8 | Uncomfortable

76 21 230
                                    

Part ini aku buat agak panjang sebagai ganti karena aku gak up minggu kemarin. Semoga kalian suka yaa, jangan lupa untuk tekan bintang di pojok kiri bawah, okay? Aku tunggu kerusuhan di kolom komentarnya juga!!

.
.

Happy Reading❣

Cahaya matahari mulai masuk pada sela-sela tirai kamar seorang gadis yang saat ini masih tertidur pulas di atas ranjangnya. Selimut hangat bercorak bunga masih membaluti seluruh tubuhnya. Tak ada niat untuk beranjak dari tempat tidur, namun dering alarm terus berbunyi memecah keheningan di dalam kamar. Beberapa menit kemudian, ia bangun dan beranjak dari ranjangnya untuk mandi.

Setelah selesai mandi, Alena mengenakan seragam sekolahnya dengan rapi. Ia duduk di depan meja rias untuk memoles wajahnya dengan cream pelembab dan juga sedikit taburan bedak. Tak lupa, ia juga memakai liptint setitik pada bibirnya agar tidak terlihat pucat.

Hari ini Alena memang mempunyai waktu lebih lama untuk bersiap-siap dibanding kemarin. Itu karena di sekolahnya sedang ada pertandingan basket antar sekolah. Sehingga membuat jam masuk lebih siang dari biasanya. Sudah pasti hari ini Alena sangat bersemangat karena Devan akan bertanding di babak final pertandingan basket di sekolahnya itu.

Alena tampil cantik dengan rambut yang ia biarkan terurai begitu saja. Tak lupa, ia juga memakai jaket denim kesayangannya. Setelah dirasa siap, Alena bergegas turun menuju meja makan untuk sarapan.

"Pagi sayang," sapa Arsya — ayah Alena yang sudah duduk di meja makan dan siap untuk menyantap sarapannya pagi ini.

"Pagi Ayah." Alena mengecup pipi ayahnya dengan hangat. Ia juga menyapa bundanya yang sibuk berkutik dengan alat dapur dan tak lupa juga untuk mengecup pipinya. Alena kemudian duduk di kursi yang berada di sebelah Aziel.

"Pagi abangku sayang," sapa Alena seraya mencubit pelan pipi Aziel.

"Giliran ayah sama bunda aja dicium, masa abangnya sendiri cuma dicubit. Gak akan dicium juga?" tanya Aziel dengan senyum jahilnya.

"Nggak. Soalnya kalo gue nyium lo harus cuci mulut pake tanah tujuh kali yang salah satunya dicampur air, kan ribet ya gak? Nanti deh lain kali kalo gue gak buru-buru. Supaya bersih waktu nyuci mulutnya."

"Jadi saya itu najis di mata Anda, benarkah begitu Saudari Alena?" Alena mengangguk lalu menjulurkan lidahnya. Membuat Aziel mendengus kesal dan menggerutu. Sementara itu, Arsya dan Aghni hanya dapat menggelengkan kepala melihat tingkah laku kedua anaknya itu.

Kemudian keluarga kecil ini mulai menikmati waktu sarapan pagi bersama. Dipenuhi dengan obrolan hangat dan juga sedikit canda tawa di dalamnya.

"Bang anter gue ke sekolah ya?" ucap Alena disela ia hendak memakan suapan terakhir sarapannya pagi ini.

"Gak," ucap Aziel singkat kemudian ia meneguk segelas air yang ada di hadapannya.

"Jiel masa gitu sama adik sendiri? Kasian tuh Alena, udah kayak anak ilang muka melasnya," ucap Arsya disambung oleh gelak tawa dari Aghni.

"Ayah kok jahat sih sama Alena?! Mau ya anak gadis satu-satunya ini diculik sama om-om tajir?" ucap Alena dengan raut wajah cemberutnya.

"Heh gak boleh sama om-om! Gak boleh kalo gak punya tambang emas, tapi kalo punya ya boleh lah ayah pikir-pikir dulu buat ngasih restu." Aghni dan Aziel tertawa mendengar hal tersebut. Sementara Alena, raut wajah cemberutnya kini berubah menjadi kesal.

"Lagian lo punya pacar kan? Kenapa gak minta jemput dia aja sih?" tanya Aziel kesal karena tanpa sadar ia terus menjadi supir pribadi sang adik.

"Devan sibuk, Bang. Dia kan tanding hari ini, jadi sekarang gue bareng lo lagi ya?"

First Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang