Sulking Eji

362 58 48
                                    

"Menurut kamu, lebih keren aku atau Ryujin?" Tanya Yeji pada Hyunjin yang tengah fokus bermain video game di meja belajar. Tidak kunjung mendapat respon dari Hyunjin, lantas Yeji memberengut. "Aku bilang ke mama kemarin kamu bolos." Kata Yeji setengah mengancam.

"Eh!" Hyunjin langsung melepas headphone dari telinganya. Menoleh ke arah Yeji kemudian memberikan senyuman termanisnya. "Jangan dong, uang jajanku pasti dipotong kalau mama tahu."

Yeji berdecak, melangkahkan kaki menuju kasur Hyunjin, melempar dirinya ke sana kemudian memandangi langit-langit kamar Hyunjin. "Banyak yang bilang Ryujin keren. Padahal menurutku biasa aja."

Alis Hyunjin naik sebelah, memberikan tatapan bertanya pada adik perempuannya. "Kenapa tiba-tiba ngomongin Ryujin? Bukannya kalian nggak saling kenal?"

Yeji merubah posisinya menjadi duduk bersila di atas kasur. Yeji memandangi Hyunjin sebentar sebelum menghembuskan napas, bingung. "Aku kenal Ryujin, pernah satu kelompok waktu study tour." Jawab Yeji sembari memainkan jemarinya.

Hyunjin mengangguk-ngangguk tanda mengerti. "Well, anak kelasanku banyak yang ngejar dia. Karena siapa sih yang nggak jatuh hati sama orang sekeren Ryujin? Dia serba bi—" mendapat tatapan tajam dari sang adik, Hyunjin tidak melanjutkan ucapannya. Dia memperhatikan Yeji—meneliti sang adik, mengingat-ingat kebaikan yang pernah Yeji lakukan, namun tidak ada. Hyunjin menghela napas pelan, "Hwang Yeji, kamu keren. Tapi sayang, kamu aneh."

Yeji mendengus. "Aku unik, bukan aneh. Kamu gak ngerti." Jawab Yeji, ia beranjak dari atas kasur kemudian berjalan keluar kamar Hyunjin sambil menghentakkan kakinya. Hyunjin dengan kening berkerut bingung memandangi punggung sang adik, detik berikutnya kepala Hyunjin menggeleng lemah. "Dasar aneh."

*****

Pagi itu hujan turun cukup deras, sejak malam hujan mengguyur bumi, seperti tidak puas, Senin pagi hujan masih betah menghujani bumi. Yeji tidak memiliki pilihan lain, daripada basah-basahan karena naik bus, Yeji menerima tawaran sang ayah—berangkat bersama menunggangi sedan hitam yang sudah menemani mereka selama sepuluh tahun lamanya. Setelah mengucapkan selamat tinggal, Yeji segera berlari menuju lobby. Kepalanya langsung celingukan, mencari-cari wajah gadis bermarga Choi yang katanya akan menunggu di lobby. Lima menit berdiri di dekat majalah dinding, Yeji tidak kunjung menemukan wajah gadis Choi itu, matanya melirik ke arah arloji yang melingkar di tangan kirinya, sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi.

"Lia nyasar ya?" Gumam Yeji pelan. Merasa cemas karena Lia tidak kunjung datang. Saat hendak mengeluarkan ponsel dari saku roknya, Yeji menemukan seseorang yang dicarinya tengah melambai dari kejauhan dengan senyum merekah. Bibir Yeji membentuk senyuman, tadinya ia ingin segera berlari ke arah Lia, mendapati Ryujin berjalan berdampingan di sebelah Lia membuat Yeji seketika memberengutkan wajahnya. Yeji mundur selangkah.

"Tadi aku ketemu Ryujin di depan," Lia berkata pada Yeji yang hanya menanggapi dengan anggukan kepala.

"Jisu, aku duluan ya!" Ryujin berpamitan pada Lia, sebelum beranjak pandangan Ryujin dan Yeji bertemu. Seolah mengerti Ryujin tersenyum kemudian berbisik pada Yeji. "I'm not stealing your girl, easy."

Tangan Yeji terkepal.

"Ji?" Lia memanggil Yeji sembari menggosok telapak tangannya sebelum ia tempelkan ke pipi, memberi sensasi hangat.

Yeji mengerjap. "Sejak kapan Ryujin manggil kamu dengan sebutan Jisu?"

"Eh?" Alis Lia terangkat sebelah.

"Kenapa Ryujin manggil kamu Jisu?" Tanya Yeji sekali lagi, raut wajah Yeji terlihat tidak senang.

Lia menatap Yeji dengan tatapan tidak mengerti. "Pertanyaan kamu nggak perlu aku jawab Yeji, kamu sudah tahu jawabannya." Jawab Lia santai. "Sekarang aku mau ke kelas, kamu mau berdiri di sini aja?"

I will spend my whole life loving you (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang