10 | Threat

46 14 189
                                    

"Cowoknya lagi siap-siap buat tanding, eh dia malah berduaan sama cowok lain. Kalau Devan tau, reaksi dia bakal kayak gimana ya?" sindir Marsha, primadona sekolah yang menjabat sebagai ketua tim cheerleaders dan juga merupakan musuh Alena karena ia selalu saja mengganggu hubungannya dengan Devan.

Alena melirik ke arah Marsha yang sekarang datang dengan segerombolan temannya itu. Beberapa pasang mata menyorot Alena dengan tatapan tak suka dan juga dengan tawa yang seolah sedang mengejeknya.

"Hahaha! Bagus dong? Lo tinggal tunggu aja kabar putus dari mereka kalo gitu, ya gak?" ucap Starla, salah satu teman Marsha yang juga Alena tak suka. Ucapan Starla itu dibalas oleh suara gelak tawa dari yang lain.

Alena terdiam mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Marsha maupun Starla. Terasa sangat menyakitkan bahkan itu sebanding dengan sebuah pahatan pisau yang tajam. Benar bukan? Orang lain akan memandang negatif atas kedekatan dirinya dengan lelaki itu.

Alena menyesal, benar-benar menyesal.
Mengapa ia tidak lebih dulu mengatakan bahwa dirinya risih diperlakukan seperti itu? Kenapa baru sekarang ia tersadar dan bernyali? Kenapa rasanya semua aneh dan rumit?

"Sayang ya, Devan salah milih pacar. Dia malah maunya sama cewek murahan," sambung Marsha dengan nada merendahkan.

Ingin sekali Alena menjambak rambut wanita ular di hadapannya saat ini. Namun, ia mengurungkan niatnya karena tangan Raga lebih dulu mencekal Alena yang sudah bangkit dari posisi duduknya itu.

"See? Gak ada penolakan dari lo ketika dia pegang tangan lo gitu aja." Marsha semakin menyulut emosi Alena saat ini. Gadis itu pun segera melepas genggaman Raga dengan kasar. Ia tak mau lagi menjadi bahan hinaan Marsha nantinya.

Kini giliran Raga yang bangkit dari posisinya. Ia melangkah untuk membuat dirinya berhadapan dengan gadis gila yang baru saja ia temui hari ini. Dengan senyum smirk dan alis yang terangkat satu, ia pun dengan lantang melawannya. "Salah ya kalau gue pegang tangan sepupu sendiri?"

Alena tersentak ketika Raga menyebut bahwa dirinya dengan lelaki itu memiliki hubungan keluarga. Alena menatap Raga tak percaya. Begitu juga dengan Marsha yang tak kalah terkejutnya ketika mendengar hal itu.

"G-gue rasa Alena gak punya sepupu yang sekolah di sini tuh!" Marsha mencari pembelaan agar dirinya tak terlihat bersalah karena telah asal menuduh. Keadaan menjadi berbalik sekarang. Raga tertawa renyah melihat Marsha yang bernyali ciut karena ulahnya.

"Gue baru pindah beberapa hari yang lalu. Apa perlu kita kenalan?" ujar Raga seraya mengulurkan tangannya untuk berjabatan tangan dengan Marsha. Gadis itu terdiam menahan rasa kesal dengan terus mengepalkan tangannya.

Suasana tegang ini sedikit mereda setelah Mang Ucup menyela kegiatan mereka dengan membawa nampan berisi makanan yang tadi dipesan oleh Raga.

"Pararunteun Akang, Teteh," ucap Mang Ucup seraya tersenyum canggung. Ia pun kemudian meletakkan makanan itu di atas meja. Raga tersenyum lalu mengucapkan terima kasih kepada Mang Ucup.

"Kalau gitu saya permisi dulu ya, Kang," pamit Mang Ucup kepada Raga.

"Eh, tunggu bentar, Mang!" Mang Ucup terdiam di tempat setelah mendengar permintaan Raga itu. Raga berjalan mendekati Mang Ucup yang sedari tadi memasang wajah bingung sekaligus heran. Pasalnya, atmosfer yang ada di sekitar Mang Ucup terasa mencekam sekarang.

"Mang Ucup tau perempuan itu gak?"

"Tau atuh, Kang! Itu teh Neng Marsha, primadona di sekolah. Siapa yang gak tau si Eneng coba? Satu sekolah udah pada tau, Kang," tutur Mang Ucup membuat Marsha mengembangkan senyumnya. Ia terlihat senang mendengar pujian dari Mang Ucup yang menyebut dirinya sebagai primadona sekolah.

First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang