Chapter #18

2.8K 148 0
                                    

Ge POV

Gue menatap pantulan gue dicermin. Dan gue kembali membasuh wajah di westafel kamar mandi. Besok gue mau berangkat dan gue belum bilang apa-apa sama Rere. Kenapa si gue terlalu pengecut buat bilang hal kaya gini doang ?

Hari ini gue harus bilang. Gue gak peduli apa responnya. Pokoknya gue harus bilang. Harus!

"Geeeee..." terdengar suara nyokap gue samar dari luar kamar mandi.

"Iya mam" Sahut gue.

"Masih lama ? Rere udah nunggu kamu tuh dibawah" Seru nyokap gue.

"Iya mam, bentar.."

"Cepet ya." Seru mama. Buru-buru gue mengambil handuk yang gue lingkarin di leher gue dan langsung mengeringkan wajah gue.

Setelah berpakaian gue langsung bergegas kebawah menemui Rere yang sudah menunggu sejak tadi. Dia menyambut gue dengan senyum sumringahnya. Dan gue makin kehilangan nyali gue buat ngomong sama dia.

Gue menggaruk kepala gue yang sebenernya gak gatel sama sekali. Dia menatap gue bingung.

"Emm.. mau ngapain ? Hehe" Tanya gue. Anjiiirr.. gue nanya apaan coba ? Jelas-jelas gue yang nyuruh dia ke sini. Tanpa jemput dia lagi. Cowok macem apa si gue.

"Hah?!" Serunya balik bertanya.

"Eh gini. Emm a-a-aku mau ngomong hal penting sama kamu" Sahut gue gugup.

"Apaan si Ge ? Sok serius banget si hahaha" Godanya sambil tertawa. Gigi kelincinya membuat tawanya semakin manis. Kayanya gue bakal kangen saat-saat kaya gini.

Gue duduk disampingnya. Dia duduk menyamping menghadap gue.

"Mau ngomong apa ?" Seru nya.

Gue mencoba menghela nafas. Rasanya sesak sekali. Mungkin baju gue kekecilan. Tapi kayanya baju gue longgar banget.

"Aku mau-" gue kembali menghela nafas. Dia mengangkat sebelah alisnya. Ini kenapa berat banget si tuhan. Astaga.

"Aku ma-ma- Aku mau pergi" seru gue cepat. Responnya cuma bingung. Dia mengernyitkan dahinya kemudian tertawa.

"Aku serius" Timpa gue.

"Hahaha.. emang kamu mau pergi kemana sih Ge ?" Tanyanya masih dengan sisa tawanya.

Gue mengalihkan wajah gue menghadap depan. Gue menopangkan wajah gue di kedua tangan yang gue kepalkan.

"Aku diterima di salah satu universitas di New Zealand. Besok aku berangkat kesana dan aku akan ngambil S1 disana. Dan mungkin sekalian ngurus perusahaan papa yang ada disana" Ujar gue menjelaskan.

"Hah ? Ge ini becanda kan ?" Serunya lirih. Gue gak sanggup buat menjawab dan gue cuma bisa diem aja. Dia mengoyakkan tubuh gue dan kembali menanyakan pertanyaan yang sama.

Gue cuma bisa menggelengkan kepala gue. Dia tertunduk sembari menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Dia terisak. Dia nangis ? Yaiyalah Ge.

Gue berlutut didepannya menghadap kearahnya mencoba membuka wajahnya yang saat ini sedang ditutupi tapi dia mengelak.

"Kita masih bisa long distance kok sayang" Seru gue sembari mengelus lembut puncak kepalanya. Namun perkataanku membuat tangisannya makin menjadi.

Dia membuka tangannya dan menatapku dengan wajah yang penuh air mata itu. Awalnya dia bungkam. Ia menatapku sinis.

"Apa ? Kam- kamu bilang kita masih bisa LDR ?" Tanyanya sambil masih terisak. Gue mengangguk sembari tersenyum. Tapi dia menggelengkan kepalanya. Wajah gue berubah menjadi kecewa.

Dia kembali merunduk sembari menarik nafas dalam.

"Mana Ge ? Mana ? Mana janji kamu yang katanya kamu gak akan ninggalin aku mana ? Hah ? Itu semua bullshit kan ? Omong kosong ? Hah ?" Ujarnya dengan nada khas orang menangis. Pertahanan gue makin lama makin runtuh. Gue merunduk sembari kedua tangan gue memegangi lututnya.

"Kenapa diem ? Ngomong Ge ngomong" Ujarnya lagi. Gue masih diam gak tau apa yang harus gue omongin. Rere menyingkirkan tangan gue yang ada di lututnya. Dia tertawa sejenak sambil menghapus air matanya. Gue mencoba menatapnya walau berat.

"Hahaha.. harusnya emang dari awal aku tuh gak percaya kamu. Sama semua omong kosong kamu. Sumpah ya Ge aku-" Rere kembali terisak dalam tanpa suara. Dia menarik nafas lagi.

"Aku gak tau harus ngomong apa. Sekarang terserah kamu mau pergi kemana terserah! Persetan sama janji kamu Ge. Aku benci kamu" Timpanya kemudian membalikkan badan dan berjalan keluar. Gue masih diposisi gue. Tertunduk!

"Satu lagi-"

"Kita udahan." Itu kata terakhirnya sebelum dia pergi. Gue gak tau kenapa rasanya berat banget. Benteng gue benar-benar runtuh. Air mata jatuh dari pelupuk mata gue. Hati gue serasa dicabik-cabik. Bukan main sakitnya.

Gue memaki diri gue dalam hati. Bahkan untuk bernafas aja sulit. Rasanya gue kaya ada di ruangan besar. Sendirian cuma hampa, gak ada udaranya!

Tiba-tiba memori tentang kebersamaan gue sama Rere selama ini terputar dengan otomatis diotak gue. Dan gue makin menyesali perbuatan gue.

Persetan!

Childish!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang