Gapapa (12)

14 3 0
                                    

HappyReading

●●●

Denis menatap putrinya yang sedang tertawa bersama Anabel. Eni melahap makanan yang disediakan Anabel sampai habis.
"Abah gak mau makan?" tanya Eni yang tersadar bahwa Abahnya dari tadi menatapnya dengan mata berair. Denis menggeleng lalu mengusap pipinya kasar.
"Abah nangis?"

"Maafin Abah," ucap Denis memeluk Eni hangat. Anabel tersenyum melihat Eni yang tumbuh cantik seperti ibunya.

"En bukan anak, Abah?" tanya Eni yang masih dalam dekapan Denis. Denis memberi jarak pelukkannya lalu menatap putrinya sinis.

"Kenapa kamu nanya kayak gitu?" tanya Denis sedikit terpancing emosi. Eni menatap setiap inci muka Denis lalu memegang mukanya.

"Soalnya, Abah itu hitam, gendut, pesek dan banyak jerawatan. Gak mirip sama, En. Apa... Abah ngadopsi En?" tanya Eni dramatis. Denis mengetuk puncak kepala Eni hingga wanita itu meringis.

"Sembarangan. Eni Amartha Olivea adalah satu-satunya Anak Denis. Dulu, Abah juga putih, mulus, glowing, kurus dan mancung. Tapi, Abah berubah setelah menikah sama Ibu kamu," ucap Denis bangga seraya memegang hidungnya.

"Abah aja gak tahu nama panjang, En. Ih, berubah kayak power ranger. Ibu, En gak punya foto ibu," ucap Eni tersenyum manis. Semasa itu, Ibu Eni tidak suka memotret diri.

"Assalamualaikum!" seru seseorang dari luar membuat Eni, Denis dan Anabel refleks menatap pintu. Eni membukakan pintunya lalu melihat siapa yang datang.

"En, maafin gue," ucap Logan menunduk menyesal. Eni terkejut apa yang dilakukan Logan, Eni menggeleng lalu menyuruh Logan agar berdiri.

"Logan, En gak marah. En... hanya gak suka ada yang bilang, En kayak gitu. En gak lemah, tapi... En trauma kejadian smp," ucap Eni tersenyum manis. Logan menatap Eni hangat lalu memeluk Eni.

Sedikit cerita, waktu Eni Smp ia sering mendapat bullying karena kelakuan aneh dan gilanya. Ia sempat disuraki, dicaci dan dimaki oleh murid-murid lain. Sampai-sampai ia di lempari telur busuk dan di asingkan di kelasnya.

"Lo-Logan, ada Abah," bisik Eni ke telinga Logan. Pria itu tersadar lalu melepas pelukkannya. Denis berjalan menuju mereka lalu menatap Logan sinis.
"Abah, ini Logan, ini Gibran, ini Omi," ucap Eni memperkenalkan satu persatu. Denis hanya mengetahui Naomi.

"Ya, Abah tahu," ucap Denis mengangguk. Logan menatap Denis sekejap lalu menunduk.
"Kamu berani sama saya?" tanya Denis melipat tangannya di dada.

"Ng-nggak, Om." Logan menunduk ketakutan.

"Liat saya!" bentak Denis mengebrak pintu. Eni menatap Abahnya heran. Nafas Logan tak beraturan, ia berusaha mengangkat kepalanya lalu menatap Denis.

"Abah...," panggil Eni sedikit canggung dengan suasana ini. Denis memegang bahu Logan keras. Lalu Denis tertawa keras.
"Abah kenapa?"

Denis menggeleng lalu mengusap air matanya.
"Kamu Logan? Iya-iya, ayo masuk," ajak Denis. Akhirnya Logan bisa  bernafas lega. Logan mengikuti Denis menuju sofa begitu pun Naomi dan Gibran.

"Abah kenal ayah kamu, Pak Guntur adalah teman Abah semasa kuliah. Setelah kuliah selesai, dia katanya pergi bekerja di luar negeri, ya? Abah belum sempat berpamitan sama dia. Sekarang, gimana kabar ayah kamu?" tanya Denis memegang pundak Logan. Logan tersenyum lalu mengangguk.

"Ayah sudah meninggal, Om. Saat saya usia lima tahun, ayah meninggal karena terkena penyakit serangan jantung," jelas Logan. Denis mengangguk lalu menepuk pundak Logan.

"Yang sabar, kamu seperti putri saya. Ibunya meninggal saat dia berusia dua tahun," ucap Denis menatap Eni yang sedang tertawa dengan Gibran dan Naomi. Logan mengangguk, sebenarnya dia canggung berbincang dengan Abah Eni.
"Kamu pacar anak saya?"

Logan menggeleng cepat.
"Bukan, Om" ucap Logan cepat. Denis memangut-mangut lalu menyalakan televisi.

"Panggil Abah," ucap Denis seraya memasukkan makanan ringan ke dalam mulutnya.
"En, sinetron Sigit!" seru Denis membuat Eni berlari secepat kilat menuju sofa begitu pun Naomi dan Gibran.

"Udah mulai? Sigit pilih siapa?" tanya Eni pokus menatap televisi. Logan menatap Eni seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Logan, mau apa?"

"Toilet di mana?" tanya Logan. Gibran tertawa keras menatap Logan yang menahan ingin ke toilet.

"Makanya, kalo ke mana-mana, bawa toilet," ucap Gibran. Naomi menjitak tangan Gibran lalu menatapnya tajam.

"Toilet di sini rusak, kalo mau di halaman belakang," ucap Denis serius. Logan membulatkan matanya, di halaman belakang? Whatt?

"Enggak, di kamar En toiletnya gapapa," ucap Eni menatap Abahnya.
"Logan pake toilet di kamar mandi, En aja," ucapnya lagi. Logan mengangguk lalu menarik tangan Gibran.

"Anterin gue," ucap Logan menarik tangan Gibran.
"Toiletnya di mana?"

"Di atas, ada pintu warna putih," ucap Eni menunjuk kamarnya. Logan mengangguk lalu berlari ke atas.

●●●

"Udah belum?!" teriak Gibran yang duduk di ranjang Eni. Ia sibuk bermain game, sudah puluhan menit Logan tak kunjung keluar dari toilet.

"Bawel banget lo!" protes Logan dari kamar mandi. Gibran mendecak kesal lalu menatap interior dan barang-barang cute milik Eni. Gibran menatap ada surat di atas meja belajar Eni. Karena penasaran ia membukanya.

"Surat apa nih? Surat cinta dari Pak Rt?" tanya Gibran ngawur seraya membuka suratnya. Ia membacanya dengan teliti lalu menatap lurus ke depan. Gibran buru-buru menaruh surat itu ke tempatnya semula lalu duduk kembali.
"En...."

"Udah, ayo kita ke bawah. Atau lo mau nginep? Gue mau pulang," ucap Logan memegang perutnya yang masih sakit. Gibran menatap Logan tanpa ekspresi lalu menangguk.
"Lo baik?"

"I-iya, ayo kita pulang," ajak Gibran mendahului Logan. Logan menatap sahabatnya bingung lalu menggeleng tak peduli.

Gibran dan Logan duduk di sofa yang ia duduki tadi lalu menatap satu sama lain.
"Om, udah larut malam, saya dan teman-teman pamit," ucap Logan tersenyum hangat. Denis mengangguk.

"En," panggil Gibran menatap Eni dengan senyuman hangat. Eni bingung apa yang terjadi dengan Gibran? Jarang-jarang pria itu tersenyum kepadanya.

"Iya, Gibran? Ada apa? Gibran mau bawa makanannya?" tanya Eni menatap Gibran canggung. Pria itu menggeleng lalu tersenyum kembali.

"Gue tahu semuanya," bisik Gibran seraya membawa tasnya yang berada di belakang Eni. Wanita itu mematung tanpa berkedip sedikit pun.

"En mohon, jangan kasih tahu orang-orang," ucap Eni pelan. Gibran tersenyum lalu mengangguk.

"Ada apa?" tanya Denis yang memperhatikan Eni dan Gibran membicarakan sesuatu. Eni mengubah ekspresi wajahnya lalu menggeleng.

"Ini, Gibran mau bawa makanan ringannya. Gapapa, 'kan?" tanya Eni menatap Abahnya serius. Begitupun Abahnya. Denis mengangguk lalu memberikan toples berisi makanan ringan kepada Gibran.

"Masukin tas, ya?"  Denis membuka tas Gibran lalu memasukkan toples kecil ke dalamnya. Gibran terkekeh kecil.

"Makasih, Bah."

"Kalo mau ke sini lagi, bawa toplesnya, tapi... jangan kosong," ucap Denis. Gibran tersenyum kecil lalu mengangguk.

"Malu-maluin lo." Logan menatap Gibran datar

Bersambung
Jumlah kata : 1024 kata
Jam selesai : 11.04
Tanggal selesai : Sabtu, 4 juli 2020

My Last Love || ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang