Yogyakarta, 23 Maret 2020
Malam ini, saya diajak (lebih tepatnya dipaksa, sih) Revo untuk nongkrong sembari menemaninya mengerjakan tugas kuliahnya di kedai kopi milik Bani yang letaknya tak jauh dari kampus kesayangan kami.
Saya dan beberapa teman sejurusan saya baru saja menyelesaikan tugas membuat poster produk yang harus kami kumpulkan esok pagi.
Jujur, saya sedikit menyesali keputusan saya yang meng-iya-kan ajakan teman-teman saya lantaran hampir setengah waktu kami terbuang begitu saja karena keasikan ngobrol sampai tidak sadar kalau jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 malam. Untung saja Revo mau bersabar hati menunggu saya.
Motor saya berhenti tepat di depan sebuah kedai kopi yang didominasi oleh warna hitam putih milik Bani yang sudah ia dirikan selama setahun belakangan ini.Tempat ini cukup ramai pengunjungnya, apalagi kalau malam-malam gini. Rata-rata yang suka ngopi atau nongkrong di sini adalah anak muda atau mahasiswa seperti saya ini.
Saya turun dari atas motor sambil melepas helm. Saya menolehkan kepala ke belakang, lalu bernapas lega ketika kedua mata saya menangkap keberadaan Revo dengan motor bebeknya yang sekarang tengah menyengir lebar kepada saya.
"Ini cafe yang punya temen lo itu?" tanya Revo ketika ia sudah turun dari motornya.
Saya mengangguk. "Iya. Nanti jangan kaget ya pas aku ngenalin kamu ke temenku."
"Dih, emang temen lo siapa, sih? Artis?"
Saya membalas pertanyaannya dengan sebuah senyuman misterius, lalu menarik lengannya agar segera masuk ke dalam kedai ini. "Ada, deh!"
Tepat ketika kami masuk ke dalam kedai ini, Bani berdiri di depan pintu kedai sambil memegang sapu di tangan kanannya. Saya tersenyum lebar. Lalu melirik Revo yang kini membulatkan kedua matanya.
"Anjir ─Itu kan..." Revo tersenyum sumringahnya.
"Eh, Kinan! Sama siapa, nih?" sapa Bani, menatap saya dan Revo secara bergantian.
"Kenalin, nih, Mas─"
"Saya Revo, Mas, fans-nya EnamHari," potong Revo sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya pada Bani.
Bani terdiam sebentar, lalu tertawa kecil sembari mengajak Revo untuk tos ala lelaki. "Wih, serius, nih?"
Revo menganggukkan kepalanya dengan semangat. "Serius, Mas!"
Bani terkekeh pelan. "Yaudah, pada duduk dulu sana. Mau pesen apa, nih?" tanya Bani.
"Es kopi dua, Mas. Tapi punyaku kayak biasanya, ya, espressonya dikit aja," pesan saya.
"Oke! Ditunggu, ya, kopinya," ucap Bani sebelum berlalu ke arah dapur kedai kopinya.
Saya dan Revo duduk di sebuah kursi yang berada di dekat kaca. Kursi yang selalu menjadi tempat duduk saya setiap saya berkunjung di kedai ini karena dari tempat ini, saya bisa melihat padatnya jalanan kota Yogyakarta dan gemerlap lampu ketika malam hari.
Revo mulai mengeluarkan peralatan belajarnya dan meletakkannya ke atas meja. Sedangkan saya kini sibuk membalasi beberapa pesan dari Satria yang katanya baru pulang dari toko musik untuk menemani Jeriko membeli pick gitar barunya.
15 menit kemudian Bani datang ke hadapan kami dengan membawa nampan yang berisi dua gelas kopi di atasnya.
"Nih, aku bikinin kentang goreng buat kalian. Semangat nugasnya, Vo!" ujar Bani sembari menepuk-nepuk bahu Revo.
![](https://img.wattpad.com/cover/225792604-288-k67215.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Satria
ФанфикKisah tentang seorang lelaki bernama Satria yang sudah setahun belakangan ini menyandang status sebagai seorang kekasih saya. Seorang lelaki yang hobi-nya makan, nyanyi, tidur, dan ngaku-ngaku kalau dirinya adalah member paling ganteng di EnamHari...