22

19 1 0
                                    

Siang yang membosankan bagi Adit. Pasalnya, mata pelajaran terakhir, hanya membahas teori saja.
"Baiklah anak-anak, itu teori buat praktik besok, silahkan dipelajari, dan pulang kalau sudah bel pulang berbunyi." Guru praktik itu meninggalkan kelas terakhirnya.
"Bosan banget, ngapain ya," batin Adit. "Oh ya, gue whatsapp Rhea aja, kali aja dia mau diajak makan siang."

Adit : Rhe, pulang sekolah ada acara ngga?
Rhea : kayaknya ngga.
Adit : aku jemput ya?
Rhea : nanti aku kabarin lagi aja ya Dit, takut ada acara mendadak
Adit : ok

"Yes, dia kayaknya mau si, tapi masih belum pasti."
"Adit sayang, kita makan siang bareng yuk."
"Ngga bisa Rit, gue ada janji sama orang."
"Kamu ngapain makan siang sama Rhea, kan ada aku."
"Gue mau makan siang sama siapa pun, bukan urusan lo, Rit."
Bel pulang baru saja berbunyi, Adit langsung meninggalkan Rita di kelas itu. Dia bergegas menuju ke sekolahnya Rhea.
"Gue harus ikutin lo, Dit." Rita mengambil tasnya, kemudian dia langsung mengikuti Adit ke sekolahnya Rhea. "Nah kan, bener dugaan gue, lo pasti kesini Dit." Rita melihat Adit sedang berbicara dengan Rhea. Tak lama kemudian, Adit dan Rhea pergi meninggalkan sekolah itu. "Tunggu pembalasan gue, Rhe."
Rita melajukan motornya ke tempatnya nongkrong bersama teman-temannya.
Brak!
"Wus, santai bos, lo siang-siang emosi aja, nambah suasana jadi panas."
"Gue mau kalian culik Rhea."
"Cewek yang merebut pacar lo, Rit?"
"Iya. Siapa lagi."
"Kita sih, siap-siap aja Rit, masalahnya, kita ngga tahu dia ada dimana?"
"Ngga usah ke rumahnya, kita ke sekolahnya saja."
Rita kembali ke rumah, setelah emosinya mereda. Dia merebahkan tubuhnya di kasur, dan memainkan smartphonenya.
Rita : Adit sayang, lagi apa?
Adit : *read
Rita : Ih kok cuma diread
Adit : *read

*****

"Ya Allah, siang-siang jadwalnya olahraga, panas banget." keluh Syiqa
"Jam sepuluh itu masih pagi Qa."
"Tapi sudah panas Rhe, nanti kulit aku jadi hitam."
"Ah elah, baru juga kulit," Rhea memasukan seragamnya ke loker. "Belum... " perkataan Rhea terhenti, karena dia melihat secarik kertas, dia kemudian membacanya.
"Belum apa Rhe?"
"Ini dari siapa ya, Qa?" Rhea menunjukkannya kepada Syiqa.
"Jauhin Adit." Syiqa membaca tulisan itu dengan jelas. "Emang, ada yang tahu Adit ya?"
"Ada, tapi ngga mungkin mereka."
"Kalian kok lama banget si, sudah ditungguin tuh." Rinjani membaca tulisan itu juga "Siapa yang nulis?"
"Kalau kita tahu, kita ngga diam Rin."
"Ya sudah, yuk ah ke lapangan."
Priiiiiiittttt,
"Mampus kita telat."
"Kalian, lari tiga kali keliling lapangan."
"Iya pak."
"Kamu si, kita jadi telat kan."
"Kok aku?"
"Ya salah sendi.. ri.. buat. Hoosh.. Hooshh.. Penasaran."
"Yee.. Bu.. Bukan.. Aku, hoosh.. Hossh, tapi surat itu. Alhamdulillah, selesai juga." mereka jalan sebentar untuk menetralkan tenaga mereka kembali.
"Apa kamu yakin, bukan anak sekolah kita?"
"Aku kan anak baik-baik di sekolah ini, jadi kayaknya ngga mungkin deh."
"Hueeedkk."
"Hahaha, udahlah, ngga mau mikirin itu."

*******
Siang yang panas, jam kosong, dan sebentar lagi bel pulang, membuat Rhea dan yang lainnya menghabiskan waktu di kantin. Semenjak kejadian yang dialami pak Didik waktu itu, sekarang jarang ada yang menegur Rhea dan yang lainnya saat pergi ke kantin, di waktu jam pelajaran.
"Yakin lo ngga penasaran sama surat itu?"
"Surat yang mana?"
"Ya Allah, punya temen gini amat ya."
"Hahaha, selow, Nis," Rhea terkejut mendengarnya "Kok kamu tahu Nis?"
"Ah elah, kita itu se genk, lo nyembunyiin jarum di jerami, juga aku tahu."
"Uluuhh, kalian perhatian banget si," Rhea berusaha memeluk teman-temannya.
"Ngga pake meluk juga Rhe, sesak nih."
"Hahahaha."
"Ini ada apa si?" mba kantin mulai kepo lagi.
"Ini loh mba, Rhea dapat surat dari penggemar."
"Oh ya? Coba lihat." Mba kantin merebut secarik kertas itu. "Tulisannya mengerikan. By the way, Adit siapa Rhe?" mba kantin mencoba mengingat siapa aja yang deket sama Rhea. "Oh yang waktu itu, makan bareng disini ya Rhe?"
"Yak, betul." Rinjani melahap sebuah gorengan. "Malang kali nasib kau, Rhe, baru juga kemarin aku lihat kau jalan sama dia, sekarang sudah ada yang benci pula. Eh bahasa batak ku bagus kan ya?"
"Kamu belajar bahasa batak darimana?"
"Kemarin, nonton film." Rhea masih terdiam seribu bahasa. Dia sedang menerka-nerka, siapa yang menulis surat itu. "Sudah, tidak usah terlalu dipikirkan, Rhe. Masih ada kita, insya allah kita akan bantu."
"Bijak kali kau." Lita mencoba menirukan gaya bicaranya Anjani.
"Tidak usah ikut-ikutan Lit, ngga cocok."
"Hahahahahaha."

RASA (Ternyata Bukan Mereka, Tapi Kalian) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang