"Well, sebentar lagi api kekacauan akan semakin membesar tidak terkendali. Sekarang aku akan istirahat sebentar." Kekehnya lalu berjalan pergi dengan santai.
.
.
.
Udara malam Seoul yang lembap dan pekat terasa sangat gerah seakan ingin menyaingi panasnya mereka. Gadis dalam balutan gaun kulit yang tebal itu menyunggingkan senyum lega sambil menggosok-gosokkan telapak tangan ke lengannya yang telanjang.
Dia memberi tubuhnya kesempatan merilekskan diri di samping bak sampah jorok yang tidak jauh dari situ, tangannya mencengkram bagian atas bak yang terbuka—di situ menggantung awan pekat yang mengeluarkan bau menyengat makanan yang sudah membusuk. Tanpa sadar matanya terpejam, lalu dia menghirup napas panjang dan tersenyum.
Sebentuk bau lain yang lebih tajam—mirip bau anyir daging terbakar, tapi lebih memuakkan—berembus di udara yang panas dan lembap. Senyum gadis itu malah melebar saat menghirup bau baru yang menyesakkan ini, seolah dia mencium aroma parfum paling langka.
Lalu matanya tersentak membuka. Tubuhnya menggeliat lurus dan mengeras.
Sebentuk tawa kecil bernada rendah bergulir dari kegelapan selembut beledu.
"Merasa kangen rumah, Nini?" suara seorang wanita mendengkur.
Bibir gadis itu meruncing siap mendamprat ketika sosok tubuh pemilik suara barusan memperlihatkan diri. Dia hanya ingin bersantai sebentar setelah menguras cukup banyak tenaga di bilik kamar mandi tadi. Namun, sekarang malah muncul seseorang yang tidak disangka-sangka. Gadis kegelapan itu mendengus pelan lalu memperbaiki sikap tubuhnya. Dia tidak boleh terlihat lebih lemah dari lawannya.
Perempuan berambut hitam mencolok itu sepertinya tidak mengenakan apa pun selain kabut hitam yang berkibar-kibar malas. Seluruh tungkainya tidak kelihatan—barangkali dia bahkan tidak punya kaki. Di atas dahinya menempel dua tanduk kecil dari batu oniks mengilat.
"Chax Krystal val Seir-Orias," geram gadis bergaun merah. "Sedang apa kau disini?"
"Kenapa resmi sekali , my little sister?"
"Apa pedulliku pada urusan persaudaraan?"
"Betul sekali. Apalagi asal-usul kita yang sebenarnya terbagi menjadi ribuan... Tapi panggilanmu tadi itu terlalu ribet untuk diucapkan. Bagaimana kalau kamu memanggilku Krys saja, jadi aku juga tidak perlu memanggilmu Chax Jennie val Seir-Phenex melainkan Nini saja."
Jennie melontarkan dengus mengejek. "Aku kira kamu ditugaskan ke Tokyo."
"Cuma istirahat sebentar—sepertimu." Krystal menatap tajam tempat yang dipakai Jennie untuk beristirahat. "Tokyo keren sekali—hampir seganas neraka, terima kasih sudah bertanya—tapi kadang-kadang para pembunuh di sana juga tidur. Karena bosan, aku mampir kemari untuk melihat apakah kamu bersenang-senang di proooom night." Krystal tertawa. Kabut hitam di sekelilingnya menari-nari.
Jennie merengut, tapi tidak menanggapi.
Benaknya kembali waspada ketika kembali berfokus pada remaja-remaja berkelakuan tidak tertebak di dalam ruang dansa hotel dan berharap diusik oleh seseorang. Apakah Krystal kemari untuk mengacaukan rencana Jennie? Kalau tidak, apa lagi? Kebanyakan iblis level tengah rela keluyuran sampai berkilo-kilo meter dari tempat mereka untuk mengacaukan rencana iblis liga kecil—bahkan sampai mau-maunya melakukan perbuatan baik.
Suatu ketika Lalisa Buer val Morax pernah menyamar sebagai manusia di SMA tempat Jennie ditugaskan, kira-kira sepuluh tahun silam. Jennie tidak mengerti kenapa semua rencananya menciptakan penderitaan malah terus berakhir bahagia. Setelah akhirnya Jennie tahu sebabnya, dia hampir tidak memercayai kekurangajaran Lisa—iblis perempuan keji itu ternyata mempersatukan kembali tiga cinta sejati yang berpisah hanya agar Jennie turun kelas!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hell Comes To You [Jeno x Jennie]
Fanfiction[REMAKE FROM STORY BY STEPHENIE MEYER DENGAN BEBERAPA PENYESUAIAN DAN PERUBAHAN KARAKTER TOKOH, BAHASA, DAN BEBERAPA TAMBAHAN JALAN CERITA] NCT x BLACKPINK [SCHOOL LIFE - PROM NIGHT] Mata gelapnya yang berbentuk buah badam terlihat tenang dan berhat...