udah masuk part ke sepuluh nih. kalau lupa alurnya boleh lah baca ulang dari awal xixi.
Soobin mengerjap-ngerjapkan matanya, hampir tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Lia.
“Kau mau?” Soobin memastikan.
Lia termenung, lagi-lagi rasa ragu dan bingung menghinggapinya. Lalu sejurus kemudian ia ingin menarik perkataannya yang mengiyakan permintaan Soobin.
Perempuan itu kembali dirundung rasa bimbang tak berkesudahan.
“Soobin...” ucap Lia lirih.
Lelaki itu mengangguk paham. Ia mengerti jika Lia masih gamang atas keputusannya sendiri. Tak apa, Soobin tidak akan memaksa Lia untuk tinggal di rumahnya. Mereka memiliki kehidupan masing-masing. Lagipula ia menyadari kalau permintaannya sangat egois dan membuat Lia merasa tertekan.
“Aku paham, jangan paksakan dirimu.” ujar Soobin seraya mengelus sisi wajah dari sang gadis.
“Terimakasih atas segalanya, Lia.”
Hari itu, setelah pertemuan pertama mereka yang mengukir cerita singkat, kedua insan itu diharuskan berpisah. Hanya satu hal yang dapat mereka lakukan sekarang, menunggu semesta kembali menyatukan mereka dan mengizinkan mereka untuk menorehkan kisah bersama lagi.
* * *
Pintu gerbang kokoh dari mansion mewah milik keluarga Choi terbuka perlahan saat limusin yang membawa Soobin beserta keluarganya. Para pengawal berbondong-bondong mengiringi kedatangan limusin itu di halaman depan mansion.
Soobin mengedarkan pandangannya, sudah beberapa minggu ia melarikan diri dari tempat ini. Namun takdir dengan kejamnya menyeret lelaki itu untuk kembali ke rumah nerakanya.
Lelaki itu menghembuskan nafasnya perlahan, jengah dengan alur hidupnya yang sangat tak adil baginya.
Asisten pribadi Soobin membukakan pintu limusin, mempersilahkan tuan mudanya untuk melangkah keluar dari kendaraannya. Kehadiran lelaki itu disambut oleh para pelayan yang menundukkan tubuhnya, menunjukkan rasa hormat pada tuan muda. Dengan berat hati Soobin melangkah menuju kamarnya.
“Tuan muda, malam nanti anda harus menghadiri agenda makan malam bersama keluarga Jeon.” sang asisten menginformasikan pada Soobin.
Lelaki itu mengangguk acuh. “Urus saja.” balasnya.
Soobin lantas memasuki ruang tidurnya dan segera membaringkan tubuhnya di atas kasurnya setelah sekian lama ia meninggalkan tempat itu. Lalu sudut matanya melirik ke arah nakas di samping kasurnya, mendapati ponselnya tergeletak tidak terurus begitu saja.
Lelaki itu pun beranjak meraih benda pipih tersebut, kemudian ia mencoba untuk menyalakannya.
Berhasil, ponsel itu masih dapat digunakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unread Destiny [✓]
Fiksi Penggemartakdir memang sudah tertulis bahkan sebelum suatu insan diciptakan. namun beberapa jiwa tak dapat membaca takdirnya. ft soobin, lia