"Lia,"
"Hmm?"
"Lia ...."
"Apa sih?!"
"Lia, sebetulnya nggak apa-apa kamu mau peluk aku terus. Tapi aku takut rumah kenapa-napa. Kalau kebakaran, aku tinggal di mana?" Di tengah-tengah keheningan suara Yeji terdengar layaknya petir menyambar di siang hari. Menyadarkan Lia yang masih memeluk pinggang Yeji dengan posesifnya. Dua mata yang tadinya terpejam seketika membulat dengan sempurna, Lia terkejut bukan main! Langsung saja Lia menarik dirinya sementara Yeji sedikit memiringkan kepalanya agar dapat melihat wajah pemilik eyesmile itu di mana pipinya mulai muncul rona kemerahan. "Dih, Lia siluman tomat ya?" Kata Yeji sembari menunjuk ke arah pipi Lia dengan tangan kanannya.
Lia menggeram dalam hati, Yeji, aku bukan tomat, tapi malu! Lia tidak ada niatan menjawab pertanyaan bodoh yang dilontarkan oleh Yeji, melainkan menyembunyikan wajahnya dengan cara menunduk dalam, Yeji—yang notaben suka sekali menggoda Lia—malah semakin merendahkan tubuhnya. Yeji terkekeh, puas memandangi wajah Lia yang sudah semerah kepiting rebus itu, Yeji kembali berdiri dengan sempurna kemudian menepuk-nepuk lembut puncak kepala Lia, "Berarti mulai sekarang kalau kamu marah-marah tinggal peluk aja ya?"
Baiklah, hari ini Lia mendapat pelajaran tambahan karena minggu lalu guru Kimianya berhalangan untuk hadir. Mengingat Yeji tidak memiliki kegiatan apapun baik di sekolah maupun di rumah, akhirnya Yeji menawarkan diri untuk menunggu Lia di dekat lapangan—katanya sambil melihat grup marching band. Namun, tepat pukul tiga sore yang Lia temukan hanya suara daun bergesekan satu sama lain akibat terpaan angin—alias, sepi! Yeji pulang duluan. Akhirnya Lia kembali ke rumah sendirian dengan perasaan jengkel menyelimuti. Selama di perjalanan Lia tiada henti menggerutu akan membunuh Yeji jika bertemu nanti.
Dihentak kuat-kuat kakinya ke atas bumi seolah-olah bumi telah melakukan kesalahan besar terhadapnya sambil membayangkan wajah gadis jangkung itu. Sungguh, Lia tidak pernah mengerti dengan jalan pikiran Yeji. Untuk pertama kalinya, Lia berharap Tuhan memberinya kekuatan dapat membaca pikiran orang lain—tidak, pikiran Yeji saja sudah cukup. Rasa jengkelnya belum juga usai, Lia mendapati guci keramik besar nan berat itu menghalangi pintu masuknya. Lia memandangi keramik besar tersebut, tidak ada sepatah kata pun yang dapat mendeskripsikan perasaannya saat ini, dia berjongkok di atas aspal sementara menahan tangisnya—pertama tenaga Lia sudah habis terkuras, kedua Yeji dengan kurang ajar mengingkari janjinya, ketiga mengapa guci keramik sebesar itu bisa ada di depan pintu masuknya?!
Keinginan untuk membunuh gadis bermarga Hwang itu semakin besar saja, ibaratnya seperti sedang jatuh cinta, terlalu menggebu sampai-sampai berhasil menarik kewarasan dari dalam jiwa Lia. Tenaganya memang sudah habis terkuras semua, tapi entah mengapa Lia seperti mendapat kekuatannya kembali ketika mendapati gadis jangkung itu, berlarian di ujung jalan sana, melambaikan tangannya dengan senyum lebar—Yeji nggak tahu aja Lia sudah siap menghabisinya dalam hitungan detik.
Betul, kewarasan Lia memang sudah berkurang seiring bertambahnya usia, jangan ditanya penyebabnya, siapa lagi kalau bukan karena Hwang Yeji? Dengan segala perilaku anehnya, ucapan-ucapan yang kadang tidak masuk di akal, Lia tidak mengerti, mengapa Hwang Yeji seperti memiliki semua itu? Memang tiada sehari pun Yeji tidak membuat Lia emosi, akan tetapi gadis itu dengan mudahnya membuat keadaan kembali normal—seperti saat ini, sebelum Lia menyadari ia berada di dalam pelukan Yeji, Lia menumpahkan seluruh amarahnya pada gadis itu—memukulinya, meneriaki di depan wajahnya, sementara Yeji? Dia tidak bereaksi apapun selain tersenyum. Yah, sudah dijelaskan dari awal 'kan? Hwang Yeji itu aneh.
"Nggak apa-apa, aku suka kok!" Seru Yeji. "Tapi sekarang nggak bisa lama-lama, aku harus pulang."
Lia? Dia masih betah memandangi aspal layaknya sebuah karya seni yang sayang sekali untuk dilewatkan.
"Perasaan hormon oksitosin dipercaya dapat meningkatkan kadar kebahagiaan seseorang," Yeji berkata sambil menyingkirkan guci keramik besar yang sengaja ia letakkan di depan pintu masuk rumah Lia dengan susah payah. Ada dua alasan Yeji meletakkan keramik besar itu di sana. Pertama, orang tua Lia sedang berada di luar rumah, begitu pula juga dengan Junsu. Kedua, Yeji tidak mau rumah Lia menjadi sasaran orang jahat, maka dari itu Yeji meminta bantuan pada Hyunjin. Double protection katanya.
"Lia kok malah jadi patung?"
Betul juga, Lia langsung menggelengkan kepalanya. Ditatap gadis Hwang itu dengan tatapan tajamnya, "Awas kamu." Terdengar seperti ancaman, tapi memangnya Yeji peduli? Yeji malah mengekor di belakang Lia—padahal sang tuan rumah belum memberinya izin untuk masuk.
"Pulang sana, aku bosen lihat muka kamu." Kata Lia pada Yeji yang sudah nyaman bersantai di atas sofa, dia membiarkan meja menjadi tumpuan kedua kakinya.
"Iya sebentar."
Lia memutar bola matanya malas. Lia baru saja menginjak satu anak tangga ketika suara Yeji kembali terdengar. "Lia, aku boleh gak minta tolong sama kamu?"
Alis Lia terangkat sebelah. Sungguh? Setelah seharian ini membuatnya jengkel Yeji masih bisa meminta tolong padanya? Wah.
"Apa?"
"Ambilin minum dong."
.....
"Aduh! Pelan-pelan, sakit tahu ...." Kata Yeji sambil meringis kesakitan ketika Hyunjin dengan sengaja menekan kain kasa di atas luka Yeji.
Hyunjin sedaritadi tidak dapat menahan tawanya, sejak awal Yeji kembali ke rumah tawa Hyunjin sudah pecah. "Kok bisa sih dilempar sepatu? Kamu lagi ngapain?" Masih dengan sisa-sisa tawanya Hyunjin bertanya.
"Aku cuma minta tolong ambil minum malah dilempar sepatu." Jawab Yeji, bibirnya mengerucut lucu tanda merajuk.
"Pasti Lia ngelemparnya pakai kekuatan super. Super Julia~" Hyunjin menimpali dengan nada menggoda.
"Nggak tahu. Aku lagi marah." Jawab Yeji sambil bersedekap dada.
Hyunjin menggelengkan kepalanya, dia merapikan kotak P3K yang ia gunakan untuk mengobati hadiah pemberian dari 'Super Julia' sebelum kembali menatap adik perempuannya itu. "Lagian nih ya, aku heran, kenapa Lia masih betah sama kamu? Kamu itu aneh, kalau aku jadi Lia juga males lihat muka kamu."
"Love at first sight." Jawab Yeji, ngelantur. Langsung saja Hyunjin memukul lengan gadis yang lebih muda darinya itu. "Lho betulan, tanya aja Lia."
"Kamunya doang yang love, Lia nggak." Hyunjin beranjak dari duduknya, meninggalkan Yeji di mana kerutan di keningnya muncul karena kebingungan.
"Hyunjin!! Bantu aku angkat gucinya nanti mama marah!!" Teriak Yeji setelah ingat guci keramik kesayangan ibunya masih tertinggal di rumah Lia.
*****
23 Oktober 2020
Jisuyaa
KAMU SEDANG MEMBACA
I will spend my whole life loving you (Completed)
FanfictionYeji pokoknya cuma mau Lia, titik.