Bagian 3

42 1 0
                                    

"Ok, kemarin kita sudah kenalan satu sama lain ya, aku harap, kita bisa jadi pengurus yang solid, dan membanggakan. "
"Insya Allah. "
"Kita kumpul lagi nih, kali ini kita mau bahas acara yang terdekat, yaitu latihan harian." Risalatul Anindya, anak jurusan IPA, sedang mengajak teman-temannya, membahas latihan harian pertama, yang mereka pegang. Kalau dulu waktu kelas satu mereka jadi yang junior, sekarang mereka jadi senior. Jadi mereka harus berbagi ilmu dengan juniornya. Begitu pun Rhea, dia adalah salah satu dari mereka. "So teman-teman, karena besok merupakan pertemuan perdana kita dengan junior, jadi hanya membahas perkenalan saja. Menjalin ke akraban, dan yang lainnya. Tapi, di depan kita ada banyak acara yang harus disiapkan, sampai kita reorganisasi." Rhea masih penasaran dengan teman yang satunya itu, kenapa dia tahu banget ya, padahal kan ini baru pertama. Siapa dia? "Sudah itu saja, ada yang mau ditanyakan?"
"Tidak."
"Kalau tidak, cukup rapat hari ini. Wassalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh."
"Walaikumsalam warrahmatullah wabarakatuh."
Rhea bergegas merapikan barangnya, karena rapat sudah selesai, jadi dia berniat untuk pulang.
"Kamu, siapa nama kamu? Aku lupa" tiba-tiba ada sapaan dari Risa.
"Ehm.. Aku.. Rh.. Rhea, dari IPS satu." ucap Rhea terbata-bata. Rhea adalah tipe orang yang gugup, dengan orang yang baru dia kenal.
"Oh. Yang dari IPS cuma satu aja ya Nil?" Risa bertanya kepada teman sekelasnya, Nila.
"Heehh, satu doang Rhe?"
"Iya N.. Nil?"
"Aku Nila, teman sekelasnya Risa. Masa sudah lupa sih."
"Hehehe."
"Nil, pak Tio memberi tugas hari ini banyak banget ya. Baru juga sebulan kita masuk kelas," Risa berbaring di tempat tidur -ruang rapatnya di Unit Kesehatan Siswa (UKS). "Huft, ternyata begini ya, keterima di IPA."
"Kan sudah biasa Ris, dulu waktu kelas satu juga gitu."
'Oohh anak unggulan, pantas saja' batin Rhea
"Iya sih, oh ya, tadi kak Dion nemuin aku, katanya kita harus sudah membahas acara ke depan."
"Kak Dion itu siapa, Ris?" Nona bertanya dengan polosnya. -Nona teman sekelasnya mereka.
"Astaghfirullah Na, sama pelatih sendiri lupa. Bagaimana sama gebetan."
"Aku ngga punya gebetan tau, aku zomblo, eh jomblo."
"Alah, Nino yang anak IPA 3 itu siapa kalau bukan gebetan?" timpal Berli
"Bukan ya, dia itu cuma teman."
"Sekarang teman,besok pacaran."
"Hahaha. "
Ternyata hanya Rhea yang dari kelas IPS. Rhea jadi merasa minder. Rhea merapikan kembali barang-barangnya.
"Aku pulang naik apa nih? Masih ada angkot arah ke rumahku tidak ya?"
"Eh iya, sudah sore ya Ris."
"Maaf Ris, aku arahnya berbeda sama kamu."
"Aku juga."
"Rumahmu arah mana, Ris?" Rhea memberanikan diri bertanya kepada Risa
"Arah selatan, Rhe."
"O.. Oh, kita searah, yuk aku antar." Rumah Rhea sebenarnya ke arah utara, tapi karena Rhea mau dekat dengan Risa, jadi dia mau melakukan itu.
"Beneran?" tanya Risa penuh harap.
"Iya, beneran, Ris"
"Ok, yuk pulang."
Rhea pun mengantarkan Risa pulang ke rumahnya. Ya walaupun dia sebenarnya harus putar arah. Tapi itu tidak masalah bagi dia
"Makasih ya Rhe."
"Sama-sama."

---------------------

"Assalamualaikum, sore mah."
"Walaikumsalam, mandi, terus ta'ziyah ya."
"Innalillahi wa innalillahi roji'un, siapa yang meninggal mah?"
"Galang Rhe."
"Loh!! Minggu lalu, waktu kita jenguk, dia baik-baik saja kan ma, kenapa sekarang sudah meninggal?!"
"Ceritanya nanti aja ya, sekarang kamu mandi, terus kita ta'ziyah."
"Aku mau ke makamnya aja mah. Aku mau ketemu dia terakhir kali!" isak tangis mulai keluar dari Rhea
"Rheaa, tidak boleh gitu. Orang sudah meninggal, tidak bisa kita temui." Mama Rhea berusaha menenangkan anaknya itu. "Kita do'akan saja ya Rhe." tangisnya Rhea mulai pecah. Rhea tak menyangka, kalau sahabatnya dari kecil, sudah meninggalkannya selamanya.

-OoooooooooooooooO-

"Pagi Galang, sahabatku tercinta."
"Apaan si Rhe, lebay kamu." ucap Galang. Seorang yang sedang terbaring lemah di kasur, dengan infus dan selang oksigen. Yaah, itu adalah sahabat kecilnya Rhea. Galang baru saja selesai cuci darah, akibat penyakit yang menggerogoti tubuhnya itu.
"Lang, kamu tau tidak, aku punya sahabat baik banget. Mereka sekelas sama aku."
"Terus?"
"Kita menghabiskan waktu bareng, buat tugas bareng, dan lainnya."
"Mereka yang buat, kamu tiggal nyontek kan?"
"Ish, bukan aku yang nyontek lah, tapi temen aku."
Begitulah Rhea kalau sudah bertemu dengan sahabat lamanya itu. Semua diceritain sama Galang, walaupun biasanya Galang hanya merespon "ya" dan senyum aja. Tapi hari ini Galang merespon lebih banyak.
"Eh ada nak Rhea." tiba-tiba ibunya Galang masuk ke ruangannya. "Galang itu dari kemarin makannya sedikit, katanya dia mau makan banyak kalau ada kamu Rhe."
"Habisnya kamu tidak kesini lama banget si." elak Galang
"Galang, tidak boleh gitu lagi ya, kamu harus menghabiskan makanan yang diberikan suster. Biar lekas sembuh."
"Permisi." suster datang dengan membawa makanan buat Galang
"Nah itu makanannya datang." Rhea berdiri dari duduknya dan mengambil makanan untuk Galang. Terlihat air mata Rhea menetes, waktu teringat masa itu.
"Rhea? Sudah siap nak?" pertanyaan mama membuat Rhea tersadar dari lamunannya. Rhea dan mamanya pergi ke makam Galang, sahabatnya. Dia memandangi batu nisan yang bertuliskan Galang Diandra Putra. Rhea berusaha menahan air matanya.
"Rhe, pulang yuk?"
"Mama pulang dulu aja," tatapan Rhea masih belum beranjak dari makam sahabatnya itu "Rhe, masih mau disini."
"Yasudah, jangan sedih berlebihan ya Rhe, tidak baik."
Mama Rhea beranjak meninggalkan Rhea sendiri di makam anak sahabatnya itu.
"Lang, gue seneng punya sahabat seperti lo," Rhea kembali berusaha menahan air matanya. "Gue... Kehilangan lo banget Lang. Kenapa Allah cepet banget manggil lo, Lang," Rhea berusaha tegar. "Gue, harus kuat Lang, gue akan terus do'ain lo di setiap sholat gue Lang. Gue pulang dulu Lang." Rhea meninggalkan makam sahabatnya itu. Semenjak saat itu, Rhea jadi suka melamun.

RASA (Ternyata Bukan Mereka, Tapi Kalian) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang