Ada satu rutinitas baru yang sangat Maya sukai semenjak resmi menjadi anggota jurnalistik. Tiap sekali seminggu, gadis bermata almond itu akan bertugas mengganti beberapa materi usang di Mading sekolahnya dengan materi baru yang sudah disiapkan oleh anggota yang piket. Tugas itu berlaku untuk semua anggota baru. Seperti sebuah tradisi turun-temurun, unik sekali.
Namun, di periode Maya sedikit berbeda, anggota yang masuk hanya dirinya seorang, jadi hanya dia yang harus mengemban tugasnya sendirian. Damar a.k.a Ketua umum tentu sudah mempertimbangkan hal itu, maka kini ia menghimbau kepada senior yang piket untuk membantunya. Tapi, dasar Maya, dia justru dengan senang hati menolak bantuan tersebut, sebab tanggung jawab itu baginya adalah sebuah anugrah. Maya sangat senang dengan hal-hal seperti itu. Membuatnya seperti seseorang dibutuhkan. Well, mereka tidak tahu saja betapa excited- nya Maya ketika berhadapan dengan sebuah Mading yang berwarna-warni.
"ASSALAMOLEKOM!"
"Eh, ayam-ayam, Waalaukumsalam" Maya melotot tajam ke arah Lily yang baru saja berteriak di kupingnya. Kepalanya terjulur ke bahu Maya. Untung saja mulutnya tidak sepontan memaki.
"Gue tahu lo hari ini ada disini. Nih, diminum! Gak perlu bilang makasih, hehe" cengenges Lily seraya menyodorkan susu kemasan sebelum Maya meledak.
Cewek itu mengelus dada, beristigfar. Menyambut minuman itu, masih tak habis pikir, "baru dateng?"
Lily mengangguk,"wah, ini cerpennya Kak Damar yang dua minggu lalu diterbitin di Jawa Pos itu, ya?" Tunjuknya di salah satu sudut papan Mading. Lalu membacanya lamat-lamat.
Maya otomatis tersenyum ketika menempelkan stiker meme, "diksinya keren banget, anyway."
Lily tidak terkejut, semua orang juga tahu bahwa Damar sempat aktif di forum Bahasa di sekolah. "Iya, khas sastranya kental banget. Eh, May, sini gue bantuin!" tawarnya ketika melihat Maya menaiki kursi untuk menempelkan satu materi di sudut Mading paling atas.
"Engga apa-apa, Li."
"Eh, hati-hati, Maya!" Seseorang menginterupsi kegiatan kedua gadis itu, "engga usah paksain sampe ke atas kalo engga nyampe."
"Kak Damar, pagi Kak!" Sapa Lily dengan canggung, yang dibalas pagi juga oleh Damar.
Maya turun dari kursi, menyapa ketuanya dengan senyum mengembang. Jujur Maya sangat mengagumi Katua Jurnalistik itu karena kebolehannya di bidang Sastra dan Jurnal, serta kepemimpianannya yang sangat bijaksana.
"Engga ada senior yang bantu?" Tanya Damar kemudian.
"Engga apa-apa Kak, ginian doang mah, bisa sendiri, kok" untuk panggilan, mereka-para anggota jurnalistik sepakat untuk membebaskan bahasa panggilan karena dirasa mereka tidak cocok dengan formal. Terlalu kaku untuk dipakai oleh anggota yang tergolong masih seumuran.
"Aduh, May, lo udah PR Bahasa inggris belum?" Celetuk Lily tiba-tiba. Wajah cemasnya menular kepada Maya.
"Udah, kenapa, Li?"
"Gue belum, haiss ... lupa, jam pertama, kan ya. Gue minta punya lo, ya?!" Maya meringis melihat Lily yang kalang kabut.
"Ya udah sana, cepetan bentar lagi bell!"
"Oke deh, ya udah aku kekelas dulu, ya." Pamitnya kepada Maya, tak lupa mengangguk singkat ke arah Damar.
Lily sudah hilang ditelan lorong. Maya mendengar kekehan renyah di belakangnya.
"Ada yang lucu, Kak?" Tanya Maya yang terheran.
"Itu temen lo, ngingetin gue kalau lagi lupa ngerjain PR. Sering banget kejadian, apalagi waktu pas awal-awal jadi ketua, sering banget kelupaan, jadwal harian juga berantakan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Two Bad Brothers
Ficção AdolescenteGimana perasaan lo kalau tiba-tiba punya 2 saudara tiri cowok yang gantengnya kebangetan tapi sayangnya mereka benci banget sama lo? terus, satu sekolah? tinggal serumah? dan diluar espektasi mereka ternyata jahil banget, bikin kesel tiap hari. Yang...