benar-benar jatuh cinta padanya. Dia hanya berharap Seulgi tak punya kesempatan lagi untuk kembali ke kehidupan Jimin.
"Aku sungguh khawatir jika dia berpikir yang macam-macam. Berkali-kali dia mengatakan jika dia tak tahan dengan rasa sakitnya. Tapi aku bangga padanya karena dia tetap bertahan."
Jimin tahu, luka yang Dahyun alami bukanlah luka kecil yang bisa dengan mudah diobati. Tapi dia yakin jika Dahyun akan segera pulih dan kembali menemaninya.
"Sajangnim, apa kita akan tetap--"
Jimin mengangguk sebelum Jinhyuk melanjutkan kata-katanya. Yap, dia sudah mengerti apa yang akan Jinhyuk katakan. Tapi sampai saat ini, dia yakin jika dia akan mendapat banyak pelanggan seperti biasanya.
"Bagaimana jika kita menyebar brosur lagi? kali ini dengan gratis percobaan. Mungkin saja hal itu bisa nenarik minat pelanggan," ujar Yunseong yang mendapat anggukan setuju dari Seongmin. Setelah sekian lama, sepertinya cara itu akan sedikit efektif untuk menarik pelanggan.
"Bagaimana dengan sebuah promosi? aku akan melakukannya," ujar Seulgi yang membuat mereka saling tatap. "Aku anggap jawabannya adalah iya."
Seulgi meraih ponselnya, membuat Seongmin hanya menatapnya tanpa berniat menghalangi. Dia sebenarnya merasa risih sebab Seulgi ada di sana--membantu Jimin. Bahkan setelah hal menyakitkan yang sebelumnya dia lakukan pada pria Park menyedihkan itu.
Jimin tersenyum saat ponselnya kini telah terhubung pada ponsel Eunbi. Selama ini dia sering menghubungi Dahyun lewat ponsel Eunbi sebab dia tak membiarkan ponsel Dahyun berada di sana atau nanti Dahyun hanya akan sibuk memainkan ponselnya dibanding beristirahat.
"Waeyo? kenapa kau malah memasang wajah kesalmu?" tanya Jimin saat melihat wajah Dahyun yang seolah tak senang jika dia hubungi.
"Kenapa tidak kemari?"
"Aku harus mengurus Touch, Dahyun."
Touch, nama yang Dahyun pilih sebelum Jimin akhirnya resmi membuka salon kecilnya itu. Menurut Dahyun, sentuhan Jimin benar-benar membuat banyak hal berubah. Terutama hatinya. Awal mula mereka menjalin hubungan adalah karena Jimin menyentuh hatinya, bukan?
"Tidak perlu kesal, aku akan mengunjungimu malam nanti."
"Jangan berbohong."
"Aku serius. Aku akan mengunjungimu malam nanti dan membawakanmu sesuatu."
Dari kejauhan, Seulgi ternyata memperhatikan bagaimana manisnya Jimin memperlakukan Dahyun. Bahkan lebih manis dibanding perlakuan Jimin padanya dulu. Dia merasa jika Jimin sudah banyak berubah sekarang.
Tunggu, apa dia berpikir untuk kembali mendekati Jimin? seharusnya itu tak pernah terjadi.
*
*
*Dahyun tersenyum saat Jimin datang mengunjunginya, membawa makanan kesukaannya meskipun sebenarnya dia masih tak diperbolehkan untuk memakan makanan sembarangan. Tapi Jimin tetap membawanya agar setidaknya Dahyun bisa mencium aromanya.
"Kenapa selalu membawa makanan?" kesal Dahyun sebab percuma saja dia tak akan bisa memakannya.
"Aku ingin membawakan yang lain hanya saja uangku belum cukup untuk membelinya. Tunggu beberapa waktu maka aku akan membelikannya untukmu."
Dahyun tersenyum, sebenarnya dia tak membutuhkan apapun. Dia hanya ingin Jimin tetap bersamanya, itu saja. Perihal yang lain, dia tak akan banyak meminta. Apalagi saat ini Jimin tengah kesulitan dalam masalah uang.
"Oppa, apa aku akan tetap di sini?"
