(13) Si Naif, Si Tuan Badass Dan Si Hati Es abadi

733 68 16
                                    

Baru 4 hari Maya menetap di Istana dengan segala kemewahan di dalamnya. Dan selama empat hari itu kendati masih terlintas di pikiran Maya bahwa semua ini hanya mimpi.

Segalanya terlalu luar biasa untuk menjadi nyata. Bagaimana tidak, rasanya baru kemarin ia tinggal di rumah sederhana lantai satu dan tak ber-AC, rasanya baru kemarin ia memakan masakan ikan tongkol goreng yang itu saja sudah terasa sangat mewah, pulang sekolah naik angkot, atau menikmati kegiatan monoton di rumahnya seperti mencuci pakaian, mencuci piring, ngepel, nyapu. Sementara itu lihatlah sekarang jika Maya mau ia bahkan tak perlu repot berjalan mengambil makanan ke dapur, seorang maid akan dengan senang hati mengantar makanan kehadapannya. Tapi Maya tidak mungkin melakukan hal demikan karena terlalu berlebihan.

Padahal sedikit banyak Maya juga bosan karena tidak ada kerjaan. Dia ingin membantu bersih-bersih atau memasak seperti yang sering ia lakukan ketika membantu Mamanya, tapi Bik Yani dan para Maid melarangnya dengan keras.

Maya ingin jalan-jalan tapi tidak ada bisa yang menemaninya, Mamanya Maya masih sibuk dengan pengembagan bisnis butiknya. Pak Ridwan? Jangan bercanda dia adalah orang tersibuk yang pernah Maya kenal. Kedua saudara tirinya? Percaya deh itu ide yang buruk. Lily? Maya belum yakin untuk menceritakan status dirinya pada Lily. Kalau gitu sendirian aja! No no ini Jakarta tau bukan kampung halamannya, lagi pula jalan-jalan sendirian itu apa serunya, kayak jomblo.

Intinya Maya benar-benar mati gaya di depan TV tipis berlayar 4x lebih lebar dari TV di rumah lamanya itu. Tengah menayangkan film Frozen 2.

Dia sekarang berada di ruang tengah tempat dimana terdapat sofa-sofa santai dan karpet berbulu tebal nan halus, di temani snack, cokelat, kacang-kacangan beserta orange jus.

Beberapa saat lalu Maya sempat bervideo call dengan Tania hanya sekedar melepas rindu hingga merembet ke keluh kesah Tania semenjak kepindahan Maya. Si sahabatnya itu bilang nilai Matematikanya turun drastis sebab tidak ada yang bisa memberi contekan sebaik Maya. Ia juga bercerita bagaimana sibuknya ia akhir-akhir ini karena harus berlatih untuk persiapan turnamen basket kendati Tim sempat kualahan akibat berkurangnya satu pemain unggulan yaitu Maya.

Dan Tania mesti pandai membagi waktu antara membantu usaha catering ibunya yang semakin banyak menerima orderan, persiapan turnamen, dan tugas sekolah, semua itu di perparah dengan tidak ada sahabatnya di sampingnya.

Seseungguhnya Maya sendiri pun benar-benar tidak berdaya. Dia merindukan kehidupan lamanya tapi tahu betul kalau ia tidak mungkin bisa kembali seperti dulu. Dan setiap memikirkannya, Maya akan berakhir dengan sakit hati dan menyalahkan segala hal dalam hidup. Itu tidak baik

Namun lebih daripada itu, kembali ke permasalahan Tania. Ada sisi positifnya juga perihal kepindahan Maya, sahabatnya itu mau tidak mau harus mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan yang membuatnya semakin disiplin, mandiri dan lebih bekerja keras. Maya betulan bangga padanya.

Omong-omong penampakan Maya sekarang bisa dibilang sudah mirip dengan anak orang kaya. Bagaimana tidak kalau melihat keadaannya yang nampak kekenyangan karena semua camilan yang sudah berserakan di meja, jempolnya bolak-balik memencet remote untuk mencari acara tv yang pas namun tidak ada yang membuat matanya melek. Bahkan sudah tak terhitung berapa kali ia menguap bosan. Semuanya di perparah dengan keberadaan dua orang maid yang berdiri kaku disampingnya seolah mengcosplay manekin.

Jangan kalian kira Maya tidak mengajak mereka bergabung dengannya. Maya bahkan hampir membenturkan kepalanya ke meja saat mereka berkali-kali menolaknya dengan alasan "Maaf non Maya, tapi tugas kami hanyalah melayani semua kebutuhan non Maya, bukan untuk duduk bersantai apalagi di saat jam kerja."

Two Bad BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang