1 | Remember

225 55 213
                                    

Belakangan ini, Jakarta sedang diguyur hujan. Sama halnya dengan sekarang, air langit perlahan mulai turun membasahi tanah. Orang-orang berjalan di bawah payung mereka. Sebagian orang memilih untuk berteduh di sebuah kedai yang ada di sudut kota. Menikmati secangkir kopi hangat sembari menunggu langit cerah kembali menyapa.

Hal itu juga yang dilakukan oleh Raga, seorang lelaki yang sekarang tengah menghangatkan diri bersama secangkir kopi.

Ia menatap ke arah luar dari balik jendela kedai. Melihat sepasang kekasih yang tengah berpegangan erat untuk saling memberi kehangatan. Ia juga melihat anak-anak kecil yang menari bahagia di bawah rintikan hujan.

Tak lupa dengan sepasang earphone yang menyumbat kedua telinganya. Rintik hujan, secangkir kopi, dan iringan lagu yang berjudul Back to You mampu menghanyutkan perasaannya saat ini.

I wanna hold you when I'm not supposed to
When I'm lying close to someone else
You're stuck in my head and I can't get you out of it
If I could do it all again
I know I'd go back to you

Mendengarkan lagu itu membuatnya teringat tentang segala hal yang terjadi di masa lalu — ia pun tersenyum.

Lelaki itu melirik pada arloji miliknya. Sudah setengah jam ia menghabiskan waktu di kedai itu. Hujan mulai reda dan langit cerah perlahan datang kembali. Raga memutuskan untuk pergi dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumahnya. Namun, tiba-tiba ponselnya berdering karena mendapat panggilan masuk dari seseorang.

"Halo?" seru suara bariton seseorang dari seberang.

"Halo," seru Raga. Tertera nama yang ada pada layar ponselnya saat ini, Dika.

"Lo dimana? Masih di bandara kan? Gue baru kelar kerja kelompoknya nih."

"Bandara bapak lo! Gue udah setengah jam yang lalu landing, baru aja mau balik beres nunggu hujan reda tadi," seru Raga seraya melambaikan tangannya untuk memberhentikan sebuah taksi.

"Oke, gue ke rumah lo sekarang bareng yang lain." Dika mematikan sambungan teleponnya. Saat ini Raga sudah berada di dalam taksi. Ia membuka setengah kaca jendela dari mobil itu. Ia menatap setiap sudut kota Jakarta yang sudah ditinggalnya selama delapan tahun. Suasana ini, pemandangan ini, dan segala hal yang tak bisa ia temukan di negara lain. Raga benar-benar merindukan kota kelahirannya.

Tak lama kemudian, taksi itu berhenti pada tempat tujuannya. Raga turun dari taksi dan membawa barangnya masuk ke dalam rumah. Ia mulai membereskan barang-barang itu ke dalam lemari. Setelah dirasa rapi, ia memilih untuk membersihkan diri. Selepas mandi, ia pun berbaring di atas kasur untuk menghilangkan penat. Barang sejenak ia berbaring, tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu rumahnya.

"Ada aja gangguan baru juga sedetik rebahan jingan," gumam Raga seraya beranjak dari kasur untuk melihat siapa yang datang.

"Ragaaaaaa!!" Teriak Arya seraya memeluk tubuh Raga. Disusul dengan pelukan yang diberikan Bagas. Sementara Dika, ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa basa-basi.

"Woy sesek woyy!" Seru Raga seraya berusaha menjauhkan tubuh teman-temannya itu. Arya dan Bagas tak menggubris permintaan Raga. Mereka malah memeluknya lebih erat daripada sebelumnya hingga Raga kehabisan kata-kata dan nafasnya.

"Tinky winky, Dipsy, Lala udahan napa pelukannya! Ini pizza keburu dingin anjir," seru Dika seraya membuka kotak pizza yang sudah ia beli tadi. Arya dan Bagas pun seketika melepas pelukannya dari tubuh Raga. Mereka kemudian berlari untuk mengambil sepotong pizza. Raga hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah teman-temannya itu.

First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang