Akibat terlalu banyak bergerak dan mendapat tekanan berupa pukulan, luka Raga kembali terbuka. Oleh karena itu, bahunya kini kembali mendapat beberapa jahitan dan tangan kanannya bukan lagi hanya dibalut oleh perban krep saja, melainkan dipasangi sebuah gips agar lelaki itu dapat meminimalisir pergerakan pada tangannya.
Setelah selesai mendapatkan perawatan, Raga dan Alena pergi menuju parkiran rumah sakit. Sekarang sudah menunjukkan pukul 21.00 dan sudah pasti gadis itu harus segera pulang.
"Maaf ya gara-gara gue, luka lo jadi makin parah," ucap Alena dengan raut wajah merasa bersalah. Gadis itu mengetahui kejadian yang menimpa Raga hari ini karena dokter yang memeriksanya tadi mengomeli Raga tanpa henti.
Flashback on
"Oh jadi ini pasien yang tadi kabur padahal belum sejam dia sadar, Sus?" sindir dokter tersebut kepada seorang suster seraya memasukkan sehelai benang pada jarum jahit. Suster tersebut hanya mengangguk sambil menahan tawanya.
"Raga kan kangen sama bu Dokter, jadi Raga balik lagi kesini," ucap Raga seraya terkekeh.
"Kamu itu baru aja jatuh dari motor dapet fraktur dan luka jahitan, harusnya kamu dirawat tiga hari buat proses penyembuhan dan recovery selama satu bulan! Ini apa? Belum juga sejam udah keluar dari rumah sakit terus tadi malah tonjok-tonjokan sama orang. Ck! dasar bandel!"
"Bu Dokter makin cantik deh kalo lagi ngomel kayak gini," seru Raga yang menggoda dokter tersebut. Alena hanya menggeleng kepala dan juga berdecak kesal ketika mengetahui hal bodoh yang dilakukan oleh Raga hari ini.
"Sus pasangin dia gips ya, biar dia gak banyak gerakin tangannya. Sebadan-badan kalo bisa biar gak usah gerak sekalian!"
"Nanti Raga malah jadi kayak mumi dong kalo dipasang gips sebadan-badan?" Alena dan suster itu dibuat tertawa melihat tingkah seorang dokter dan pasien ini..
"Iya emang kamu mau dibuat jadi mumi," jawab sang dokter dengan enteng.
"Ihh bu Dokter mah jahaaatt! Masa Raga mau dijadiin mumi."
"Gapapa kan temen kamu saya jadiin mumi?" tanya dokter itu pada Alena.
"Gapapa Dok, saya ikhlas kok. Mau dikafanin sekalian juga gapapa, Dok." Kini Alena, suster, dan dokter itu pun tertawa bersamaan. Sementara Raga ia mengerucutkan bibirnya karena kesal menjadi bahan candaan.
Flashback off
"Jadi lo ngerasa bersalah?" tanya Raga yang sekarang tengah berdiri tepat di depan mobilnya seraya berhadapan dengan Alena.
Alena mengangguk sambil terus memandang bukan pada lawan bicaranya, melainkan ke arah sepatunya, "Kalo aja gue ga-"
"Sini," potong Raga seraya menarik lengan Alena untuk melangkah lebih dekat dengan dirinya. Hal itu membuat Alena tersentak dan mendongakkan wajahnya dengan mata yang membulat sempurna. Posisi mereka kini menjadi semakin dekat dan hanya menyisakan jarak beberapa senti saja.
"Tutup mata lo."
"L-lo mau ngapain?" tanya Alena gugup dan berulangkali meneguk saliva nya. Pasalnya, ia baru melihat wajah lelaki lain dari dekat selain melihat wajah kekasihnya itu.
"Tutup mata aja gak usah bawel!" Alena menghela napasnya kasar. Ia kemudian melakukan apa yang diperintahkan oleh Raga. Tiba-tiba ia merasakan seseorang mengacak pucuk rambutnya pelan seraya berbisik dengan napas lembut yang ia rasakan tepat pada telinganya. Membuat Alena terkejut dalam keadaan mata yang masih tertutup.
"Lo gak usah ngerasa bersalah. Gue ngelakuin itu karena gue mau. Walaupun gue tau resikonya apa tapi gue gak peduli soal itu."
Alena membuka mata lalu mendorong pelan tubuh Raga untuk membuat lelaki itu sedikit menjauh dari dirinya. Alena merasakan sengatan aneh yang saat ini menjalar ke seluruh tubuhnya. Perasaan yang ia rasakan sekarang tidak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata. Aneh, ini benar-benar aneh!
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
Teen Fiction"Sejauh apa pun kamu berlayar. Bahkan jika itu bersama seorang pelaut hebat sekalipun. Aku akan selalu menjadi tempatmu untuk berlabuh." Raga Gabriel Wiguna, seseorang yang percaya akan kekuatan cinta pertama. Kekuatan itu mampu membuat orang yang p...