Pikiran Soobin berkecamuk dengan hebat. Detak jantungnya berdebar dua kali lebih cepat. Bagaimana jika orang suruhan itu berhasil menangkapnya? Apakah artinya ia akan dibawa kembali ke rumah yang amat ia benci?
Rasa panik membuatnya tak bisa berpikir jernih, ia terlanjur larut membayangkan siksaan yang akan ia terima jika ia tertangkap basah. Soobin sangat takut hal itu terjadi.
Lia tentu saja mengetahui kecemasan Soobin, ia juga tengah memeras otaknya untuk mencari tempat bersembunyi yang lebih aman dibanding seonggok pohon ini. Mereka bisa ditemukan dengan mudah jika hanya bersembunyi disini.
“Lia aku ta—” Soobin hendak mengeluh namun segera dipotong oleh Lia.
“Ayo ikut aku!” ajak perempuan itu sambil mengendap-ngendap pergi.
Soobin melirik ke arah mobil sedan itu, sepertinya sekarang waktu yang aman untuk kabur. Lelaki itu langsung menyusul Lia.
Ternyata tujuan Lia bukanlah bersembunyi di suatu tempat, melainkan pulang ke rumah melalui jalan pintas. Mereka berdua harus melewati gang kecil dan kotor demi mencapai rumah tanpa ketahuan oleh bodyguard suruhan ayah Soobin.
Soobin berjalan dengan hati-hati agar tidak menginjak sampah yang berserakan sambil mengibas-ngibaskan tangannya untuk menghilangkan bau busuk menyengat akibat kotoran tersebut.
“Apakah tidak ada jalan lain?” tanya Soobin.
“Sayangnya, tidak ada.” jawab Lia.
Soobin tersenyum kecut, mau tidak mau jalan inilah yang harus ditempuh. Ia berharap semoga sebentar lagi mereka sampai ke rumah dengan cepat tanpa ketahuan bodyguard tersebut.
Dan keinginan lelaki itu pun terkabul. Akhirnya mereka tiba di rumah Lia dengan selamat tanpa diuntit oleh orang suruhan tersebut. Lia buru-buru membuka pintu rumahnya dan menarik Soobin masuk lalu segera menguncinya.
Soobin langsung menyandarkan tubuhnya pada tembok dan menarik nafas panjang. Ia sangat lega bisa berhasil menghindar dari mereka yang hampir saja mendapatkannya.
Lia mengelus pundak Soobin, menenangkan lelaki itu.
“Kau tidak apa-apa 'kan?” tanya Lia khawatir.
Soobin mengangguk mantap, menyakinkan Lia bahwa dirinya baik-baik saja. Perempuan itu pun mengajak Soobin untuk duduk di sofa ruang tamu.
Lia meraih telapak tangan lelaki itu, kemudian menggenggamnya dengan erat. “Apakah semengerikan itu untuk pulang ke rumahmu?”
Soobin menatap Lia bingung, tidak mengerti apa yang dimaksud perempuan itu.
“Meskipun ini mungkin terkesan lancang, tapi aku ingin tahu apa masalah yang menimpamu. Barangkali aku bisa membantu.” ujar Lia dengan tulus.
“Kau tidak bisa terus-terusan menghindar seperti ini. Kau harus segera mencari solusinya,” Lia memperingatkan Soobin.
Soobin memperhatikan wajah Lia yang terlihat begitu peduli pada masalah yang menimpa dirinya. Lelaki itu meneguk ludahnya, ia ingin mengungkapkannya, tapi masih ada rasa ragu mengganjal di hatinya.
Lia mengeratkan genggamannya pada Soobin untuk menghilangkan keraguan lelaki itu.
“Aku dipaksa untuk menjadi penerus perusahaan ayahku.” ucap Soobin.
“Mungkin orang-orang berpikir, harusnya aku senang karena mendapatkan jabatan dan kekuasaan tinggi. Namun tidak bagiku,”
“Kehidupanku selalu diatur dan dipaksa sesuai dengan keinginan ayahku. Aku didesak untuk mempelajari sistem perdagangan dan strategi pemasaran yang sama sekali tidak kusukai.”
“Bahkan aku dipaksa menikah dengan putri dari kolega ayahku. Aku tidak pernah hidup sebagai diri sendiri, seakan aku hanyalah robot yang dapat dikontrol sepenuhnya oleh ayahku.” Soobin mengakhiri ceritanya.
Lia memandang iba lelaki di hadapannya. “Bagaimana dengan ibumu?”
Soobin tersenyum miring. “Ibuku? Ia sudah kabur sejak lama.”
“Ayahku begitu terobsesi dengan kekuasaan dan kekayaan hingga melupakan kebahagiaan keluarganya. Ibuku yang sudah tak tahan pun memutuskan untuk pergi dari rumah.”
“Yang kulakukan sekarang adalah mengikuti jejak ibuku, pergi dari rumah neraka itu.” Soobin menundukkan kepalanya dengan tatapan kosong, menyiratkan kekecewaan mendalam.
Lia segera membawa Soobin ke dalam pelukannya untuk meringankan kesedihannya. Pasti berat rasanya harus hidup dalam tekanan dan paksaan.
“Tapi Soobin, bolehkah aku memberi saran?” tanya Lia.
Soobin melonggarkan pelukan mereka, lalu menatap Lia dengan bingung. “Apa?”
“Kenapa kau tidak coba ikuti permainan ayahmu? lalu saat kau sudah mendapatkan kekuasaan, kau bisa membalaskan dendammu dengan mudah.” Lia melontarkan gagasannya.
Soobin terkejut mendengar ide dari perempuan di hadapannya. Namun ia juga tertarik untuk mencobanya. Bukankah itu terdengar menyenangkan?
“Aku akan mencobanya, tapi dengan satu syarat.”
“Apa itu?”
“Kau harus ikut ke rumah itu dan hidup bersamaku.”
kalau kalian jadi lia, kalian mau ngeiyain ajakan soobin nggak?
oh ya, kira-kira siapa ya yang dijodohin sama soobin?
cluenya : member girlgroup gen 4
KAMU SEDANG MEMBACA
Unread Destiny [✓]
Fanfictiontakdir memang sudah tertulis bahkan sebelum suatu insan diciptakan. namun beberapa jiwa tak dapat membaca takdirnya. ft soobin, lia