Revan pun sampai dirumah Arlan yang sangat sederhana itu. Jauh dari kata mewah dan glamour, Revan memandangi rumah itu, mengamati rumah yang mungkin sangat kecil di bandingkan rumahnya yang seluas lapangan bola. Revan mengetuk pintu rumah itu, lalu wanita paruh baya membukakan pintu rumahnya.
"Permisi, apakah benar ini rumah Arlan?" ujar Revan.
"Oh benar, mari silahkan masuk. Temannya Arlan kan, Arlan ada di kamar sedang istirhat, mari." ujar Bibinya Arlan.
Revan masuk kedalam rumah itu, saat masuk kedalam ia merasakan kedamaian dan sejuk di rumah itu. Lalu Revan memberikan buah kepada bibinya Arlan, lalu bibinya Arlan mengantarkan ke kamar Arlan.
"Masuk aja, pintunya gak di kunci kok." seru bibinya Arlan.
Revan mengangguk, lalu ia masuk kedalam dan menutup pintu kamar Arlan. Arlan menoleh lalu ia kaget saat melihat siapa yang datang.
"Kau? Kenapa kemari? Kan aku sudah bil...." ujar Arlan, belum sempat menyelesaikan kata-katanya Revan mencium bibir Arlan.
Arlan melotot, lalu ia mendorong tubuh Revan. "Kau... Aduh... Kau ini sudah gila ya?"
Revan hanya tersenyum, lalu berbicara. "Apa kau tidak bisa hati-hati? Kenapa kau ceroboh sekali?"
"Haaaah, aku sudah berhati-hati, tapi mobil itu oleng dan yang menyetir tidak fokus, aku sudah di pinggir jalan kok." ujar Arlan.
"Kita kerumah sakit, aku gak mau kau seperti ini." ujar Revan.
"Aku sudah kerumah sakit tadi, dan yang menabrak ku itu abangmu sendiri, dia juga dokter, namanya Fernando." ujar Arlan.
Revan terdiam, wajahnya mulai terlihat murung dan masam. Arlan tau dia pasti sedang tidak dalam suasana hati yang baik, Arlan masih bingung, tetapi dia punya cara membuat orang ini tenang. Arlan menyentuh pipi Revan, dan benar saja wajahnya kembali stabil meski hatinya belum.
"Kau tidak kembali ke sekolah?" seru Arlan.
Revan menyentuh tangan Arlan, lalu menciumnya. Kemudian ia berbicara. "Aku ingin disini menemanimu. Walau sebenarnya nanti Mrs. Miranda dan beberapa murid datang menjengukmu. Aku harus pergi, nanti pulang sekolah aku kesini lagi. Kau tidak boleh menolakku."
Arlan tersenyum lalu berbicara. "Baiklah, kau hati-hati di jalan."
Revan mengangguk dengan senyuman manisnya, lalu Arlan mencoba menggoda Revan. "Kau tidak menciumku lagi?"
Mendengar kata itu Jantung Revan ser seran, lalu ia mendekat dan mencium bibir Arlan lembut. Lalu Revan berbicara. "Aku pergi dulu, kau istirahat ya."
Arlan mengangguk, lalu Revan pergi dan sudah berpamitan dengan bibinya Arlan. Arlan di kamar meneteskan air matanya, benar dugaan Arlan. Revan mengalami perubahan orientasi seks. Tetapi kenapa harus Arlan? Dan kenapa Arlan juga nyaman dengan perlakuan Revan. Arlan mengusap rambutnya kasar, ia frustasi.
Arlan kembali beristirahat, lalu Mrs. Miranda, Hengki, dan Viona sahabat sekelas Arlan datang menjenguk. Cuman karena sedang dalam pengaruh obat dan rasanya ngantuk sekali, Arlan tertidur dan tidak tau kalau mereka datang. Saat ingin di bangunkan Mrs. Miranda juga melarang bibinya Arlan agar tidak mengganggu istirahat Arlan. Mereka semua pun pergi. Tetapi saat Arlan terbangun, ia mendengar suara Revan sedang mengobrol dengan paman dan bibinya. Arlan membuka pintu kamarnya lalu ia keluar dari kamar.
"Kau sudah bangun nak? Kamu mau kekamar mandi?" ujar Bibinya Arlan.
"Iya bik, tapi aku bisa sendiri kok." ujar Arlan.
"Aku bantu," seru Revan sambil memegangi tangan Arlan.
"Sattan, aku bisa sendiri, kau duduk saja disana." ujar Arlan sambil meringis.
KAMU SEDANG MEMBACA
BL- Nerd and Bad Boy.
Teen FictionRevan dan Arlan adalah musuh bebuyutan di sekolah mereka. Revan Adiguna Wijaya adalah seorang anak konglomerat atau anak orang terpandang yang kurang kasih sayang atau perhatian orang tuanya selalu bertindak sesuka hatinya. Pertemuannya dengan Arlan...