#19 Keputusan Berat

315 55 14
                                    

Jimin meremas rambutnya saat artikel utama itu muncul. Dia sungguh tak percaya akan ada artikel itu bahkan saat dia akan merilis produk kecantikan miliknya. Jika sudah seperti ini, cita-citanya untuk menjual produk kecantikannya itu terancam gagal.

Yunseong menyajikan kopi panas di meja Jimin, dia menatap heran Jimin yang terlihat sangat stres sepagi ini. "Kau baik-baik saja?"

"Seseorang sudah membuat masalah denganku," jelas Jimin yang membuat Yunseong kini berjalan ke sisinya, melihat secara langsung apa yang membuat Jimin sampai terlihat stres seperti itu.

Yunseong menutup mulutnya tak percaya dengan artikel yang kini tampil di layar monitor. "Ini..."

"Ya, seseorang menganggapku mencuri produk mereka. Padahal jelas-jelas aku belum mempublikasikannya."

Im Jaebeom kini tertawa puas membaca artikel itu. Dia tampak bahagia bisa menjatuhkan seorang Park Jimin. Selama ini dia sudah merasa gemas pada keangkuhan Jimin. Itulah kenapa dia ingin sekali membuat pria itu tunduk padanya.

"Chagi-ya, haruskah aku menemuinya?"

Seulgi berontak, pria yang merupakan suaminya itu mengikatnya dan juga menutup mulutnya dengan kain. Dia bahkan tak ingin menyebut Jaebeom suaminya karena pada kenyataannya, pria itu terus saja menyiksanya. Dia mengorbankan karirnya tapi Jaebeom tetap saja tak menghargai kehadirannya.

"Jangan menangis, aku sungguh tak bisa melihatmu menangis," jelasnya yang kemudian berdecih. "Jangan harap aku akan mengatakan hal seperti itu."

*
*
*

"Jim-" Dahyun berniat memberikan kotak makan pada Jimin. Namun karena kekasihnya itu nampak buru-buru, dia mengurungkan niatnya itu.

Dia kemudian memilih menghentikan Yunseong yang kini ikut menyusul Jimin. "Oppa, apa ada masalah?"

"Aku akan katakan nanti," jelas Yunseong yang kemudian mempercepat langkahnya, mengikuti Jimin yang sudah menjauh.

Dahyun hanya menatap punggung Jimin yang kini menghilang setelah dia masuk ke dalam lift. Dia heran kenapa sepagi ini Jimin seakan menghadapi suatu masalah besar. Bahkan dia tak bercerita apapun.

"Apa yang terjadi?" gumamnya yang kemudian kembali masuk ke dalam ruang VIP, menunggu pelanggan VIP datang.

"Jimin, tenangkan dirimu," Yunseong berujar dengan nada tak kalah paniknya.

"Aku tahu siapa pelakunya dan aku perlu bicara dengannya," jelas Jimin yang kini memasangkan sabuk pengaman di tubuhnya. "Hyung, tolong urus Park beauty, aku mungkin akan kembali dalam waktu yang lama."

Yunseong mengangkat tangannya, berusaha untuk mencegah namun mobil Jimin sudah terlebih dahulu berlalu, membuatnya tak sempat untuk membuat Jimin mengurungkan niatnya.

Aku harap semuanya akan baik-baik saja.

*
*
*

Jimin masih memasang wajah seriusnya saat Jaebeom justru memasang wajah meremehkannya. Dia menyesap kopi yang ada di hadapannya lalu menyandarkan tubuhnya dengan santai.

"Jimin, santai saja," ujarnya yang kemudian meletakan sebuah dokumen di atas meja. "Tanda tangani itu dan aku bisa menarik artikel-artikel itu."

Jimin ingin sekali menghajar pria Im yang terus menunjukan wajah menyebalkannya itu.

Tangannya meraih pulpen itu dengan ragu. Perihal menyerahkan perusahaan kecantikannya itu sungguh hal paling berat yang harus dia lakukan. Tapi demi tetap melihat perusahaan itu berdiri dan seluruh pegawainya tetap bisa bekerja.

Jaebeom tersenyum saat melihat Jimin menandatanganinya. Dia lantas mengambil dokumen itu dan menyeringai. "Setelah sekian lama akhirnya kau mengalah juga."

"Tapi aku ingin satu kesepakatan."

"Katakan."

"Aku akan mengambil perusahaanku."

"Siapkan saja 1 Milyar Won dan aku akan kembalikan perusahaanmu."

Jimin sebenarnya tak ingin melakukan hal ini. Tapi demi keuntungan semua orang, dia memutuskan untuk melakukannya. Setelah ini dia perlu membicarakan soal menjadi MUA di London dengan pemilik majalah itu.

Jimin memang sedang mengemudi sekarang, tapi pikirannya benar-benar kosong karena hal yang baru saja di lakukan. Satu hal yang pasti, dia memikirkan Dahyun. Mana mungkin dia meninggalkan Dahyun.

Helaan napasnya makin berat kala membayangkan apa yang perlu dia lakukan saat ini. Apalagi Dahyun. Apakah dia perlu memutuskan hubungannya dan membiarkan Dahyun melanjutkan hidupnya? atau dia perlu membawa Dahyun ke London bersamanya?

"Jadi bagaimana?" tanya Yunseong saat Jimin baru saja turun dari mobilnya.

Jimin tersenyum. "Semuanya baik-baik saja. Tapi aku punya hal penting yang perlu aku katakan. Kumpulkan semua orang."

Yunseong mengangguk lalu bergegas melakukan apa yang perlu dia lakukan. Dia yakin Jimin pasti akan mengumumkan soal peluncuran produk itu. Jika tidak, tidak mungkin Jimin tersenyum tenang dan memintanya untuk mengumpulkan semua orang.

Untuk semua staf Park beauty, diharapkan untuk menuju lantai satu.

Mendengar pengumuman itu, seluruh pegawai Park beauty meninggalkan pekerjaan mereka dan mulai bergegas menuju lantai 1. Hal ini juga dilakukan oleh Dahyun meskipun sebenarnya dia tak tahu apa yang sedang terjadi sekarang.

Jimin menghela napasnya sambil mengecek saldo perusahaan. Dia memastikan jika itu cukup untuk membayar seluruh pegawainya. Dia tak akan mungkin membayar sepeserpun pada seluruh pegawainya itu.

Jimin membalikan tubuhnya lalu tersenyum saat seluruh pegawainya kini berdiri di hadapannya. "Aku punya satu pengumuman penting,"

"Aku rasa ini perlu aku katakan pada kalian semua." Jimin menghela napasnya, menjeda. Dia sungguh tak sanggup untuk mengatakannya sekarang. "Aku akan mengundurkan diri sebagai pemilik utama Park beauty dan lagi, aku akan kembali ke London."

Semuanya terdiam, menganggap Jimin hanya sedang main-main sekarang.

"Aku tidak main-main. Aku serius."

Dahyun membulatkan matanya, apa ini sungguhan?

Dahyun menerobos pegawai lain dan berjalan ke barisan paling depan. "Apa ini benar-benar serius? bukankah—"

"Tidak, Dahyun. Aku sungguh akan pergi dari sini. Aku harap kalian bisa merasa nyaman dengan pemilik barunya. Terimakasih."

Jimin berjalan meninggalkan mereka, menuju ruangannya untuk sekedar menumpahkan kesedihannya. Dia benar-benar tak bisa jika harus meninggalkan semua ini.

"Oppa." Jimin menghentikan langkahnya, mendengar suara gemetar Dahyun dan juga genggaman tangannya. "Kenapa kau melakukan ini?"

"Terkadang menyerah bukanlah hal yang rendah, Dahyun-ah."

"Tapi ini semua milikmu, lalu kau juga akan pergi kemana?" tanya Dahyun yang kini mulai emosional, membuat keputusan bulat Jimin soal pergi ke London mulai goyah. "Park beauty tidak akan lengkap tanpamu."

Jimin tersenyum lalu menarik Dahyun ke dalam dekapannya. Dia mengusap halus surai panjang Dahyun lalu mencium kepalanya. "Dahyun-ah, aku hanya pergi untuk sesaat."

"Masalah ada untuk dihadapi, bukan dihindari. Tetaplah di sini, aku mohon."

"Tidak bisa, aku harus pergi."

"Lalu aku? apa oppa ingin meninggalkanku? siapa yang akan melindungiku nanti?" tanya Dahyun di sela-sela isakannya. Dia meremat jas Jimin dan memukul dadanya perlahan agar Jimin mau mendengarkannya.

"Aku bisa saja mengajakmu, tapi aku rasa lebih baik kita tidak bersama lagi."

"Wae?" tanya Dahyun dengan nada menuntut. "Apa karena oppa akan pergi? ajak aku."

"Tidak, aku tidak ingin merepotkanmu Dahyun-ah."

"Kalau begitu ayo menikah dan bawa aku kemanapun kau pergi."

TBC🖤

28 Jul 2020

Touch!✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang