Dahyun merasa heran saat Jimin justru terus diam di hadapan kedua orang tuanya. Bahkan Dahyun sampai berkali-kali berdeham karena Jimin tak kunjung membuka pembicaraan.
Jimin membulatkan matanya saat Dahyun tiba-tiba saja menginjak kakinya. "Ada apa?"
Dahyun mendekatkan wajahnya ke telinga Jimin. "Cepatlah bicara."
Bukan tanpa alasan Jimin terus diam. Ia sebenarnya bingung untuk membuka pembicaraan. Terlebih karena saat ini ia harus bicara pada calon mertuanya. Ia takut jika ia membuat pandangan kedua orang tua Dahyun buruk terhadapnya. Bagaimana jika hal itu malah membuatnya tidak diperbolehkan menikah dengan Dahyun?
"Begini, sa--"
"Kau mau menikahi Dahyun?" tanya tuan Kim yang justru membuat Jimin kembali kelu. Ia merutuki dirinya sendiri karena lidahnya malah kelu begitu ia duduk di hadapan orang tua Dahyun.
"Yeobo, jangan seperti itu," ujar nyonya Kim yang kemudian menyenggol lengan tuan Kim. Ia lantas menuangkan teh hangat ke cangkir yang ada di hadapan Jimin. "Tidak perlu canggung, kau calon menantu kami."
Jimin hampir saja tersedak saat teh itu menyentuh tenggorokannya, membuat Dahyun yang duduk di sebelahnya menepuk pelan punggungnya.
"Minumlah dengan perlahan."
Meski Jimin memiliki janji untuk menikahi Dahyun, tetap saja ia merasa agak terkejut mendengar kata 'calon menantu' dari mulut calon mertuanya. Ia kini malah semakin gugup untuk bicara.
"Santai saja."
Tuan Kim yang awalnya memasang wajah serius kini mulai menunjukan wajah santainya. Ia bahkan tersenyum, membuat rasa gugup Jimin sedikit berkurang.
"Aku benar-benar ingin menikah dengan Dahyun."
"Dengan gadis keras kepala yang sangat sulit jika dalam urusan dibangunkan?" tanya nyonya Kim dengan nada bercanda, membuat Dahyun memberikan tatapan kesalnya sebab sang Ibu justru memberitahu Jimin soal keburukannya.
"Dia juga gadis yang selalu keras kepala untuk mimpinya." Jimin melirik Dahyun kemudian meraih tangan Dahyun. "Jadi aku boleh menikahinya 'kan?"
"Tidak!"
Mereka menatap ke arah yang sama, membuat orang yang melakukan protes itu menampakan deretan giginya dengan wajah tanpa dosa.
"Eomma, aku sudah seperti kakaknya Dahyun, bukan?" tanya Taehyung dengan sedikit merengek. Ia lantas duduk di samping nyonya Kim, bersandar dengan manja di bahu nyonya Kim, membuat Dahyun hanya bergidik ngeri.
"Ish, kau selalu saja menyebalkan," kesal Dahyun dan Jimin secara kompak. Ya, jika dipikir-pikir, Taehyung memang selalu menjadi orang yang mengganggu hubungan mereka. Tapi Dahyun tak bisa menampik soal Taehyung yang sudah seperti kakaknya sebab pria Kim itu memang sudah sangat lama dekat dengan keluarganya bahkan jauh sebelum ia terkenal sebagai seorang artis.
"Jadi kapan kita bisa menemui orang tuamu?" tanya tuan Kim, membuat Jimin terdiam. Keluarga? Ayahnya sudah lama tiada dan ia juga tak pernah tahu di mana sang Ibu sekarang. Apa ia harus mencarinya terlebih dahulu? Rasanya ia akan kesulitan untuk mencarinya.
"Ah maaf, sepertinya itu cukup membuatmu merasa sedih," ujar nyonya Kim.
"Tidak apa-apa. Tapi aku tidak bisa mempertemukan anda dengan orang tua saya. Mereka sudah lama tiada," ujar Jimin, membuat Dahyun semakin mengeratkan genggaman tangannya. Ia tahu rasanya pasti akan sangat sakit. Apalagi yang ia tahu Jimin benar-benar mengalami masa terpuruk saat itu.
"Ah tidak apa-apa. Jika keadaannya seperti itu, berarti kita saja yang membicarakan soal pernikahannya. Tidak perlu canggung, anggap kami berdua sebagai keluargamu," ujar tuan Kim yang diiringi senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch!✔️
Fanfiction"Aku tidak tahu sentuhanmu bisa merubah takdirku" Terinspirasi dari drakor dengan judul yang sama