"Mungkin sebentar lagi kau akan pulang. Kau sudah bisa tersenyum. Itu artinya kau sudah hampir pulih," ujar Jimin yang kemudian mengusap pucuk kepala Dahyun. "Ah ya, aku akan pastikan jika Touch akan benar-benar ramai nanti."
"Apa masih sepi? aku rasa karena namanya." Dahyun memasang wajah menyesal karena dialah yang memberikan nama itu. Namun hal ini justru membuat Jimin tersenyum.
"Aku rasa karena kau masih ada di sini. Mungkin saat kau ikut bergabung, Touch akan dipenuhi pelanggan."
Seulgi meletakan surat perceraian itu di hadapan Jaebeom yang saat ini duduk dengan angkuh. Tangannya meraih surat itu, lalu dia tersenyum miring.
"Tidak, aku sudah susah payah mendapatkanmu dan aku tak akan mudah melepaskanmu. Lagipula kau juga belum melahirkan anakku."
Tangan Seulgi mengepal dengan apa yang Jaebeom katakan. Masalahnya pria itu sama sekali tak pernah menyentuhnya. Mana mungkin dia akan punya anak jika seperti itu?
Jaebeom beranjak dari kursi kebesarannya, menghampiri Seulgi yang kini berdiri tepat di hadapan meja kerjanya.
Senyumnya menyungging saat tangannya menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi wajahnya. Dia lalu memutar posisi hingga Seulgi kini terkurung dengan tangan Jaebeom di sisi kanan dan kirinya.
"Malam ini, aku pastikan kau tak akan pernah bisa lepas dariku dan jangan pernah berharap kau bisa kembali pada Jimin."
Seulgi menahan dada Jaebeom agar tak terus mendekat ke arahnya. Dia perlu mendapat tanda tangan Jaebeom untuk mengembalikan perusahaan Jimin. Tapi jika seperti ini, dia tak akan pernah bisa melakukannya.
"Aku punya syarat."
"Katakan. Kau ingin rumah baru? uang? atau kepopuleranmu lagi? tapi aku tak akan membiarkanmu syuting drama sebab..." Jaebeom menyetuh bibir Seulgi dengan jari telunjuknya. "...kau hanya milikku."
"Kembalikan perusahaan Jimin."
Jaebeom berdecih. "Aku tidak akan menurutinya."
"Kalau begitu tanda tangani surat perceraiannya."
"Sebelumnya nikmati dulu permainan yang belum pernah kau lakukan sebelumnya." Jaebeom tersenyum, membuat Seulgi merasa merinding sekarang.
"Stop! jangan lakukan apapun jika tak ingin menyetujui keinginanku."
"Baiklah, aku akan mengembalikannya dengan catatan kau tak boleh menemuinya lagi."
*
*
*Dahyun tersenyum mendapati Jimin yang tertidur sambil menggenggam tangannya. Ya, semalam Jimin begitu keras kepala dan ingin menemani dirinya. Padahal hal itu hanya akan membuat punggung Jimin merasa pegal.
"Kau sudah bangun?"
"Kenapa oppa terbangun? apa karena aku mengusap kepalamu tadi?" tanya Dahyun yang membuat Jimin menggeleng.
"Aku hanya harus segera bangun dan kembali mengurus Touch."
Jimin berniat pergi namun Dahyun segera menahannya. "Waeyo? Eunbi sepertinya akan segera kemari."
"Boleh aku menyebutkan permintaanku?"
Jimin yakin jika pembicaraan Dahyun ini pasti mengarah pada pernikahan sebab selama ini Dahyun selalu mengajaknya untuk menikah. Namun entah kenapa kali ini Jimin seperti tak menolak. Dia hanya perlu waktu yang tepat untuk menjadikan Dahyun sebagai nyonya Parknya.
"Segera, setelah kau benar-benar pulih dan perusahaanku kembali. Aku pasti menikahimu."
Mendengar pernyataan Jimin membuat semburat merah kini memancar di pipinya. Tentu saja hal ini membuat Jimin sangat gemas apalagi Dahyun terus tersenyum malu sekarang.
"Jadi kau harus berjanji untuk segera pulih."
TBC🖤
8 Sep 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch!✔️
Fiksi Penggemar"Aku tidak tahu sentuhanmu bisa merubah takdirku" Terinspirasi dari drakor dengan judul yang sama