(23) Weird

1K 114 92
                                    

Apa yang lebih membahagiakan bagi Ratna selain peristiwa langka yang terjadi hari ini. Ia memperhatikan satu per satu anggota keluarganya, mulai dari Ridwan yang pagi ini mengabulkan permintaannya untuk sarapan bersama, pria itu adalah seorang penggila kerja yang waktunya bernilai mahal, bahkan ia mengaku ini adalah pengalaman pertamanya sarapan di rumah.

Kemudian Aska yang sedang menikmati salad, walaupun tadi terlihat terpaksa saat Ridwan menghentikannya untuk ikut duduk di meja bersama tepat saat menuruni tangga.

Lalu Saka yang sudah menghabiskan dua lembar roti dan semangkuk salad, dia memang selalu menyempatkan diri untuk sarapan sehat setiap pagi di mini bar dapur, Ratna memuji anak itu yang tetap menjaga pola makan sehat karena dia adalah seorang atlet di sekolahnya.

Kemudian tersenyum lebih lebar pada putri satu-satunya, Maya. Ia terlihat menikmati omeletnya dengan tenang. Tidak terlihat gugup atau canggung seperti pertama kali mereka makan di meja yang sama.

Ratna sangat senang, hal kecil seperti ini adalah sebuah kemajuan. Kendati masih tidak ada percakapan berarti antara mereka selayaknya keluarga pada umumnya, bahkan Ridwan masih tidak bisa meninggalkan tabletnya di meja. Namun tetap saja, besar harapannya agar kegiatan kecil ini bisa sering mereka lakukan seiring waktu.

Tiba-tiba, Saka berdiri setelah meneguk sirup orange hingga setengah, "Saya selesai."

"Enggak sopan sekali, pergi dari meja sementara orang tua belum selesai makan," tegur Ridwan yang membuat Saka memutar bola mata.

"Mau manasin mobil Pa, sambil ngecek mesin, udah lama gak dipake soalnya, pagi ini juga tetiba hujan perasaan tadi cerah. Jangan-jangan gegara ada acara sarapan bersama di rumah ini?" Saka mengendikan bahu, kemudian pergi begitu saja meninggalkan Ridwan yang mengeraskan rahang mendengar sindiran halus itu.

Diam-diam Maya memperhatikan semuanya. Maniknya mengiring punggung Saka hingga menghilang, kemudian menghembuskan napas. Meski sudah membiasakan diri dengan hal-hal seperti ini namun tetap saja, ia masih tak tahan melihat wajah murung Mamanya dan tentunya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Pak Ridwan selama ini.

"Pagi ini hujan, dan Papa kayaknya engga bisa ngantarin kamu sekolah Maya, jadwal Papa padat banget. Mama kamu juga baru belajar menyetir, Papa engga mau ngambil resiko apalagi sedang hujan."

Maya yang sedang meneguk Susu langsung meletakan gelas dan baru sadar kalau kali ini ia tidak bisa di antar jemput Pak Junaidi seperti biasa kerena beliau sedang mengambil cuti setelah mendengar kabar istrinya sudah melahirkan.

"Aku bisa pake taksi Pa," putus Maya kemudian, saat berpikir ia juga tidak mungkin menggunakan ojek online karena sedang hujan.

"Kenapa harus pake taksi kalau kamu dan Aska bisa berangkat sekolah sama-sama. Kalian satu sekolah kan?"

Maya menahan untuk tidak melotot mendengar perkataan Mamanya yang sangat terus terang.

"Iya, tidak ada salahnya kan, Aska?" Ridwan juga malah ikut-ikutan.

Ini salah! Maya bahkan tidak berani membayangkan bagaimana suasana mereka nanti.

"Engga perlu Pa-"

"Ya ... kenapa enggak."

Sontak Maya mengangkat pandangan ke arah Aska, berharap besar kalau perkataan cowok itu hanya lelucon.

"Enggak masalah," Aska sedang mengaduk salad, lalu membalas manik Maya dengan datar, "gue tunggu dimobil."

Aska beranjak selagi Maya mencerna semuanya. Mungkin jika Ratna tidak menepuk pundak Maya untuk membuatnya sadar kalau ia harus segera menyelesaikan sarapan

Two Bad BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang