30

19 1 0
                                    

Adit ternyata mengajakku ke restoran biasanya. Mungkin karena ini sudah jam makan siang, jadi dia mengajak ku ke restoran. Kali ini, dia memesan meja dengan view yang indah, membuat rasa lelah ku, sedikit berkurang.
"Mba, bakso tanpa saos satu, yang satu pakai saos ya, minumnya lemon tea, sama teh tawar."
"Tumben pesan bakso, biasanya mie ayam."
"Iya, lagi mau aja."
"Dit,"
"Ya."
"Bagaimana kabarnya Rita?"
"Oh, dia kan ditangkap polisi, tapi karena usianya belum cukup untuk ditahan, jadi dia hanya diberi bimbingan psikologi, sama rohani aja."
"Oh gitu." Ya Tuhan, aku harus mulai dari mana. "Dit, Lusa ada acara ngga?"
"Ngga tuh, kenapa?"
"Aku mau ngajak kamu ke Lombok, sama Rhea dan yang lainnya juga."
"Oh, ngajak liburan nih ceritanya?"
"Iya."
"Ok, aku mau."
"Ehm, habis ini jangan langsung pulang dulu ya."
"Emang mau kemana?"
"Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat, dengan syarat, satu, kamu harus menuruti perkataan ku, yang kedua, harus ikut liburan, ok?"
"Ok." Rhea dan Adit menghabiskan makanannya, kemudian mereka langsung berangkat lagi, ke tempat tujuannya Rhea. Sampailah mereka ke sebuah bukit, dengan cahaya rembulan, dan pancaran lampu-lampu yang terlihat dari atas bukit.
"Jauh banget, sampai malam gini."
"Tapi indah kan?"
"Iya si."
"Yuk naik ke atas bukit itu, siapa sampai duluan, dia pemenangnya." Rhea langsung berlari ke atas bukit. "Yes, menang."
"Hoss, hoss, hoss, kamu curang, aku kan belum siap."
"Biarin, kalau ngga gitu, aku ngga menang."
"Iya deh." tiba-tiba tangan Adit diangkat perlahan oleh Rhea. Mereka terdiam, menambah suasana malam makin sunyi.
"Dit, thanks for everythink, thanks for your love to me." genggaman Rhea semakin kuat. "Aku cinta kamu, Dit. Sssstttt, nanti dulu kalau mau ngomong. Kamu tadi sudah janji kan, mau menuruti perkataan ku?" Adit hanya mengangguk. "Simpan rasa cinta itu buat Rita atau buat seseorang di masa depan ya?"
"Kenapa? Kan aku cintanya sama kamu."
"Iya tahu, ttttaadi kan kamu janji mau nurutin perkataan ku."
"Iya, tapi kenapa kamu minta seperti itu?" tiba-tiba Rhea memeluk Adit dengan sangat erat, sampai dia bisa merasakan degupan jantung Rhea. "Aku sekarang tahu, Rhe." Dia membalas pelukan itu. "Berusahalah Rhe, agar semua terlewati."
"I'll try it, Dit, pray for me, please."
"Always, Rhe." Adit melepaskan pelukannya. "Sudah malam, yuk pulang."

****
"Malam tante, maaf baru pulang jam segini."
"Iya, tadi Rhea sudah ijin pulang malam kok."
"Kalau gitu, saya pamit ya."
"Ya, fii amanillah Nak."
Rhea merebahkan tubuhnya di kasurnya. Dia sangat menikmati hari ini, dan bersyukur dia masih bisa merasakan kebahagiaan, di sisa umurnya. Mungkin Tuhan memberikan takdir lain, tapi kemungkinan diagnosa dokter juga benar, yang penting dia ingin melewati dan menikmatinya, walau endingya belum dia ketahui.
"Rhe, kok belum tidur?"
"Iya mah, aku mau tidur dengan mamah."
"Sudah besar juga."
"Jadi ngga mau nih?" Rhea memanyunkan bibirnya.
"Iya iya, sini."
"Asiik." Ada kehangatan yang Rhea rasakan, dia akan rindu dengan dekapan ini. "Mah."
"Iya sayang?"
"Terima kasih sudah jadi mama yang hebat, merawatku dari bayi, dengan sabar menghadapi penyakitku, hingga sekarang." mama Rhea tak kuasa menahan air matanya. "Mah, maafin Rhea ya, maaf untuk semuanya."
"Iya sayang, terima kasih juga, sudah bertahan hingga saat ini, terus kuat ya, maaf kalau mama belum memberikan yang terbaik."
"No mom, you given the best for me, mom."

RASA (Ternyata Bukan Mereka, Tapi Kalian) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang