(10) Keluarga ini?

873 74 4
                                    

"Stalker?"

Menggigit bibir, Maya berbalik badan untuk menemukan Aska dengan kaos abu-abu bersama laptop dan cangkir kopi mengepul dimasing-masing tangannya.

Menarik napas Maya bersiap untuk segala kemungkinan.

"Tolong, jangan salah paham dulu. Gue bukannya mau macem-macem. Gue cuma mau nemuin lo, kok." Maya mencoba setenang yg ia bisa.

Maya lihat Aska hanya menaikkan sebelah alisnya, terlihat tak tertarik sama sekali dengan dirinya. Terbukti saat Aska malah melenggang menjauh dari Maya, berjalan tenang ke arah balkon.

Maya speechles. Kenapa orang ini sangat tidak bisa di ajak kerja sama?

Terlalu awal untuk menyerah, cewek dengan kaos kuning bumblebee itu mantab menyusul Aska ke balkon.




Saat mendorong pintu kaca, Maya langsung bisa melihat Aska di sudut balkon. Duduk disalah satu kursi santai, berkutat pada laptop seraya menyesap kopinya.

 Duduk disalah satu kursi santai, berkutat pada laptop seraya menyesap kopinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.








Selama ia pindah ke rumah ini, Maya sekalipun tak pernah menginjak balkon ini. Ia menyayangkan hal itu. Karena tempat dengan luas sebesar kamarnya ini terasa sangat layak untuk menghabis waktu santai maupun melepas penat. Di rumah ini terdapat dua teras lantai atas, sementara Maya sekarang berada di teras lantai atas bagian belakang yang berdesain modern. Dengan dominasi interior warna gelap. Kursi meja warna kayu, dengan sedikit sentuhan natural dari beberapa tanaman hias. Nampak cantik saat malam hari karena lampu-lampu sebagai pelengkap penerang. Dan satunya lagi berada di bagian depan menghadap langsung ke halaman depan rumah, namun tampak membosankan karena mengikuti desain dari rumah ini yang dominan warna putih gading.

Maya menghampiri Aska, lalu menyodorkan bingkai foto yang sedari tadi ia bawa.

"Ini sebagai permintaan maaf gue yang udah ngehancurin bingkai foto lo. Waktu itu gue beneran gak sengaja. Tapi walau bagaimana pun, gue harus tanggung jawab dan minta maaf," memasang senyum tipis "so, maafin gue, ya"

Suasana menjadi makin canggung ketika Aska nihil merespon seakan kalimat panjang yang di ucapkan Maya barusan hanyalah hembusan angin. Ia lebih tertarik pada layar laptopnya.

Maya gemas, dia diambang batas kesabaran.

"Lo engga pernah diajarin sopan santun, ya. Ini saudara lo, loh yang ngomong bukan orang lain"

Dupt..

Aska menutup laptop dengan kasar. Berdiri, kemudian menyambut bingkai foto yang Maya sodorkan padanya.

Senyum miring terbit di wajahnya, "murahan"

"Maksud lo?" Maya bertanya memastikan, takut-takut ia salah dengar.

"Ini! Engga pantes untuk lu kasih ke gua," Aska mematahkan bingkai berbahan kayu itu, "yang lo pecahin kemaren, di beli langsung di Swiss, di toko antik terkenal dengan bahan dasar keramik dengan ukiran desainer ternama tahun 1972. harganya? Sebesar pendapatan nyokap lo selama setengah tahun." Kemudian membuang benda itu jauh-jauh.

"Engga perlu diganti, lu engga akan sanggup, kecuali minta sama bokap gua"

Maya menganga tak percaya, menyorot pada bingkai foto yang baru saja dipatahkan, kemudian dibuang begitu saja.

Maya merasa menyedihkan namun lebih dominan Marah. Itu hasil uang jajannya satu hari dengan tambahan sedikit manarik tabungan.

Dan setelah Aska melewatinya untuk meninggalkannya. Maya terkekeh miris.

"Sesulit itu, ya?"

Aska urung mendorong pintu.

"Sesulit itu, buat lo nerima gue sama Mama di kehidupan lo?"

Aska berbalik, menemukan Maya yang menyorotnya datar. Dia paham, cewek itu pasti sakit hati.

Well, kalian pikir Aska peduli. Jangan bercanda.

"Sesulit itu buat nerima permintaan maaf gue dan memulai semuanya dari awal. Oke, gue gak minta banyak kok, hanya menghargai mama sebagai ibu lo dan gue sebagai saudara tiri lo."

"HAHAHA..." Aska tertawa. Iya, dia bahkan terpingkal seraya memegang perutnya.

Dan itu membuat Maya heran sekaligus cukup terkejut dengan reaksi Aska. Bak menemukan sesuatu yang baru dari pribadinya. Apakah ini semacam lelucon bagi cowok itu.

Aska menarik napas guna membuang sisa tawanya. Sungguh, kalimat tadi adalah seloroh terlucu yang pernah ia dengar.

"Biar gue pertegas satu alasan yang bakal ngejelasin semuanya."

Maya menyingkirkan rambutnya yang terurai angin untuk diselipkannya ke telinga. Mempertegas bahwa ia menantikam kalimat Aska selanjutnya.

"Gua peringatin, jangan bertindak lebih jauh lagi buat ngenal gua hanya karna kita ada ikatan saudara tiri. Lu seharusnya engga datang kerumah ini, apalagi berkaum kerabat dengan keluarga ini," Aska mendengkus, membuang pandang kearah lain. Maya tahu ia belum selesai dengan ucapan sarkasnya namun seakan sengaja ditahan.

Maya bisa melihat kilatan pada mata Aska. Ia semacam sedikit frustasi. Apakah ia kesal telah mengatakan kalimat sarkas tadi.

"Ini yang gue engga suka sama orang asing, terlalu ikut campur dengan kehidupan orang lain," ujar Aska bak berbicara pada diri sendiri. Kemudian berbalik untuk benar-benar meninggalkan Maya yang masih mencerna perkataan Aska sebelumnya.

Cowok itu, benar-benar menolak Maya dalam kehidupannya.

Cewek itu mengacak rambutnya frustasi, kemudian mendongak hingga menghadap langsung ke arah langit kelam namun berbintang sangat banyak. Ditengah sorotnya menghitung bintang yang tak terhitung, ia bergumam lirih.

"Kalau kayak gini Mama engga bakal sepenuhnya bahagia."

Ia menurunkan kepala dan menyorot pintu yang barusan dilalui Aska.

Dan gregetnya, Maya malah memiliki pemikiran, "Gue penasaran, seberapa rusaknya keluarga baru gue ini?"

●●●

Aska itu irit ngomong, karena sekalinya ngomong banyak, engga mau mikirin perasaan orang. Engga peduli itu bakal nyakitin orang karena omongannya yang pedes😂😂

Singkatnya Aska emang ganteng dan keliatan cool, but kejam abiss😘😘

Part selanjutnya ketemu si bad boy Saka ya. Huhu....

Two Bad BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang