Nugas Bersama Satria

142 27 2
                                    

Yogyakarta, 23 Januari 2020

"Dah sampe," ujar Satria seraya mematikan mesin motor vespanya yang sudah terparkir rapi di area parkir motor McDonald's, tempat favorit kami untuk makan sembari mengerjakan tugas selain ruang tamu rumah kontarakan EnamHari.

Saya turun dari motor Satria sambil melepas helm dari kepala saya, lalu menyerahkannya pada Satria untuk ia simpan di dalam jok motornya.

Sepertinya, jumlah pengunjung restoran McD pada malam ini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa motor dan mobil yang terparkir rapi di area ini. Bagus, deh, saya jadi bisa lebih fokus untuk nugas dan ngobrol sama Satria.

"Mas Satria mau pesen apa?" tanya saya pada Satria saat sudah berada di depan kasir.

Satria terdiam sejenak, kedua matanya membaca daftar menu yang tertempel di atas dinding.

"Hmm, itu, burger yang biasanya kamu pesen sama Coffee Jelly aja." jawabnya.

"Okey. Cheeseburgernya dua, kentang gorengnya satu, Coffee Jellynya satu, terus... apalagi, ya, sama fantanya satu deh, Mbak, tapi es nya dikit aja, ya," ujar saya pada si Mbak Kasir yang melayani kami.

"Terimakasih. Silahkan tunggu di sebelah sana ya, Kak." ujar Mbak Kasir setelah Satria membayar pesanan kami.

Satria seringkali menolak permintaan saya untuk gantian membayar pesanan-pesanan makanan kami saat jalan berdua.

Karena saya orangnya nggak enakan, biasanya saya menukar semua uangnya itu dengan memasakkan lauk-pauk serta sayuran (atau kadang beli ke warteg yang ada di dekat kostan saya) untuk Satria dan para member EnamHari lainnya.

Untungnya, Satria setuju dengan ide saya yang satu itu. Satria pernah bercerita kalau anak-anak EnamHari itu pola makannya nggak teratur banget karena nggak ada satupun dari mereka yang jago masak selain masak mie instan.

"Kamu cari tempat duduk aja, aku tak nunggu nang kene." kata Mas Satria. (Aku nunggu disini.)

"Mau duduk di luar atau di dalem?" tanya saya.

"Di luar aja, ya? Di sini dingin banget." jawabnya sambil memperagakan gerakan orang yang sedang menggigil. Saya terkekeh sebentar sebelum akhirnya keluar untuk mencari tempat duduk yang kosong.

Sembari menunggu Satria, saya mengeluarkan berbagai peralatan saya untuk nugas malam ini mulai dari; laptop, mouse, charger laptop, dan juga sebuah buku catatan kecil.

Udara di luar sini tidak terasa sedingin udara di dalam restoran. Well, Satria itu orangnya nggak betah berlama-lama di ruangan ber-AC. Makanya, tiap kami pergi makan bersama, dia selalu minta duduk di tempat yang jauh dari AC atau yang berhadapan langsung dengan kipas angin kalau tidak terpaksa.

Omong-omong, sejujurnya, saya lebih suka nugas bersama Satria ketimbang nugas bersama kedua sahabat saya yang bernama Adel dan Cantika itu.

Kalau perginya sama mereka, kayaknya nggak cocok deh disebut 'nugas', karena PASTI ujung-ujungnya kami ngerumpi dan membiarkan tugas kami bertiga bengong di atas meja.

Nah, kalau sama Satria, setidaknya tugas yang saya kerjakan itu bisa hampir selesai sebanyak 90% tanpa gangguan apapun. Justru biasanya Satria malah berbaik hati menawarkan bantuan kepada saya kalau tugasnya selesai lebih dulu.

20 menit kemudian, Satria keluar bersama nampan yang penuh dengan makanan pesanan kami. Saya melambaikan tangan kepadanya.

"Kin, tolong geserin makanannya dulu dong, aku mau naruh laptop," pinta Satria yang langsung saya turuti dengan senang hati.

Saya menggeser nampan makanan ke meja yang satunya lagi, lalu mengelap tetesan air dari minuman saya yang jatuh ke atas meja itu dengan tisu agar tidak membasahi laptopnya Satria.

"Yeyyy! Ayo kita makan!" pekik saya pelan seraya membuka bungkus burger milik saya dengan excited. Satria terkekeh melihat kelakuan saya.

"Pelan-pelan, Kinan," katanya.

Setelah mengobrol selama kurang lebih 30 menit tentang kegiatan apa saja yang kami lakukan pada hari ini, kami mulai memfokuskan diri pada tugas-tugas yang sudah menunggu kami sambil menyemili kentang goreng kesukaan Satria.

"Mas, kira-kira bagusan yang warna hijau tua atau hijau muda?" tanya saya, menunjukkan layar laptop saya yang menampilkan beberapa design poster untuk acara tahun baruan kampus kami pada Satria.

Kemarin, saya ditugaskan oleh Mbak Rena (kating saya yang juga tergabung dalam Divisi Humas dan Publikasi) untuk membuat design poster acara tersebut yang akan ditempel di berbagai tempat di gedung UGM esok lusa.

Tugas ini terasa lebih mudah dan menyenangkan karena saya mengerjakaannya langsung bersama si Ketua Panitia. Hehehe. Apaan, sih, Kin.

"Yang ijo tua bagus tuh, Kin. Tapi coba kamu tanya si Rena dulu sana," jawab Satria. Saya mengangguk patuh, lalu membiarkan ia kembali fokus pada layar laptopnya.

Sembari menunggu balasan pesan dari Mbak Rena, saya menyeruput fanta yang belum sempat saya minum dari tadi.

Saat ini, tak ada pemandangan yang lebih indah 'tuk dipandang daripada pemandangan sosok lelaki di hadapan saya yang tengah menatap layar laptopnya dengan serius. Sebuah senyuman manis pun terbit di wajah saya.

"Ngapain senyum-senyum gitu? Masih waras kan?" tanya Satria, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

Loh, kok dia bisa sadar?

"Emang nggak boleh? Daripada aku cemberut, nanti Mas Satria malah repot."

Satria tertawa pelan, "Diliatin kamu kayak gitu juga bikin aku repot keleus. Aku-nya jadi nggak fokus!"

Kini, gantian saya yang tertawa mendengar ucapannya. Ia mengucapkan kalimat tersebut dengan pipi yang memerah, membuat saya tidak tahan untuk tidak mencubit kedua pipinya dengan gemas.

"Masa diliatin doang baper sih, Pak???"

"Ya soalnya kamu yang ngeliatin, Kin... Kalo Jeriko yang ngeliatin aku kayak gitu mah, udah tak lempar pake gelas kopi orangnya."

"Hush! Tega banget sama temen sendiri."

Kami berdua tertawa bersama.

Nah, inilah kelebihan lainnya kalau saya pergi nugas bersama Satria.

Semua rasa kantuk, pusing, maupun jenuh yang bergerumul dalam kepala saya, bisa lenyap begitu saja hanya dengan melihat senyumannya.

Kisah Tentang SatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang