Jadi matahariku mau?

492 66 66
                                    

"Lia kok rumah kamu dindingnya warna putih?" Tanya Yeji sembari melepas ikatan tali sepatunya. Yeji yang tengah duduk di atas undakan anak tangga mengangkat kepalanya untuk menatap wajah sang pemilik rumah kemudian dia terkekeh ketika mendapati Lia memandanginya dengan wajah datar seperti biasa. "Aku tanya aja, soalnya putih warna kesukaan aku."

Lia memutar bola matanya malas. "Kamu bilang waktu itu suka warna hitam, sekarang putih. Entah maunya apa." Jawab Lia dengan nada sinis.

Yeji kembali terkekeh lalu beranjak dari duduknya. "Yuk masuk, anggap aja rumah sendiri." Kata Yeji sambil membukakan pintu untuk Lia.

"Ya memang rumah aku." Tukas Lia sembari memukul lengan Yeji. Meskipun perkataan Yeji sedikit memancing emosi, perempuan pemilik eyesmile itu tidak dapat menahan senyumannya.

"Lia, aku minta minum boleh?" Teriak Yeji dari arah dapur, memang sudah biasa ketika mengunjungi rumah Lia tempat pertama yang menjadi tujuan Yeji adalah dapur—lebih tepatnya, Yeji akan merampok beberapa makanan ringan dari kulkas sebelum bergabung dengan Si tuan rumah.

Puas menggerayangi dapur, Yeji memutuskan untuk segera ke ruang santai lengkap dengan makanan ringan berada di genggamannya. Langkahnya terhenti ketika melihat pemandangan di mana Lia memijit pelipisnya sambil sesekali menghembuskan napasnya secara kasar. Kening Yeji mengerut, pantas saja saat di perjalanan pulang tadi Lia tidak banyak bicara—walau Lia bukan tipe yang cerewet, bukan berarti ketika diajak berbicara Lia hanya menjawab satu atau dua kata saja. Hari ini, Lia berperilaku seperti itu.

"Lia aku mau ini, tapi ada tulisan Junsu. Gimana dong?" Yeji duduk di sebelah Lia sambil menunjukkan makanan ringan rasa coklat kepada Lia. Junsu adalah adik Lia, Yeji kenal dekat dengannya. Bahkan beberapa kali mereka pergi ke taman bermain hingga larut malam dan berakhir Yeji dilarang membawa Junsu pergi lagi tanpa didampingi oleh Lia.

Lia hanya menatap Yeji sekilas sebelum menganggukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Mendapat respon seperti itu, tentu Yeji semakin bingung. "Lia, kamu gak papa? Ada masalah apa di kelas?" Tanya Yeji hati-hati.

Lia menggeleng lemah.

"Terus kenapa? Kamu mau aku pulang?" Tanya Yeji lagi, bukannya mendapat jawaban Yeji merasakan bahunya seperti mendapat beban lebih. Lia menyandarkan kepalanya di sana. Yeji gelagapan. "E-eh, Jisu ini kamu kenapa?" Yeji bertanya sementara badannya terasa sangat kaku.

Lia terkekeh pelan, Yeji memang selalu seperti itu. Ketika Lia tidak sengaja menggenggam tangannya atau mencubit pipinya, tubuh Yeji akan menegang seketika. Bahkan ditatap lima detik saja dapat membuat pipi Yeji merona. "Santai aja Yeji."

"Y-ya santai, tapi takut salah bertindak." Jawab Yeji, kepala Lia kembali menggeleng. "Aku usap-usap boleh nih?" Tanya Yeji yang langsung mendapat cubitan dari Lia.

"Kenapa nanyanya begitu!" Lia berteriak kemudian memukuli Yeji dengan bantal secara brutal.

Kening Yeji mengerut, Yeji berpikir sembari menghindari Lia yang masih betah memukulinya. "Ada yang salah sama usap-usap?" Tanya Yeji bingung.

"Daripada kamu bilang usap-usap, kenapa kamu gak tanya boleh peluk atau enggak." Lia melempar bantal ke arah wajah Yeji sebelum kembali duduk dengan tenang.

Yeji menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Emangnya aku boleh peluk kamu?"

Lia menatap Yeji dengan tatapan tajamnya. "Yeji, jadi matahariku mau?"

Sebelah alis Yeji terangkat. "Kamu gombalin aku?"

"Jawab, mau atau enggak."

Yeji terkekeh lalu dia menyengir. "Mau lah!" Yeji menjawab dengan semangat. Siapa yang tidak mau jadi matahari? Peran matahari 'kan sangat penting di kehidupan.

I will spend my whole life loving you (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang