Awal Dari Segalanya

406 44 16
                                    

Yogyakarta, 12 April 2019

Seorang gadis berambut pendek tengah berdiri di depan sebuah rumah berukuran cukup luas yang katanya merupakan tempat tinggal salah satu teman dekatnya.

Batinnya terus menggerutu sebal lantaran sosok teman yang sedang ditunggunya itu tak kunjung keluar dari dalam rumah berwarna coklat muda itu.

"Permisi! Dimaaas?" teriak gadis itu sambil mengetuk pintu rumah tersebut dengan pelan.

Entah sudah berapa kali gadis itu mengetuk pintu rumah ini, namun sampai detik ini pun gadis itu tak kunjung mendapat balasan dari si penghuni rumah.

"Permisiiiiii!"

Cklek.

Pintu rumah itu terbuka lebar, menampakkan sosok lelaki yang menatap gadis itu dengan bingung. Gadis itu membulatkan kedua matanya.

Loh... Kok bukan Dimas... Ini bener rumahnya, kan!? batinnya.

"Maaf, nyari siapa ya, Dek?" tanya lelaki itu.

Si gadis mengerutkan keningnya dan menatap sosok itu dengan lekat. Sepertinya, gadis itu pernah melihatnya di suatu tempat, deh.

"A-anu, Mas... Saya nyari Dimas anak UGM yang jurusan kedokteran itu. Ini bener rumahnya bukan, ya?" tanya gadis itu, mulai panik sedikit.

Lelaki itu terkekeh pelan.

"Iyaa, Dek. Bener, kok. Mau nunggu di dalem aja nggak? Tadi Dimasnya baru selesai mandi, makanya saya yang bukain."

"O-oh... Saya nunggu di sini aja, Mas." Gadis itu tersenyum canggung.

"Yaudah, tak panggilin Dimasnya dulu, ya. Kalo kepanasan, masuk aja, aman kok."

"Iyaaa, Mas. Makasih."

Gadis yang akrab dipanggil dengan nama Kinan itu duduk di sebuah bangku putih yang terletak di samping pintu rumah itu.

Ia mengerucutkan bibirnya ke bawah ketika ponselnya kembali berdering dengan nyaring.

"Heh! Kok lo berdua lama banget, sih?! Ini si Adel udah ribut ngajakin pulang!" omel Cantika, sang sahabat, di ujung sana.

"Ck! Salahin si Dimas yang lama, tuh! Gue udah nunggu dari 20 menit yang lalu dan sampai sekarang belom muncul juga bocahnya," balas Kinan dengan tak kalah ngegasnya.

"Hhh, yang mau nembak siapa, yang ribet siapa!" sungut Cantika. "Yaudah, gue makan dulu deh sama Adel. Byeee!"

"Oke, lama-lamain, Can! Jangan lupa bungkusin gue juga, ya?!" ucap Kinan sebelum sambungan teleponnya dimatikan secara sepihak oleh Cantika.

Gadis itu melirik ke dalam rumah Dimas dengan keadaan muka yang (masih) menahan kesal. Tak lama kemudian, sosok pria yang sudah ditunggunya sejak tadi itu keluar dari dalam rumahnya.

"Kinan!!! Sorry lama, tadi bingung mau pake baju apa," kata Dimas, dengan cengiran menyebalkannya.

"Hilih, gaya lo, Dim! Diterima sama Adel aja belom tentu," semprot Kinan kesal.

Diam-diam, dalam hatinya, Kinan memuji penampilan Dimas pada siang ini yang terlihat lebih tampan dari biasanya. Gila, bejo banget hidupnya Adel!

"Ishhh! Ojo sembarangan kowe nek ngomong!" cemberut Dimas. (Jangan sembarangan lu kalo ngomong!)

"Yaudah ayoo buruan, Dimdumb! Lo pikir bikin surprise di mobil tuh gampang?"

"Iyo iyo! Sek tak izin dulu sama Mas Satria." ucap Dimas. "Mas! Aku berangkat, ya! Doain semoga aku diterima!"

(Iya, iya! Bentar gue izin dulu sama Mas Satria.)

Kisah Tentang SatriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang